Rabu, 30 Januari 2013

Menentukan Harga Tanah



MENENTUKAN HARGA TANAH[1]

Oleh: Sutaryono

Harga tanah dalam hubungannya dengan rencana pembangunan bandara di Kulon Progo, menjadi polemik pada beberapa hari terakhir. Lebih-lebih munculnya pemberitaan di berbagai media yang menyatakan bahwa Gubernur DIY menetapkan harga maksimal tanah untuk proyek bandara Rp. 50.000/meter persegi. Gubernur mengatakan bahwa jika lebih besar dari itu terlalu mahal, dan dimungkinkan lokasi bandara dipindah.
Tampak sekali bahwa harga tanah yang ditetapkan mendasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk PBB. Dalam hal ini, riset yang penulis pernah lakukan menunjukkan bahwa harga tanah berdasarkan NJOP hanya berkisar 20-40% dari harga pasar. Artinya harga tanah yang didasarkan pada NJOP jauh lebih kecil dari pada harga pasar. Kondisi ini menguntungkan pemilik tanah dalam hal kewajiban pajak, karena pajaknya menjadi kecil. Pada kondisi yang berbeda, pemilik tanah merasa dirugikan apabila NJOP dijadikan dasar dalam pemberian ganti rugi.

Untuk mendapatkan harga tanah yang relatif lebih fair, dapat digunakan nilai yang terdapat dalam Zona Nilai Tanah (ZNT) produk BPN. ZNT ini dimaknai sebagai area yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang batasannya bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Mengingat ZNT berbasis nilai pasar, maka ZNT dapat dimanfaatkan untuk: (1) penentuan tarif dalam pelayanan pertanahan; (2) referensi masyarakat dalam transaksi; (3) penentuan ganti rugi; (4) inventori nilai asset publik maupun asset masyarakat; (5) monitoring nilai tanah dan pasar tanah; dan (6) referensi penetapan NJOP untuk PBB, agar lebih adil dan transparan.
          Meskipun masih terdapat beberapa kelemahan, ZNT produk BPN dapat digunakan dalam penentuan besarnya ganti rugi dalam pengadaan tanah untuk pembangunan. Penggunaan ZNT sebagai acuan dimungkinkan memberikan rasa keadilan bagi pemilik tanah, mengingat harga yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dibanding dengan harga yang tertuang pada NJOP.
Beberapa hal yang perlu dicermati, apabila penetapan harga tanah menggunakan ZNT antara lain: 1) perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi & eksesibilitasnya berbeda; 2) penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan; 3) metode sampling yang minimalis sangat berpengaruh terhadap generalisasi penetapan range nilai tanah; 4) Peta ZNT yang diturunkan dari citra Quickbird ataupun Ikonos skalanya terlalu kecil untuk digunakan dalam penentuan zoning; 5) pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan menjadikan ketidakpastian instrumen yang digunakan sebagai dasar penentuan pajak. Beberapa persoalan diatas apabila tidak diperhatikan justru akan memunculkan ketidakpastian nilai, kegelisahan masyarakat dan terhambatnya berbagai proses yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah, termasuk dalam pengadaan tanah untuk bandara di Kulon Progo. 
          Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah: 1) pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit; 2) metode penilaian yang digunakan perlu ditinjau kembali, agar hasilnya lebih fair & betul-betul mencerminkan nilai tanah sebenarnya; 3) ZNT perlu segera   ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB; 4) penerapan ZNT perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan insentif & disinsentif dalam penetapan pajak. Agenda ini perlu segera dilakukan agar proyek bandara yang sudah cukup lama diperbincangkan  dapat dilaksanakan dengan baik dan berkontribusi positif dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
          Penetapan harga tanah secara sepihak yang mendasarkan pada NJOP perlu dipertimbangkan kembali, mengingat sudah ada instrumen baru yang dapat digunakan untuk menentukan harga tanah pada suatu wilayah. Disamping itu berdasarkan UU 2/2012 tentang Pengadaan Tanah, penilaian ganti rugi dilakukan oleh penilai yang ditunjuk oleh Lembaga Pertanahan. Dalam hal ini Ganti Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.



[1] Dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 29 Desember 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar