Kamis, 31 Januari 2013

Tanah Untuk Rakyat



TANAH UNTUK RAKYAT[1]

Oleh:
Dr. Sutaryono

          Terbitnya UU Nomor 13 tahun 2012 tentang Undang-Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta dan ditetapkannya Keputusan DPRD DIY Nomor 44 Tahun 2012 tentang Penetapan Gubernur Sultan Hamengku Buwono X dan Wakil Gubernur KGPAA Paku Alam IX Periode 2012-2017 adalah sebuah keniscayaan. Berlikunya proses yang dilakukan menunjukkan bahwa persoalan keistimewaan DIY merupakan persoalan nasional yang musti dikaji secara mendalam. Realitas keistimewaan DIY yang tidak terbantahkan dapat dicermati  pada buku yang berjudul “Takhta Untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Bowono IX” yang disunting oleh Atmakusumah, April 1982 yang berulangkali dicetak kembali, dan terakhir terbit sebagai edisi revisi Juni 2011. Buku tersebut menunjukkan dedikasi dan komitmen yang luar biasa Sri Sultan HB IX untuk rakyat dan bangsa Indonesia.

          Tahta untuk rakyat dan bangsa Indonesia tergambar secara jelas pada tulisan berjudul ‘Apa yang Akan Terjadi dengan Republik Jika Tidak Ada Hamengku Bowono IX?’ tulisan Mohamad Roem pada buku di atas. Tidak ada yang menyangsikan peran Sultan HB IX bagi rakyat dan bangsa ini, sehingga apa yang disebut dengan Tahta Untuk Rakyat adalah kebenaran sejarah. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah tanah (Tanah SG-PAG) juga untuk rakyat?
Secara historis, yuridis dan sosiologis, sampai saat ini eksistensi tanah SG-PAG di DIY masih ada dan diakui keberadaannya oleh pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat. Masyarakat mengakui bahwa SG–PAG masih menjadi hak milik atau domein bebas dari Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman. Bahkan melalui UUK DIY, salah satu kewenangan dalam urusan keistimewaan adalah kewenangan di bidang pertanahan, khususnya tanah kasultanan dan tanah kadipaten. Penetapan kasultanan dan kadipaten sebagai subjek hak atas tanah mengakhiri polemik tentang status SG-PAG.
Persoalan pemanfaatan tanah SG oleh kraton dan pihak lain, pada dasarnya tidak ada perubahan. Tanah SG-PAG sampai saat ini dimanfaatkan untuk: (1) Sultan dan Pakualam (tanah keprabon); (2) rumah jabatan, tempat tinggal kerabat kraton, dan tanah-tanah yang dikuasai atau diberikan kepada pihak ketiga dengan seijin kraton (dede keprabon); dan (3) kepentingan pemerintah, masyarakat dan sebagian tanah kosong, yang luasnya 3.675 hektar (Kanwil BPN DIY, 2012). Terkait dengan tanah magersari, Sultan minta kepada masyarakat yang mengelola SG tidak perlu resah (KR, 31-08-2012). Beberapa fakta tersebut menunjukkan bahwa sejatinya tanah-tanah kraton memberikan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat luas. Inilah yang dimaknai sebagai Tanah untuk Rakyat.    
          Setelah inventarisasi tanah SG-PAG secara faktual selesai, beberapa hal yang perlu diperbincangkan adalah: (1) bagaimana memastikan kembali bahwa tanah tetap untuk kesejahteraan rakyat tanpa mengurangi hak-hak kraton; (2) tanah SG-PAG memberikan kontribusi dalam penyediaan ruang terbuka hijau; (3) terdaftar secara tertib berkenaan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanahnya (P4T); (4) menjadikan SG-PAG sebagai asset yang mampu meningkatkan harmoni sosial dan menjauhkan dari konflik dan sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan; dan (5) meneguhkan peran SG-PAG sebagai salah satu keistimewaan DIY secara berkelanjutan.
          Beberapa hal di atas perlu diatur secara rinci ke dalam peraturan daerah istimewa (perdais) sebagai instrumen untuk mengatur penyelenggaraan kewenangan istimewa di bidang pertanahan. Agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, pengaturan melalui perdais harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara khusus pengaturan keistimewaan di bidang pertanahan melalui perdais, perlu diselaraskan dengan pengaturan keistimewaan di bidang tata ruang.  Pengaturan kewenangan istimewa di bidang pertanahan dan tata ruang ini harus didasarkan pada nilai-nilai kearifan lokal dan keberpihakan kepada rakyat sebagaimana pengaturan dalam penyelenggaraan kewenangan keistimewaan di bidang yang lain.
Untuk mendapatkan perdais yang mengatur kewenangan istimewa di bidang pertanahan dan tata ruang yang baik, berkeadilan dan berkelanjutan perlu diperbincangkan secara seksama dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan yang berkomitmen dalam meneguhkan keistimewaan DIY secara berkelanjutan.


[1] Dimuat SKH Kedaulatan Rakyat, 10 Oktober 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar