Rabu, 30 Januari 2013

Tantangan Pemerintah: Sesuaikan Penataan Tanah



TANTANGAN PEMERINTAH:
SESUAIKAN PENATAAN TANAH [1]

Oleh: Sutaryono

Sebuah keniscayaan ketika upaya pengendalian perubahan penggunaan tanah yang dihadapkan pada perkembangan wilayah merupakan kondisi dualistis yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diterima. Terjadinya benturan tata ruang, dalam arti penggunaan tanah yang ada bertubrukan dengan kebijakan yang telah diatur dalam rencana tata ruang wilayah tidak harus disikapi secara negatif, tetapi diupayakan agar benturan yang terjadi tidak terulang pada wilayah ataupun kawasan lain dan wilayah ataupun kawasan yang mengalami perbedaan/melanggar rencana tata ruang wilayah yang ada perlu dilakukan penyesuaian agar penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sesuai. Inilah pentingnya dilakukan upaya-upaya penyesuaian penatagunaan tanah yang substansinya adalah penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.

            Lebih dari sepuluh tahun sejak terbitnya UU 24/1992 tentang Penataan Ruang, belum ada peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dalam penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Padahal pada Pasal 16 Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang telah mengamanahkan untuk membuat ketentuan mengenai pola pengelolaan tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, dan tata guna sumberdaya alam lainnya dalam bentuk peraturan pemerintah. Substansi pengaturan dalam penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah masuk dalam ketentuan mengenai pengelolaan tata guna tanah sebagaimana diamanahkan dalam Pasal 16 di atas. Hal ini memunculkan persoalan ketika dalam proses pembangunan yang berbasiskan wilayah mengalami berbagai gesekan dan benturan, terutama dalam hal penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Atau secara sederhana dapat diungkapkan bahwa apabila terjadi perbedaan atau ketidaksesuaian antara penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, belum ada instrumen atau peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar dalam penyelesaiannya.
            Kelahiran Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 (PP 16/2004) tentang Penatagunaan Tanah pada tanggal 10 Mei 2004, memberikan peluang yang cukup luas bagi pemerintah daerah untuk mengatur pola penyesuaian   penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di wilayah masing-masing. Peluang ini harus dapat ditangkap oleh pemerintah daerah agar perkembangan wilayah yang terjadi tetap dapat dikendalikan. Upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mensikapi hal ini adalah dengan menerbitkan pedoman teknis yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagaimana diisyaratkan pada Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004.
Dalam PP 16/2004 yang dimaksud dengan Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Sedangkan tujuan penatagunaan tanah berdasarkan Pasal 3 peraturan pemerintah tersebut  adalah: (a) mengatur penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; (b) mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah; (c) mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan,  penggunaan dan pemanfaatan tanah termasuk pemeliharaan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah; (d) menjamin kepastian hukum untuk menguasai, menggunakan dan memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan.
Berdasarkan tujuan tersebut, tampak bahwa penatagunaan tanah berorientasi pada tertibnya penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan indikator utamanya sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Persoalannya adalah mampukah pemerintah kabupaten/kota mewujudkan tujuan tersebut ?   Inilah tantangan yang harus dihadapi.
Pasal 24 ayat (1) PP 16/2004 ini secara tegas menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, pemerintah kabupaten/kota menerbitkan pedoman teknis. Inilah yang perlu segera ditindaklanjuti oleh pemerintah kabupaten/kota. Pedoman teknis ini berisi tentang pedoman, standar dan kriteria teknis kegiatan penatagunaan tanah yang harus dijabarkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Pedoman teknis ini diperlukan dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah. Dalam konteks ini penyelenggaraan penatagunaan tanah merupakan suatu upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk mensikapi banyak terjadinya ketidaksesuaian penggunaan tanah dengan rencana tata ruang wilayah, baik yang terjadi akibat adanya perubahan rencana tata ruang wilayah maupun akibat adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap rencana tata ruang wilayah yang sudah ada. Berdasarkan Pasal 20 PP 16/2004 telah secara tegas diamanahkan bahwa penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah disesuaikan melalui penyelenggaraan penatagunaan tanah. Penyelenggaraan penatagunaan tanah di sini dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang meliputi: (a) tanah hak, baik yang sudah atau belum terdaftar; (b) tanah negara;  (c) tanah ulayat masyarakat hukum adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan penyesuaian penyelenggaraan penatagunaan tanah dapat dilaksanakan melalui penataan kembali (misalnya dengan konsolidasi tanah, relokasi, ataupun tukar-menukar), upaya kemitraan, penyerahan dan pelepasan hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti hibah, jual beli ataupun tukar-menukar.
Adapun beberapa kegiatan yang dilaksanakan dalam penyelenggaraan penatagunaan tanah  berdasarkan peraturan pemerintah tersebut meliputi: (a) pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (b) penetapan perimbangan antara ketersediaan dan kebutuhan penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah menurut fungsi kawasan; (c) penetapan pola penyesuaian penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Kegiatan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada butir (a), sejalan dengan agenda kegiatan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang dikenal dengan Program Inventarisasi Data Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T). Kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya untuk memperoleh data P4T yang berbasis bidang tanah secara komprehensif dan sistematis dari seluruh batas yurisdiksi desa/kelurahan.  Secara komprehensif dimaksudkan bahwa inventarisasi ini dilakukan secara terpadu mengenai berbagai aspek yang berhubungan dengan data penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada setiap bidang tanah yang ada di setiap desa/kelurahan. Bersifat sistematis, bermakna bahwa data P4T akan dapat mengungkapkan tentang pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah di setiap desa atau kelurahan. Diharapkan hasil Inventarisasi tersebut dapat merumuskan kebijakan, perencanaan, penataan dan pengendalian P4T atau landreform yang pada gilirannya setiap jengkal tanah dapat memberikan sebesar-besar kemakmuran rakyat yang berkeadilan.
Dengan demikian, kegiatan yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah adalah melakukan sinergi dengan BPN dalam hal ini adalah kantor pertanahan agar data yang diperoleh dapat digunakan untuk pengambilan kebijakan secara mantap. Ini penting dilakukan mengingat inventarisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah berbasis pada fungsi kawasan, sedangkan inventarisasi yang dilakukan oleh BPN berbasiskan bidang-bidang tanah. Adapun pelaksanaan inventarisasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang perlu dilakukan berdasarkan Pasal 23 PP 16/2004 meliputi:    (a) pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung; (b) penyajian data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah serta data pendukung; (c) penyediaan dan pelayanan data berupa peta dan informasi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, kemampuan tanah, evaluasi tanah, serta data pendukung. Dalam hal ini pengumpulan dan pengolahan data penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah meliputi berbagai kegiatan survey dan pemetaan baik secara manual maupun komputerisasi yang diikuti dengan kajian dan analisis data dan informasi yang sudah diperoleh.
Inilah kiranya beberapa tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintah kabupaten/kota dalam mensikapi maraknya perkembangan wilayah yang berimplikasi pada tingginya intensitas alih fungsi tanah dan peralihan hak yang berujung pada ketidaksesuaian penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan rencana tata ruang wilayah.



[1] Pernah dimuat di SKH Kedaulatan Rakyat, 1 April 2006


1 komentar:

  1. Penataan Tanah.
    Sebuah istilah yang menjanjikan, tetapi sebenarnya tidak mudah memahaminya. Apa yang dimaksud dengan penataan tanah ? apakah kapling-kapling tanah menjadi teratur dr segi bentuk dan letaknya ? apakah yang dimaksud adalah kepemilikanya tertaur alias berorientasi pada keadilan (tidak boleh ada yang memiliki tanah diatas tanah diatas kewajaran - rumah maksimal 5 bidang (dgn asumsi utk meyiapkan agar keluarga yg rata-rata punya 5 jiwa dapat sejahtera), lebih dari itu tidak boleh ? atau penataan yang baik itu sepertiapa ? tolong definiskan secara lugas. Terimakasih guritno soerjodibroto

    BalasHapus