Rabu, 30 Januari 2013

Problematika Zona Nilai Tanah



PROBLEMATIKA ZONA NILAI TANAH[1]

Oleh: Sutaryono



Terbitnya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berimplikasi pada semakin menguatkan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola pajak dan retribusi daerah. Berdasarkan regulasi ini daerah berhak mengenakan pungutan kepada masyarakat dan menempatkan perpajakan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pendapatan dari sektor pajak yang sangat potensial bagi daerah. Pengelolaan PBB oleh daerah harus sudah dilakukan selambat-lambatnya pada tahun 2013, sementara itu penerapan BPHTB berdasarkan regulasi ini selambat-lambatnya satu tahun setelah diundangkan. Persoalannya adalah apakah kewenangan tersebut sudah didukung oleh instrumen yang memadai, khususnya instrumen penilaian?


          Badan Pertanahan Nasional (BPN) berdasarkan PP 13/2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional dan Perpres 10/2006 tentang BPN telah menginisiasi terwujudnya informasi nilai tanah, nilai properti, nilai ekonomi kawasan, serta nilai total aset pertanahan sebagai rujukan nasional untuk mewujudkan fungsi tanah bagi sebesar-besar kemakmuran. Salah satu yang sudah diwujudkan adalah Zona nilai Tanah (ZNT).
ZNT dimaknai sebagai area yang menggambarkan nilai tanah yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah di dalamnya, yang batasannya bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu dengan yang lainnya berdasarkan analisis perbandingan harga pasar dan biaya. Mengingat ZNT berbasis nilai pasar, maka ZNT dapat dimanfaatkan untuk: (1) penentuan tarif dalam pelayanan pertanahan; (2) referensi masyarakat dalam transaksi; (3) penentuan ganti rugi; (4) inventori nilai asset publik maupun asset masyarakat; (5) monitoring nilai tanah dan pasar tanah; dan (6) referensi penetapan NJOP untuk PBB, agar lebih adil dan transparan.
          Operasional dilapangan menunjukkan bahwa ZNT produk BPN yang digunakan daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB memunculkan banyak persoalan berkenaan dengan PBB dan peralihan hak atas tanah. Persoalan tersebut antaralain: 1) nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dibanding dengan NJOP; 2) perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi & eksesibilitasnya berbeda; 3) penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan; 4) metode sampling yang minimalis sangat berpengaruh terhadap generalisasi penetapan range nilai tanah; 5) Peta yang diturunkan dari citra Quickbird ataupun Ikonos skalanya terlalu kecil untuk digunakan dalam penentuan zoning; 6) akte peralihan hak produk PPAT sering ditolak oleh Kantor Pajak ataupun Dipenda, karena nilainya dianggap tidak wajar; 7) validasi yang dilakukan oleh petugas Pajak ataupun Dipenda dianggap sebagai penghambat penyetoran pajak & proses peralihan hak; 8) pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan menjadikan ketidakpastian instrumen yang digunakan sebagai dasar penentuan pajak bagi pemkab/kota. Beberapa persoalan diatas apabila tidak segera mendapatkan penyelesaian, maka peluang pengelolaan PBB dan BPHTB oleh daerah justru akan memunculkan ketidakpastian nilai, kegelisahan masyarakat dan terhambatnya berbagai proses yang berhubungan dengan peralihan hak atas tanah. 
          Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah: 1) pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit; 2) metode penilaian yang digunakan perlu ditinjau kembali, agar hasilnya lebih fair & betul-betul mencerminkan nilai tanah sebenarnya; 3) ZNT perlu segera  ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB & BPHTB; 4) penerapan ZNT perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan insentif & disinsentif dalam penetapan pajak; 5) validasi nilai tanah dalam akta tanah produk PPAT oleh petugas pajak tidak perlu dilakukan, mengingat keduanya adalah pejabat yang menjalankan tugas negara. Kelima agenda ini perlu segera dilakukan agar peluang pemerintah daerah dalam pengelolaan pajak, khususnya PBB dan BPHTB dapat dilaksanakan dengan baik dan berkontribusi positif dalam peningkatan kesejahteraan.
         

[1] Dimuat Di SKH Kedaulatan Rakyat, 17 Desember 2012

161 komentar:

  1. Ya memang perlu waktu bagi seluruh pemerintah daerah (pemda) untuk melaksanakan amanat tersebut (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) Bapak. Ada banyak faktor yang membuat kita ragu, apakah pemda dapat melaksanakannya? namun juga kita perlu ingat Pak, ada banyak instrumen hukum yang nanti dapat mengawasi dan mengontrol jalannya tata pemerintahan dan pelaksanannya dari masing-masing Pemda. Jika yang bermasalah nanti perundangannya, maka ada Judicial Review, jika yang bermasalah adalah pelayanan maka masyarakat bisa melakukan protes baik langsung maupun melalui wakil rakyat seperti DPRD, dsb.

    Pemupukan kepercayaan itu harus kita kembalikan lagi pada diri kita Pak, agar energi positif kembali merasuk dan membuat diri kita sebagai bagian dari itu (BPN sebagai pembuat ZNT) untuk terus berkarya memperbaiki mana saja yang kurang. Kita perlu segarkan lagi dalam diri kita maksud dari UU No. 32 Tahun 2004, bahwa dengan perspektif pemerintahan otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat, otonomi diharapkan dapat menghilangkan kendala dalam pengambilan keputusan, penerimaan publik atas keputusan pemerintah, serta memfasilitasi tindakan dan kerja sama kolektif. Hal ini diperoleh (kepercayaan besar, tindakan kolektif, dan keputusan yang memiliki legitimasi) tentu dari lingkungan yang lebih homogen. Dalam lingkungan yang benar, yaitu dalam situasi pemerintahan yang transparan masyarakat sipil memiliki keleluasaan untuk beroperasi, otonomi akan meningkatkan akuntabilitas pegawai birokratnya dan mencegah korupsi.

    Dalam buku Hukum, Pajak dan Retribusi Daerah karya Adrian Sutedi, dikatakan bahwa otonomi daerah dalam pelayanan umum dan pendanaan dipercaya oleh para penganjurnya akan meningkatkan efisiensi alokasi sumber daya, mendorong akuntabilitas, mengurangi korupsi, dan dapat menutup biaya pelayanan. Efisiensi alokasi sumber daya terjadi karena, pertama pemerintah daerah lebih dekat kepada rakyatnya daripada pemerintah pusat sehingga pemerintah daerah memiliki informasi yang lebih baik mengenai preferensi ketimbang pusat. Kedua, pemerintah daerah juga dianggap lebih rensponsif terhadap visi permintaan dan biaya untuk menyediakan barang publik.

    Zona Nilai Tanah adalah alat untuk menjadi tolak ukur nilai tanah di suatu tempat. Pekerjaan yang sangat besar dan perlu kehati-hatian dalam membuat ZNT tersebut. Hal ini berhubungan erat dengan aturan perpajakan (Pasal 23A UUD 1945) dan sangat menyentuh masyarakat. Perkembangan aturan seperti UU No. 34 Tahun 2000 ditindaklanjuti dengan PP No. 66 Tahun 2001, kemudian lahirnya UU No. 28 Tahun 2009, adalah agar daerah dapat meningkatkan pendapatan mereka yang nantinya digunakan untuk menjalankan fungsinya scara efektif. PBB dan BPHTB mempunyai nilai pajak yang tidak kecil untuk menambah pembiayaan bagi pemerintah daerah. Butuh kerjakeras dan kerjasama bagi Pemda dan BPN agar dapat memaksimalkan potensi PBB dan BPHTB tanpa mengurangi "kenyamanan" masyarakatnya sendiri. Mari bersama-sama, membangun bagaimana pemetaan nilai yang sebaiknya dilakukan, dan hal ini telah dilakukan BPN, berbagai kajian, diklat dsb telah dilakukan agar BPN sendiri siap melaksanakan amanat tsb, apabila masih jauh dari apa yang diharapkan, itu wajar karena sesungguhnya kita masih belajar, memperbaiki dan menggenapi yang sesuai dengan konstitusi dan kemauan masyarakat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    2. Sedikit mengomentari pendapat Mas Lutfi, dari statement di Paragraf pertama menunjukkan adanya keraguan tentang kemampuan pemerintah daerah melaksanakan mandat UU 28/2009 tentang Pajak dan Redistribusi Daerah, dan pada kutipan yang Saudara tuliskan di paragaraf ketiga secara eksplisit, menyatakan dukungan Saudara atas adanya otonomi daerah yang pada akhirnya akan berdampak positif bagi daerah itu sendiri. jika benar terbesit keraguan dalam benak Saudara tentang kapabilitas Pemda terkait UU tersebut, maka menurut Mas Lutfi adakah indikasi ketidakberhasilan otonomi daerah terkait pelaksanaan UU di atas, yang oleh sebagian pengamat dipercaya dapat memperbaiki otonomi daerah (mengingat ini erat hubungannya PBB dan BPHTB yang telah menjadi kewenangan Pemda)??

      BY.Nensi M.Juliana/NIM.10192491/Sem. VI Manajemen

      Hapus
    3. Saya sepakat dengan Nensi...kewenangan itu kan sudah diberikan ke daerah, lantas apa yg mesti dilakukan, terutama oleh BPN agar pemda menjadi lebih siap dan mampu melaksanakan UU tsb?

      Hapus
    4. Perkenankan saya menyampaikan pendapat atas kalimat pada paragraf terakhir yang disampaikan oleh bpk. Lutfi maulana marga yuana, "Butuh kerjakeras dan kerjasama bagi Pemda dan BPN agar dapat memaksimalkan potensi PBB dan BPHTB tanpa mengurangi "kenyamanan" masyarakatnya sendiri."

      Menurut Saya setiap kebijakan yang diambil tentu ada manfaat dan mudharatnya yang siap ditaati,baik sesuai nafsu ataupun bertentangan dengan hawa nafsu. Dilematisnya, manakala pemungutan pajak dan pembebasan lahan mengacu pada NJOP maka  :

      1.masyarakat akan merasa diuntungkan dengan pembayaran pajak yang relatif lebih murah (tidak sesuai harga pasar) dan

      2. masyarakat merasa sangat dirugikan dengan harga pembebasan tanah oleh pemerintah sebagai  ganti rugi tidak sesuai harga pasar

      Demikian sebaliknya, manakala keduanya mengacu pada ZNT oleh BPN, maka:

      1.Masyarakat akan merasa terbebani dengan pembayaran pajak yang tentunya akan melonjak lebih tinggi dari sebelumnya

      2.  ketika terjadi pembebasan lahan, maka ganti rugi atas tanah tersebut setidaknya mendekati harga riil pasar (dengan mempertimbangkan nilai yang tertera pada ZNT tidak selalu pasti pas, namun dengan 'adjusment' yang berbasis kadaster yang digunakan bisa diterima mendekati harga riil di lapangan)

      kesimpulannya:

      kata-kata bapak Lutfi "tanpa mengurangi kenyamanan masyarakat" Sungguh relatif, karena akan ada keuntungan dan kerugian yang harus diterima,disepakati, dan dilaksanakan bersama. Sehingga perlu adanya kekuatan iman  atau kesadaran dari lubuk hati manakala nantinya keduanya baik pembayaran pajak dan ganti rugi atas pembebasan tanah acuannya sama misalnya ZNT oleh BPN, kita selaku masyarakat atau pemilik tanah mengiinginkan nilai tanah kita tinggi maka harus siap juga untuk membayar pajak sesuai nilai tanah kepemilikan kita. jangan sampai kita hanya menuntut hak mengambil manisnya saja, namun kewajiban kita tidak berbuat adil, demikian sebaliknya posisi pemerintah juga. Wollohu'alam...

      Reza Abdullah
      Diploma IV Pertanahan 2014
      Kelas B
      NIM : 14232862

      Hapus
  2. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, dasar penetapan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sesuai dengan Pasal 79 ayat 1. Sedangkan dasar penetapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sesuai dengan Pasal 87 ayat 1. Zona Nilai Tanah produk BPN belum dapat diterapkan pada penentuan atau penetapan PBB dan BPHTB. Hal tersebut dikarenakan, ZNT produk BPN masih berbasis zona atau wilayah dengan sampel minimal 3 bidang pada tiap zonanya, menggunakan peta kerha yang berupa citra satelit resolusi tinggi (ikonos atau quickbird), skala yang digunakan adalah 1:25.000. ZNT produk Pajak menggunakan peta kerja berupa peta bidang. Peta bidang lebih rinci bila dibandingkan dengan yang digunakan oleh BPN yang menggunakan peta citra satelit dalam merancang sket ZNT pada tahap awal penilaian tanah yaitu sebesat 5 kali.
    Alasan Peta ZNT BPN belum dapat digunakan sebagai acuan dalam memetukan nilai tanah diantaranya adalah peta ZNT BPN belum dapat menunjukkan lokasi obyek pajak secara langsung dan tidak dilakukan pendataan untuk seluruh bidang atau dengan kata lain hanya menggunakan sampel, informasi tentang nilai tanah hanya secara global yaitu tiap zona/wilayah. Kesimpulannya adalah Peta ZNT BPN belum siap untuk menyediakan informasi nilai tanah untuk setiap bidang-bidang tanah terutama dalam penentuan PBB dan BPHTB. Langhkah awal yang harus dilakukan oleh BPN adalah membuat Peta ZNT dengan skala besar yaitu 1:2.500 dan sampel yang digunakan lebih dari 3 (tiga) sehingga dapat terlihat dengan jelas.
    Nisa Atriana, NIM/Smt: 10192492/VI, jurusan: manajemen pertanahan

    BalasHapus
  3. Saya setuju dengan pendapat mbak Nisa di atas bahwa ZNT produk BPN belum dapat diterapkan sebagai acuan dalam penentuan/penetapan PBB & BPHTB karena masih berbasis zona/wilayah dg pengambilan sampel hanya minimal 3 bidang setiap zonanya. Namun sementara, penetapan PBB & BPHTB basisnya adalah setiap bidang. Selain itu, penggunaan peta kerja berupa citra satelit (ikonos atau quickbird) dengan skala 1:25.000 menyajikan peta yang terlalu kecil sehingga data yang diperoleh menjadi tidak detail/rinci dibandingkan ZNT produk Pajak yang menggunakan peta bidang. Hal ini perlu kajian2 yang lebih lanjut untuk segera menghasilkan peta ZNT produk BPN yang dapat bermanfaat secara optimal.
    Dalam melakukan suatu penilaian tanah/asset dibutuhkan keprofesionalan dari seorang penilai, selain ilmu juga dibutuhkan jam terbang tinggi (pengalaman) sehingga menghasilkan penilaian yang cepat & tepat. Oleh karena itu, jika ZNT BPN digunakan untuk basis bidang maka akan banyak angka nilai yang tidak tepat dengan penggunaan sampel yang minim tsb. Keberadaan ZNT yang mengandung suatu angka nilai maka sifatnya menjadi sensitif dan relatif rawan, sehingga dibutuhkan kewaspadaan karena dampaknya akan melibatkan banyak pihak, baik masyarakat, pemerintah maupun pihak lain yang berhubungan dengan proses peralihan hak atas tanah. Oleh karena itu, betul kata mas Lutfi dibutuhkan kerjakeras dan kerjasama antar instansi selaku pemerintah untuk menjalankan kebijakan2 yang telah ditetapkan, khususnya kebijakan penilaian tanah & informasi nilai tanah yang merupakan kontributor pembangunan yang berkelanjutan, baik dalam perspektif ekonomi, sosial, budaya, maupun lingkungan hidup.
    RATNA YUSMELA SARIE / NIM.10192499 / Smt.VI/Manajemen pertanahan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hampir senada dengan Mbak-mbak cantik di atas, bahwa benar sampai saat ini BPN belum dapat menyediakan peta ZNT berbasis bidang, yang dapat dijadikan acuan dalam penentuan PBB dan BPHTB, oleh karena beberapa alasan yang dianggap krusial terkait valid dan akuratnya data yang ada. Namun ternyata meskipun pengunaan skala peta 1:25.000 masih dianggap terlalu luas, BPN telah ikut berpartisipasi dalam meningkatkan PNBP secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari daerah-daerah percontohan yang telah merealisasikan peta ZNT dalam penentuan tarif berdasarkan PP NO.13/2010, seperti: Kab.Sukoharjo dan Wonogiri serta beberapa kabupaten/Kota lainnya di Provinsi Jawa Tengah yang pad tahun 2011 total pemasukan untuk kedua kabupaten terebut berjumlah 1.7 Miliar. JUmlah ini belum termasuk daerah Banten, DKI Jakarta dan Bali yang sudah mencapai persentasi 100%.
      Jika kita mengestimasi keadaan kedepan saat peta ZNT berbasis bidang telah tercapai dengan menggunakan salah satu sistem yang ada (yaitu sistem penilaian berbasis pasar, fisik atau panawaran), maka dapat dipastikan sumbangsih BPN dalam Pemasukan Negara Bukan Pajak (PNBP) akan semakin besar. Hal ini bukanlah hal yang mudah mengingat ketersediaan SDM dan keterbatasan perlngkapan dan peralatan pendukung pembuatan peta ZNT yang masih minim di banyak daerah. ini sebenarnya merupakan masalah yang sangat kompleks karena dari semua sisi menghadapi kendala. banyaknya kantor pertanahan definitif yang baru tentu saja menjai ekndala tersendiri, karena kebutuhan pejabat struktural mendesak sedangkan staf pendukung semakin berkurang. Belum lagi anggaran yang diperlukan tidaklah sedikit. Volume pekerjaan yang bertambah tidak diimbangi dengan keberadaan SDM yang seimbang juga memperlambat jalannya pemetaan ZNT di sekuruh wlayah yang ditargetkan tahun 2014 rampung.
      adanya fakta di atas, merupakan alasan mengapa BPN harus saling bersinergi dengan Pemda. Ditambah lagi dengan adanya UU No 28/2009, dimana Pemda dituntut untuk segera membuat dasar penetapan PBB dan BPHTB. dengan adanya koordinasi dan kerjasama yang solid dengan pihak Pemda akan sangat memungkinkan percepatan pembuatan peta ZNT. Ini terkait dengan otonomi daerah yang intinya menunjuk pada penyediaan SDM dan Anggaran. Salah satu contoh daerah yang telah melaksanakan kerjasama tersebut adalah Pekalongan. Pemkot Pekalongan meminta kepada BPN untuk dibuatkan peta ZNT dengan anggaran APBD sebesar Rp.200 juta per kecamatan. ini tentu patut di respons positif oleh BPN. Tingkat kepercayaan Pemda sangat tinggi dan membuka peluang untuk tugas BPN sesuai dengan Tupoksi yang sebagaimana Perkaban No.3 dan No.4 tahun 2006. Memang tidak semua dikerjakan oleh BPN, mengingat pekerjaan yang ada di BPN tidak sedikit, oleh karena itulah pemberdayaan pegawai Pemda dianggap perlu. Pelatihan tentang penilaian tanah dapat dilakukan , untuk memberikan bekal pengetahuan dan keahlian. Inisiatif harus ada dari pihak BPN, dan realisasi datang dari Pemda.
      ini ibarat simbiosis mutualisme, tinggal bagaimana BPN, apakah tertantang untuk menindaklajuti dan apakah daerah yang lain ikut termotivasi untuk mengikuti hal yang sama. Semua ini kembali ke Instansi, pendekatan yang intens (dalam tanda kutib), sosialisasi ke Pemda dan keseriusan dengan memfollow up permintaan daerah secara cepat adalah tantangan bagi BPN.

      Hapus
    2. Setuju Banget mBak Nensi...penguatan kapasitas SDM melalui berbagai pelatihan harus dilakukan, agar kebutuhan penilai segera terpenuhi. Untuk itu...secara kelembagaan atau pribadi, saya sudah buka peluang itu...he...he...promosi kali ya.... Selain itu juga ada paket2 pelatihan yg lain...silahkan simak di label PELATIHAN

      Hapus
  4. Peta ZNT yang merupakan produk dari BPN hendaknya segera ditetapkan menjadi dasar dalam menetapkan BPHTB dan PBB. Tetapi untuk mendukung dan mengefektifkan jalannya peta tersebut, sebaiknya diiringi dengan kebijakan yang menjadi payung hukum dalam penetapan tersebut. Selain untuk dasar penetapan BPHTB dan PBB, penilaian juga bermanfaat dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 11 menyatakan bahwa Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai, adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah. Sedangkan dalam butir 14 dinyatakan bahwa Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, lembaga pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.
    Dari pernyataan diatas jelas bahwa BPN menjadi bagian dari penilai tanah. Tetapi juga harus diingat bahwa dalam menilai suatu obyek hak atas tanah memperhatikan berbagai aspek baik penilaian berbasis nilai pasar maupun penilaian yang berbasis nilai non-pasar. Dalam melakukan penilaian berbasis nilai pasar, penilai wajib menggunakan prinsip penggunaan yang tertinggi dan terbaik yang meliputi 4 azas yaitu sebagai penggunaan yang dimungkinkan secara fisik, diijinkan secara hukum, layak secara financial dan menghasilkan pendapatan tertinggi. Sedangkan penilaian berbasis non-pasar meliputi; penilaian fisik, penilaian non-fisik, dan penilaian ekonomi sumber daya alam dan lingkungan (dikutip dari materi perkuliahan penilaian aset). Sehingga diharapkan hasil penilaian yang dilakukan tidak merugikan pemilik tanah (dalam hal ganti kerugian) dan dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan bagi sebesar-besar kemakmuran rakyat serta penerapan BPHTB dan PBB dapat dilaksanakan oleh masing-masing pemerintah daerah diseluruh wilayah Indonesia setelah diterbitkannya Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
    (Nugroho Dewangga / NIM. 10192493)

    BalasHapus
  5. Saya setuju dengan beberapa pendapat teman-teman diatas (Sdr. Lutfi, Sdri. Nisa dan Ratna) melihat bahwa kondisi peta zona nilai tanah yang digunakan sebagai instrumen dalam penentuan besarnya nilai tanah belum layak dan perlu ditinjau kembali untuk dipakai sebagai acuan dalam penentuan PBB dan BPHTB, hal ini dikarenakan melibatkan banyak sektor pemda, kantor perpajakan, BPN, masyarakat maka perlunya upaya koordinasi dan kerjasama yang terpadu perlu dibangun. Disamping itu juga tak kalah pentingnya peran broker/ spekulan tanah dalam memainkan pasar tanah terkait dengan peralihan hak atas tanah, sehingga perlu dihindari nilai tanah tak terkendali . Perlu diingat bahwa faktor penentu dari penilaian tanah daerah satu dengan daerah lain berbeda, yakni penilaian dengan berbasis nilai pasar dengan analisis HBU ( Highest dan Best Use Analysis) dan non pasar yakni fisik, non fisik , sumberdaya ekonomi dan lingkungan ( seperti yang dijelaskan sdr. Nugroho diatas).
    Informasi yang disampaikan dalam peta ZNT Sebagaimana ketentuan dalam Pasal 16 PP 13 tahun 2010 mengenai Pelayanan Informasi Nilai Tanah haruslah benar-benar transparan dan merupakan nilai riil dilapangan, maka dari itu prosedur / mekanisme seorang land appraisel / pejabat penilai tanah haruslah sesuai dengan kriteria yang berlaku dan data yang disampaikan uptodate / terbaru.
    Pada perkembangannya kebijakan fiskal terkait dengan peningkatan PAD di daerah yakni UU No. 34 Tahun 2000 yang ditindaklanjuti dengan PP No. 66 Tahun 2001, kemudian UU No. 28 Tahun 2009 diharapkan guna tercapainya pembangunan berkelanjutan bagi kemakmuran bagi rakyat. Unsur tersebut yang perlu dipenuhi seperti yang dikutip dalam buku Otonomi dan manajemen Keuangan Daerah karya Prof. Dr. Mardiasmo,MBA, Ak. bahwa unruk dipenuhinya desentralisasi fiskal yang diharapkan akan menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreativitas masyarakat dalam pembangunan (keadilan) di seluruh daerah. Kedua memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ke tingkat pemerintah yang lebih rendah. Pentingnya otonomi daerah tersebut juga harus didukung dengan model pemerintahan reinventing government yang salah satu cirinya adalah adanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
    Maka solusi yang dapat diambil terkait dengan penyempurnaan Peta Zona Nilai tanah yakni perlunya pembuatan rezoning untuk kawasan di street level dan area level yang meliputi kawasan pemukiman, pertanian dan kawasan industri / komersial sehingga dapat diidentifikasi dan dianalisis terhadap munculnya nilai baru maupun tidak pada pasar tanah yang diimplementasikan pada peta ZNT dengan skala yang besar ( berbasis bidang bukan berbasis zona). Sehingga berdasarkan identifikasi tersebut dilanjutkan adanya uji rasionalitas didapatkan nilai yang menunjukkan nilai pasar yang sebenarnya dilapangan.
    (HARI SULISTYONO NIM. 10192523 / No. 23 Manajemen Pertanahan)

    BalasHapus
    Balasan
    1. NUmpang Nimbrung ya Mas Harry. ^_^

      Terkait dengan pembuatan instrumen hukum dalam penetapan nilai tanah untuk kepentingan Pajak di daerah, memang benar membutuhkan kontrol dan kerjasama dari semua kalangan, baik pemerintah maupun masyarakatnya (tentu saja termasuk para spekulan, karena mereka juga masuk dalam kategori masyarakat. Dalam Ketentuan disebutkan bahwa dibutuhkan pembuatan peraturan daerah (Perda)untuk menindalanjuti UU 28/2009 selambat-lambatnya satu (1) tahun sejak UU ditetapkan. tahun 2013 memasuki tahun keempat terhitung sejak UU ditetapka. Namun kenyataan di lapangan tidaklah mudah. Target 2014 semakin dekat, tetapi tidak diikuti dengan penyelesaian rancangan Perda oleh masing-masing daerah. Ada berbagai alasan, namun yang paling sering didengar adalah, Pemda telah berupaya untuk merancang Perda, namun adanya asas hukum bahwa peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan di atasnya, akhirnya selalu menjadi bumerang. Akibatnya terjadi kekosongan hukum. Hal ini tentu tidak baik, karena bagaimana pun diperlukan aturan untuk menghandel keadaan sementara.

      Menurut ketentuan, karena pemerintah daerah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari negara kesatuan, dimana adanya desentralisasi tidak berarti pemerintah pusat melepaskan pemerintah daerah begitu saja, tetapi tetap memperhatikan faktor efisiensi dan kesiapan daerah untuk mengelola apa yang belum diatur oleh Pemda. Artinya, peraturan yang sudah ada, selama tidak bertentngan dengan UU tersebut masih dapat diterapkan. Situasi ini menggambarkan bahwa keuntungan adanya otonomi daerah yang diharapkan oleh banyak pengamat, sebagaimana dikutib oleh mas Lutfi di atas, ternyata tidak berbarengan dengan kesiapan daerah untuk menerima otonomi.

      Untuk ZNT sendiri meninggalkan masalah, karena penetapan zona nilai tanah hanya diperuntukkan untuk tanah saja, tidak termasuk bangunan atau benda yang ada di atasnya. jika pembuatan rezoning dilakukan, maka akan semakin memperlambat karena proses penghitungan yang lebih panjang. Selain itu, up dating zona nilai tanah wajib dilakukan. standar waktu harus ditentukan secara tertulis untuk menyesuaikan dengan inflasi dan tingkat suku bunga. Hal lainnya berkaitan dengan sisi keadilan. Bagaimana ZNT ini dapat mengakomodir keadilan bagi pihak-pihak yang berada dalam zona tertentu, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penilaian.

      Hapus
  6. mungkin komentar saya sedikit berbeda dengan temen-temen di atas. saya mencoba mengomentari dari sisi penilaian tanahnya. seorang penilai tanah harus memiliki berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi,politik,antropologi,dan lain-lain. karena penentuan nilai suatu lahan tidak bisa terlepas dari hal-hal tersebut. misalnya suatu bidang di jawa yang dekat dengan sungai akan memiliki nilai rendah dibanding dengan yang jauh dari sungai, tetapi di kalimantan akan bebeda. justru yang dekat dengan sungai lebih tinggi nilainya. hal-hal semacam ini yang perlu di ketahui oleh seorang penilai.
    banyaknya persoalan dari pembuatan ZNT oleh BPN tak bisa di lepaskan dengan SDM di BPN sendiri. BPN belum mampu menyiapan tenaga profesiaonal dalam penilaian tanah. walaupun sekarang telah dilakukan diklat-diklat tentang penilaian tanah rasanya kurang mengena ke sasaran sesungguhnya. karena belajar menjadi penilai tanah bukan suatu yang instant.
    lalu bagaimana dengan profesi penilai tanah yang sudah ada? MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) memiliki pendapat sendiri dengan haln ini. coba di cek di@http://www.mappijatim.or.id/info-penilaian/berlindung-pp-no-132010-bpn-telikung-profesi-penilai.html. disitu mungkin kita dapat melihat apa yang diterjemahkan oleh mereka.

    NAMA TAUFIQUL FAJRI AL MUTAMIMUL ULA
    NIM 10192545
    NOMOR 33
    MANAJEMEN PERTANAHAN

    BalasHapus
  7. Saya tertarik dengan apa yang disampaikan Sdr Taufikul, mungkin kendala dalam melakukan penilaian ZNT (Peta yang masih berskala kecil, masih menggunakan acuan citra, atau sampel yang terlalu sedikit kurang tersebar merata, dsb) akan terbantu dengan diajaknya MAPPI (Masyarakat Profesi Penilai Indonesia) ini menjadi stakeholder seperti PPAT, Surveyor Berlisensi, dll. Waktu makin mendesak (UU No. 28 tahun 2009 dan UU No. 2 tahun 2012) dan tentu saja peta ZNT yang digunakan daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB yang dikeluarkan oleh BPN harus valid dan akurat, masih ada waktu untuk bebenah diri dengan bekerjasama dengan stakeholder yang kiranya akan membantu meningkatkan kualitas produk yang dikeluarkan oleh BPN tentunya....

    ( RAHMATIKA NURDIN NIM. 10192498 Semester VI )

    BalasHapus
  8. Saya setuju dengan pendapat saudara nugroho dewangga, bahwasannya penilai tanah harus memperhatikan aspek-aspek penilaian tanah. Tetapi menurut saya, dalam upaya mengatasi persoalan tersebut, selain perlunya tenaga professional, perlu juga adanya petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis serta koordinasi lintas sektoral yang dapat dijadikan dasar oleh semua instansi yang terkait, sehingga Peta zona nilai tanah yang dibuat dapat dipakai oleh semua kalangan.
    (Basroni Ahdy / NIM. 10192517 / Smt. VI / Manajemen Pertanahan)

    BalasHapus
  9. Kawan2 yg baik, tampaknya persoalan penilaian menjadi hal yang sangat penting bagi eksistensi BPN ke depan, disamping memang untuk menjawab kebutuhan. Seperti yg disampaikan Taufikul yg didukung Rahmatika, tampaknya secara umum BPN blm berhasil menghasilkan SDM yg kualified di bidang penilaian. Nah, merespon itu....STPN yg juga sudah mendapat respon Direktorat Survei Potensi, untuk membuka Prodiksus Penilaian Tanah.....bagaimana pendapat kawan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangka Panjang; rasanya aneh Pak yang melakukan pendaftaran juga turut melakukan penilaian, apakah tidak lebih baik diberikan kepada pihak yang independen? Toh tugas BPN seperti digitalisasi produk BPN yang lama melalui GeoKKP juga blm final, pendaftaran bidang-bidang tanah juga baru beberapa puluh persen, kalau tidak fokus... dan bercabang dua atau bercabang banyak, apakah malah ndak selesai tuh tugas pokoknya..

      Hapus
    2. Memang bidang penilaian tanah nampaknya akan menjadi primadona kegiatan BPN ke depannya Pak, mengingat begitu besarnya kepentingan daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui PBB dan BPHTB. Namun kembali lagi pada realita yang telah diungkapkan oleh Bapak dan teman2 sebelumnya bahwa SDM di BPN belum memadai untuk melaksanakan tugas tersebut.
      Saya kurang sependapat dengan rekan Lutfi dan Tirta yang lebih memprioritaskan kegiatan pendaftaran tanah dan mengesampingkan kegiatan penilaian tanah. Menurut saya pendaftaran tanah dan penilaian tanah harus sama-sama dijalankan, karena telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Saya lebih condong pada upaya untuk peningkatan SDM BPN bidang penilaian tanah. Apalah artinya kita memaksakan untuk mengejar target 2014 selesai akan tetapi hasil yang diperoleh tidak valid dan menimbulkan permasalah baru?
      Jadi saya rasa rencana STPN untuk membuka Prodiksus Penilaian Tanah merupakan langkah sangat baik bagi peningkatan SDM BPN di bidang penilaian tanah. Dengan begitu maka tugas penilaian tanah akan dapat dilaksanakan dengan baik dan bermanfaat bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan bangsa kita.
      Bukankah orang bijak pernah berkata, Jika sesuatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
      ACHMAD TAQWA AZIZ
      NIM. 10192473/MANAJEMEN

      Hapus
    3. Betul kata sdr. Aziz bahwa kedepan bidang penilaian tanah akan menjadi salah satu primadona selain program2 BPN lain seperti Larasita, konsolidasi tanah, dll, tetapi jika melihat kembali program2 BPN yang kebanyakan hanya berdasar pada kondisi di Pulau Jawa, apakah para pejabat BPN juga pernah melakukan riset2 utk kondisi diluar pulau jawa, terkadang kami di luar jawa dalam melaksanakan program2 hanya sebatas formalitas belaka.
      Peta Zona Nilai Tanah seperti yang diketahui ada kelebihan dan kekurangan, oleh karena itu selain bekerja sama dg stakeholder yang terkait, perlu adanya sosialisai kepada masyarakat, karena hasil segala sesuatu adalah untuk rakyat. Yang jadi pertanyaan sudah siapkah masyarakat dengan perubahan NJOP bila nilai dan potensi tanahnya terindikasi dengan baik? Bagaimana dengan para spekulan-spekulan tanah terkait terbukanya informasi nilai dan potensi tanah? Bagaimana jika masyarakat malah tergerak untuk menjual tanahnya tersebut yang berada dalam zona yang nilai tanahx tinggi daripada memanfaatkan tanah sebagai sumber kemakmurannya? atau masyarakat tidak menjual tanahnya tapi keberatan dengan pembayaran PBB,BPHTB karena minimx sample yang diambil dalam 1 zona bukan tidak mungkin secara ZNT nilainya tinggi tapi realita dan harga pasar jauh dibwah karena kondisi tanah yang relatif kurang stabil, sepert di Merauke yang kondisi banyak rawa-rawa, misalnya dalam 1 zona pengambilan sample hanya di depan, yang harganya tinggi padahal di bagian belakang banyak rawa-rawa.
      jadi saran saya masyarakat juga perlu dilibatkan dan mengetahui/mempunyai gambaran mengenai program ini. bukankah negara kita adalah negara demokrasi.
      WILLIANY FLORANCE ALFONS
      NIM. 10192510/MANAJEMEN

      Hapus
    4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

      Hapus
    5. "Memang bidang penilaian tanah nampaknya akan menjadi primadona kegiatan BPN ke depannya Pak, mengingat begitu besarnya kepentingan daerah dalam meningkatkan pendapatan daerah melalui PBB dan BPHTB. Namun kembali lagi pada realita yang telah diungkapkan oleh Bapak dan teman2 sebelumnya bahwa SDM di BPN belum memadai untuk melaksanakan tugas tersebut.
      Saya kurang sependapat dengan rekan Lutfi dan Tirta yang lebih memprioritaskan kegiatan pendaftaran tanah dan mengesampingkan kegiatan penilaian tanah. Menurut saya pendaftaran tanah dan penilaian tanah harus sama-sama dijalankan, karena telah diamanatkan oleh Undang-Undang. Saya lebih condong pada upaya untuk peningkatan SDM BPN bidang penilaian tanah. Apalah artinya kita memaksakan untuk mengejar target 2014 selesai akan tetapi hasil yang diperoleh tidak valid dan menimbulkan permasalah baru?"

      sejak awal pada pernyataan di atas, saya mengatakan bahwa melakukan penilaian tanah, hingga menghasilkan produk peta ZNT tidaklah mudah. Namun, saya tetap optimis jika BPN suatu saat nanti bisa menghandl.Tapi kita ketahui ada masyarakat penilai tanah yang sudah ada sebelum adanya amanat kepada BPN dan telah melakukan penilaian yang hasilnya dapat dikatakan bernilai "istimewa".Saya cenderung setuju dengan mbak Nurdin bahwa BPN dapat bekerjasama, dengan masyarakat penilai: hingga menghasilkan ZNT yang lebih baik dari sekarang. Dengan waktu yang mendesak sekarang, diklat2 tidak akan mendongkrak kualitas, karena masalah penilaian bukan masalah ilmu dan teori saja, tetapi pengalaman. Menaksir harga itu tidak mudah, apalagi nantinya akan dijadikan dasar pendapatan negara, untuk ganti rugi tanah dsb. Apakah nanti malah bukan menjadi bumerang ketika produk itu dijadikan patokan tetapi kemudian malah menjadi delik pidana>>
      Jika kita mau mengejar produk kita dapat digunakan sebagai acuan dalam waktu dekat, seyogyanya BPN mau membagi pekerjaan, sambil belajar untuk mengontrol dan mengawasi atau memonitoring hasil dari penilai independen. STPN pun dapat membuka prodiksus untuk mempercepat "melek" ilmunya. Karena masalah PBB itu rumit, seperti kata teman saya yang ada di Depkeu: "Kami senang akhirnya masalah PBB akhirnya lepas dari kami (Depkeu) karena masalah PBB itu sangat memusingkan." jadi, saya setuju dengan "Bukankah orang bijak pernah berkata, Jika sesuatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya." :)

      Hapus
    6. Jadi antara saya,rekan lutfi dan rekan willy ada satu poin kesepakatan bahwa peningkatan SDM BPN bidang penilaian tanah perlu untuk diprioritaskan. Mengenai teknis pelaksanaan penilaian tanah yang telah berjalan sekarang, saya seteju memang sebaiknya melibatkan praktisi dan kalangan profesi penilai tanah agar dapat diperoleh produk nilai tanah yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan... itulah maksud pepatah
      "Jika sesuatu urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya"

      Hapus
    7. STPN akan membuka prodiksus penilaian tanah dalam rangka peningkatan kualitas SDM pertanahan di bidang penilaian tanah,, saya sangat setuju dengan langkah ini Pak. karena selama ini pelatihan tentang penilaian tanah pelaksanaannya sebentar dan hanya teori sehingga tidak terlalu mendalami. harapan kedepan dengan adanya prodiksus ini,, pemberian materi tentang penilaian tanah dan pelatihan di lapangannya akan lebih fokus dan terarah.. ^0^
      (Tin Mutoharoh/10192546/Manajemen)

      Hapus
    8. sudah larut, tapi mohon izin berpendapat Pak.
      Secara Pribadi saya mendukung adanya Prodiksus penilaian tanah. walau menurut saya, alasan SDM itu adalah alasan klise. kekurangan SDM bukanlah kendala yang baru dihadapi sekarang, tapi jauh sebelun reformasi itu sudah dihadapi. Tetapi adanya masyarakat yang dinamis dan kebutuhan yang smakin urgent akibat perkembangan masyarakat yang menuntut pelayanan prima di kalangan pelayan publik adalah sesuatu yang harus direspons secara cepat.

      Bentuk dukungan akan adanya prodiksus ini sebenarnya meninggalkan pertanyaan, siapa yang akan menjadi pesertanya, darimana, apa kompetensinya, bagaimana peran mereka dalam penilaian tanah, dan adakah ketentuan-ketentuan yang mengikat peserta terkait tugasnya nanti sebagai penilai tanah??????

      Alasan saya mempertnyakan ini, jika kedua rekan saya meminjam pepatah "Jika sesuatu urusan diserahkan paa yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya" maka saya lebih memilih menggunakan ungkapan terkait itu yaitu : the right men in the right place"..

      Semoga bisa disikusikan,,.... terimakasih

      By. Nensi M Juliana
      NIM.10192491/ Manajemen

      Hapus
    9. Betul Mas Luthfi....kayaknya spesialisasi lebih tepat ya...tapi harus diingat, pembina hrs lebih tau dengan yang dibina dlm hal 'knowledge'nya. misal, PPAT kan pembinanya BPN, nah SDM di BPN harus ada yg paham betul ttg kePPAT-an. begitu juga untuk penilaian. ZNT produk BPN, Lembaga Pengadaan Tanah juga BPN, tetapi penilaian tanah diserahkan pada Penilai Independen...nah disini, tetap SDM BPN yg expert dlm penilaian tanah mutlak diperlukan.Tidak harus melakukamn penilaian secara individual, tetapi melakukan penilaian utk ZNT sekaliguis monitoring hasil penilaian pihak lain untuk kepentingan pengadaan tanah.....utk pertanyaan Nensi.....sedang dimatangkan oleh Tim, silahkan dibantu dg gagasan cerdas anda...thank

      Hapus
  10. Saya setuju dengan pendapat teman2 bahwa peta ZNT belum dapat dijadikan acuan pajak BPHTB dan PBB. Saya lebih tertarik mengomentari mengenai ke-valid-an harga tanah yang ditampilkan ZNT yang dikatakan diperoleh dari harga pasar. Jika kita menempatkan diri sebagai petugas lapangan yang melakukan survei untuk penilaian tanah dengan prosedur seperti yang dilakukan BPN, tidak jarang kita akan menemui kesulitan untuk mendapatkan keterangan mengenai harga pasar yang sebenarnya melalui wawancara, kesediaan pihak yang bertransaksi untuk secara jujur menyampaikan harga transaksi yang sebenarnya dalam survei terkadang diragukan. Pencarian sample di lapangan juga tidak mudah, jika sudah terbentur dengan kendala tersebut kebanyakan teman2 cenderung melakukan estimasi yang kasar terhadap nilai tanah tersebut.
    Padahal informasi mengenai nilai tanah merupakan hal yang penting, karena menjadi acuan kebijakan dalam pelaksanaan program pertanahan seperti pemberian ganti rugi dalam pengadaan tanah, konsolidasi tanah, termasuk acuan penentuan PBB dan BPHTB yang belakangan ini menjadi ulasan yang hot.

    Mengingat pentingnya informasi mengenai harga tanah, maka menilai tanah bukan hanya cukup dengan inventarisasi data transaksi melalui wawancara di lapangan tapi butuh keseriusan untuk memperhitungkan aspek lain.
    Bagaimana menurut teman2? Apakah memungkinkan jika dibuat suatu formula atau rumus untuk menentukan nilai tanah berdasarkan kriteria yang dibuat BPN dan dapat diaplikasikan untuk seluruh wilayah Indonesia???

    Mungkin diantara teman2 ada yang berhasil menciptakan, sehingga dapat memberi pencerahan bagi persoalan yang menyangkut nilai tanah...ayo STPN,kita bisaaa...!!!hehe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagaimana menurut teman2? Apakah memungkinkan jika dibuat suatu formula atau rumus untuk menentukan nilai tanah berdasarkan kriteria yang dibuat BPN dan dapat diaplikasikan untuk seluruh wilayah Indonesia???
      Memungkinkan mbak Lumaya: tidak ada yang tidak bisa dijadikan formula,,,, :D

      Hapus
    2. Sebuah ide yang bagus dari rekan Lumaya...saya pikir sangat mungkin untuk direalisasikan...

      Hapus
  11. Lembaga Penilai Harga Tanah adalah Lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah dalam rangka menilai harga tanah yg akan dibebaskan untuk kegiatan pengadaan tanah. Hal ini dimuat dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 dan secara teknis hasil penilaian tersebut harus mendapatkan kesepakatan pemilik bidang tanah (Walaupun sampai saat ini belum ada Lembaga penilai tanah dan asset pertanahan yang kompeten, profesional, dan adil).
    Sementara BPN pada dasarnya Instansi Pemerintah. Instansi ini pemegang administrasi seluruh tanah di negara RI. Atau lebih kerennya BPN adalah Raja/penguasa tanah di negeri RI. Namun mengikuti perkembangan jaman, aturan dalam BPN sebenarnya sudah sangat layak untuk di revisi dan di sesuaikan.
    Lembaga Penilai merupakan Lembaga yang membutuhkan multi instansional/sektoral baik pemerintah maupun swasta. Termasuk BPN. Data-data, keilmuan dan logika-logika dari instansional sangat membantu dalam membangun pendapat. Pendapat itu berdasarkan dari fakta bukan dari semata-mata pencitraan Lembaga Penilaian saja. BPN tidak mempunyai kewenangan dalam menilai tanah dan BPN tak layak di jadikan pesaing bagi Lembaga Penilai. Lembaga Penilai di negara RI ini relatif baru. Bersaing dengan BPN adalah kesalahan, yaitu dapat menyulitkan bagi profesi Penilai dan BPN dalam melakukan penyesuaian dalam penilaian properti (tanah).
    Jayalah BPN, berkibarlah Penilai !!! (Agus Andy Hariyanto/10192474/Manajemen/VI)

    BalasHapus
  12. Setuju pak, menurut hemat saya intinya adalah ;
    1. Benahi dulu Peta Dasar Pendaftaran. Kan dengan peta itu banyak hal yang bisa dikerjakan dan bisa menjadi rujukan yang bermanfaat.
    2. Perjelas dan pertegas lembaga yg memiliki otorita dalam hal penilaian tanah, Terlalu banyak lembaga penilai, toh hasilnya pasti berbeda-beda juga. Mau pilih yang mana? Pasti mereka mempertahankan hasil penilaiannya masing2.
    3. Matangkan dulu keilmuan calon-calon penilai. Saya setuju dengan pendapat saudara Taufikul bahwa diklat-diklat penilaian tidak efektif dengan waktu yang instan, jadi perlu prodiksus supaya ilmunya lebih mengena.
    4. Perlunya kejujuran dari masyarakatnya sendiri, karena terkadang kendala-kendala yang paling sering ditemui oleh penilai adalah ketidakjujuran masyarakat pemilik tanah yg berdampak sistemik bagi hasil penilaian. Bahkan bisa merugikan keuangan negara.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pendapat saudara sawal diatas kiranya merupakan saran bagus untuk mengatasi beberapa kendala pemetaan zona nilai tanah yang umumnya terjadi di daerah. Di Provinsi Bengkulu misalnya, kendala pemetaan Zona nilai tanah, dari tahun ke tahun mengalami hal yang sama :
      1. Citra untuk zoning awal kurang detail , buram. Mungkin memang benar karena pendapat penulis diataa, karena citra yanh digunakan oleh BPN terlalu kecil.
      2.semakin jauh daerah survey dari pusat kota, transaksi jual beli tanah jarang terjadi bahkan tidak ada.
      3. Kebanyakan masyarakat, sama dengan yg diutarakan oleh saudara Sawal, tidak jujur saat memberikan data transaksi tanahnya dan pajak.
      Selama ini untuk para petugas penilai tanah di provinsi bengkulu, telah berusaha mengatasinya dengan cara -cara sederhana, seperti sengaja datang bukan sebagai seorang petugas penilai, tetapi awam yang ingin membeli tanah, untuk mendapatkan harga transaksi yang sesungguhnya.
      Senada dengan pendapat saudara Sawal pula, bahwa diklat-diklat pelatian pembuatan maupun updating Zona Nilai Tanah telah rutin di selenggarakan oleh BPN di seluruh Indonesia, akan tetapi memang tidak efektif karena keterbatasan waktu dan para peserta yang kebanyakan memang bukan berbekal basic keilmuan tentang ini dan tidak memiliki konsentrasi pekerjaan dalam bidang penilaian tanah.
      Sehingga, ketika usulan dari bapak Sutaryono mengenai pembukaan prodiksus penilai tanah muncul, saya sangat menyetujui usulan itu. BPN memerlukan banyak sekali profesional dalam bidang Land Value ini, pencetakannya pun tentu dibutuhkan banyak tenaga ahli pengajar di bidang ini yang akan menjadi PR awal sebelum dibukanya prodiksus.
      Semoga cita-cita besar BPN ini terwujud, dan penggunaan Peta Zona Nilai Tanah yang di kerjakan BPN dapat memiliki manfaat yang sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat,

      Dita Ika.
      DIV Pertanahan. Sem I
      14232842
      Kelas B

      Hapus
  13. Kalau saya lebih tertarik untuk menyelesaikan Pekerjaan Rumah BPN RI yang udah hampir 53 tahun belum juga tuntas, yakni pendaftaran tanah. Dari seluruh bidang tanah yang ada di Indonesia baru 35 persen atau 24,045 juta bidang tanah yang bersertifikat (dipetakan). Pertanyaannya Bagaimana Mau Menjawab tantangan Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) Berbasis bidang tanah, sementara basis data bidang tanah yang berasal dari data persil (Peta Pendaftaran Tanah), belum semua bidang tanah terpetakan.
    Ketika semua Program BPN RI seperti : Larasita, PRONA, SIMTANAS, LMPDP, One Day Service, KKP, dab GeoKKP, yang outputnya merupakan pelayanan pertanahan mengenai legalisasi asset, berbenturan dengan Kesibukan Pembuatan Peta ZNT, mana yang lebih dulu di prioritaskan? Belum lagi dengan program Konsolidasi Tanah yang semangat Di Doktrinkan Oleh Bapak Oloan Sitorus, Untuk itu Tentunya Semua Program ini merupakan tantangan bagi kita semua, Apakah kita sebagai generasi penerus BPN Di Masa Depan Sanggup atau tidak? tetap harus kita emban demi kewibawaan Lembaga Kita Badan Pertanahan Nasional.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mas Tirta, PR kita masih sangat banyak....tetapi jgn hanya sibuk menyelesaikan PR kita ttg pendaftaran tanah yg ga beres2...tetapi juga merespon perkembangan dan kebutuhan bidang pertanahan di luar PT. tidak hanya penilaian tanah, tetapi juga penyelesaian sengketa......maka ayo semangat, agar bisa berkontribusi untuk bereskan pekerjaan BPN secara lebih baik, cepat & paripurna

      Hapus
    2. Tertarik dengan apa yang disampaikan oleh bapak Tirta, namun di sini kita melihat sejak tahun 2006 dengan terbentuknya direktorat potensi tanah pada BPN. Awal mulanya tujuannya untuk meningkatkan nilai PNBP. Namun seiring dengan perkembangan waktu, kiprah BPN sudah cukup jauh dengan menghasiilkan peta ZNT dengan acuan pendekatan harga pasar. Didukung dengan keluarnya UU terbaru yang menyatakan bahwasanya acuan dari pembayaran pajak harus berbasis harga pasar sedangkan peta yang ada sekarang pada dirjen pajak umumnya masih belum berbasis harga pasar. Maka keadaan inilah yang membuat BPN mau tidak mau secara langsung maupun tidak terlibat dalam perkembangan ZNT kedepan. Sehingga hal ini tidak mungkin dihindari.

      Memang benar, persoalan sekarang manakala BPN ingin mengiprahkan sayap dengan memberikan output peta ZNT yang berkualitas maka petanya sebaiknya berbasis kadaster. Sedangkan program 'One Map One Policy' pun belum selesai. Yang seharusnya program tersebut telah terbentuk dgn baik lebih dahulu kemudian melakukan pembuatan peta tematik seperti ZNT berbasis kadaster akan lebih mudah. Namun kembali lagi, karena kondisi yang ada sekarang yang mengakibatkan keduanya berjalan bersamaan. Manakala BPN ingin serius atas program ini perlu adanya peningkatan SDM dan pembuatan Peta dengan skala lebih besar. sedangkan jikalah BPN hanya statis pada permasalahan pendaftaran tanah memang kita sadari bahwasanya masih banyak masalah yang perlu dibenahi. Namun yang namanya masalah akan selalu ada dalam kehidupan. Karena dengan adanya halangan atau permasalahan tersebut akan menuntut kita untuk perbuat lebih baik lagi. Seperti riwayat yang pernah saya dengar manakala permasalahan pertama selesai tentu akan datang permasalahan berikutnya. Karena tidak akan selesai2 di dunia ini membuat kita sibuk kecuali diakhiri dengan kematian..

      Wollohu'alam...

      Rezha Abdullah
      Diploma IV Pertanahan
      semester I tahun 2014
      kelas B
      NIM 14232862

      Hapus
  14. Mengenai akan didirikannya prodiksus penilai tanah di STPN, saya sangat setuju pak. Di dalam Pasal 12 ayat (4) Perkaban Nomor 4 Tahun 2006 disebutkan bahwa salah satu tugas Seksi Survei Potensi Tanah adalah melakukan pembinaan teknis terhadap pejabat penilai tanah. Yang perlu digarisbawahi pernyataan ini adalah kata-kata “pembinaan”. Agar bisa membina, tentunya pengetahuan yang dimiliki juga harus lebih mendalam daripada pihak yang akan dibina sehingga menurut pendapat saya perlu diadakan pendidikan khusus tersebut bagi aparatur BPN, yang kelak bakal menjadi generasi penerus BPN, mengenai penilaian tanah agar ilmu pengetahuannya lebih mendalam lagi.
    Selain itu, berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2012, BPN merupakan instansi yang berwenang untuk mengeluarkan lisensi bagi penilai tanah yang akan melakukan penilaian dalam rangka pemberian ganti kerugian bagi pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Hal ini menjadikan perlunya semacam pendidikan khusus bagi para kader-kader BPN mengingat kewenangan mengeluarkan lisensi tersebut bukan merupakan kewenangan yang sembarangan.
    Wido Rekno NIM.10192549/Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  15. Menurut saya memang sangat pnting dilakukan perbaikan dan penyempurnaan ttg pembuatan peta znt bpn,karena slama ini yg saya tau untuk menentukan nilai tanah mash mengacu pada peta PBB,pdhal peta trsebt jg blum bsa akurat dgunakan,seperti ktka saya dkntr dlu penilaian tnah untk mentkan njop obyk pjak antara tmpat yg brbda dinilai dg hrga yg sama pdahal sarana dan aksesx jg brbda,hal ini tentu sja sgt merugikan baik untk pmilik tnah maupun negara..ttp peta znt mlik bpn jg hrus dsempurnakan seperti yg diuraikan bpak diatas agar dalam pelaksanaanx hasilx dapt dpertanggungjawbkan...

    (VIVIN IKA PRASETYANA NIM. 10192508 SEMESTER VI)

    BalasHapus
  16. saya sependapat dg mbak wido,yaitu SETUJU kalau nantinya akan ada prodikus penilaian. Tetapi sebaiknya juga dilakukan penambahan SDM yang berkualitas, untuk menambah tenaga di kantor serta mengisi kekosongan pegawai yang ikut program tersebut. Pegawai yang ikut prodikus tersebut diharapkan benar2 mau belajar, dan jujur. mengapa saya setuju? karena penilai yang ada di Indonesia jumlahnya sedikit. penilai yang saya maksudkan adalah seperti yang tertera pada Peraturan Pelaksana UU 2/2012, yaitu Perpres 71/2012 ttg Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Pasal 1 butir (11),"Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai,adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik Penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari BPN untuk menghitung nilai/harga Objek Pengadaan Tanah". Kalau menilai asal-asalan, anak SD pun tahu. Prodikus tersebut tentu saja pengajarnya juga harus profesional yang mengerti bidangnya. Jadi, pengajarnya ada yang berasal dari penilai yang profesional, dari BPN yang paham tentang nilai tanah, dan dari Menkeu yang paham ttg pajak.

    Selama ini yang membuat peta ZNT, banyak yang belum memiliki kualifikasi yang memadai yang sesuai Perpres tersebut, sehingga hasilnya kurang bermanfaat, padahal dana yang telah digelontorkan tidaklah sedikit (amat sangat besar), sehingga terkesan sia-sia, karena basisnya bukan bidang... sebaiknya kita membuat kerjasama dengan penilai tanah,untuk membantu menilai tanah, sementara, sampai nantinya tercetak penilai tanah hasil prodikus yang mampu menilai tanah dengan basis bidang dengan hasil yang berkualitas yang telah mempunyai lisensi dan ijin praktik. kalau cuma pegawai biasa yang menilai tanah tanpa ada lisensi dan ijin praktik,apa tidak melanggar UU maupun Perpres?? kita merasa seperti disudutkan oleh rimba peraturan... =.=

    Walaupun demikian, janganlah kita (BPN) hanya terfokus pada ZNT. Terus lanjutkan kegiatan yang lainnya sesuai dengan tupoksi. kalau perlu kita mencari cara dan solusi bagaimana mempercepat pelayanan pertanahan dengan hasil yang berkualitas dan optimal. Oh ya pak, mungkin ada cara yang bisa kita terapkan pada saat Panitia A/satgas yuridis ke lapangan untuk mengisi DI 201, mungkin tidak ada salahnya juga membawa dan mengisi form isian (yang ada 14 kriteria seperti yang pak senthot ajarkan)di lembar terpisah seperti pada waktu kami ikut PKL penatagunaan tanah dulu. Kan basisnya bidang juga, buat jaga-jaga kalau Direktorat Survei Potensi menginginkan data dengan segera.menurut saya itu lebih efektif.



    BalasHapus
  17. Penerapan peta ZNT sebagai dasar penentuan besarnya pajak PBB dan BPHTB sangatlah baik. Hal ini sesuai amanah PP. 13/2010 tentang PNBP di BPN RI dimana didalamnya mengatur mengenai peta ZNT. Mengenai masih banyaknya kekurangan yang ada saat ini,bukanlah menjadi hambatan guna penyempurnaan peta ZNT mendatang.
    Banya manfaat dari peta ZNT jika diaplikasikan dalam penentuan PBB dan BPHTB. Manfaat pertama bagi pemda,dapat meningkatkan PAD dan mengurangi angka kehilangan pajak potensial dari sektor pajak. Hal ini karena dengan peta ZNT maka pemda memiliki standar baku mengenai data nilai tanah. Manfaat kedua bagi masyarakat yaitu terciptanya suatu keadilan dalam penentuan pajak yang harus mereka bayarkan,dan masih banyak manfaat lainya.
    Sebagai badan yang mengurusi masalah pertanahan,mau tidak mau BPN akan berhubungan dengan nilai tanah. Hal ini mengndung konsekwensi moral bahwa pembuatan peta ZNT oleh BPN menjadi suatu keharusan. Jika kita cermati peta ZNT ynag ada pada saat ini belum begitu baik maka keepan diharapkan akan tarus mengalami paerbaikan - perbaikan. Pembuatan peta ZNT juga melibatkan berbagai sektor mengingat manfaatnya juga dapat digunakan oleh sekto lain diluar BPN.
    Kiranya niat baik kita untuk memajukan bangsa ini dapat kita wujudkan melalui pembuatan peta ZNT yang baik. peta ZNT yang baik kita ikut juga dalam mensejahterakan bangsa....!!

    Khabib Surachman
    10192527/manajemen

    BalasHapus
  18. Saya setuju dengan pendapat sdr. Tirta Wijaya. Terutama untuk daerah-daerah luar jawa urusan sertipikasi saja belum bisa dikatakan berhasil. Masih banyak sekali tugas yang harus diselesaikan, belum lagi peningkatan SDM untuk peningkatan pelayanan pertanahan yang lama harus lagi dihadapkan dengan peningkatan SDM pelayanan pertanahan yang baru. Memang bidang Pertanahan sesuai dengan yang dimandatkan oleh Perpres 10/2006 menyelenggarakan kebijakan dan pengelolaan pertanahan secara nasional, regional dan sektoral termasuk di dalamnya dalam hal pelaksanaan survei dan pemetaan potensi tanah. Beberapa persoalan yang mendasar terkait dengan nilai dan penilaian aset tanah adalah sebagai berikut:
    1. Belum adanya sistem Penilaian Nilai Total Aset Pertanahan yang mampu berperan sebagai indikator kemakmuran dan sebagai bagian dari mekanisme pencegahan dan pengurangan Sengketa melalui penilaian yang adil.
    2.Belum adanya sistem penilaian tanah yang mencerminkan nilai atau harga pasar nyata dan keadilan dalam memperoleh “penilaian “ secara obyektif dan transparan.
    Dihadapkan kedua permasalahan mendasar diatas muncul sebuah konsep mengenai Peta Zona Nilai Tanah. Peta ini akan menampilkan informasi mengenai potensi dan nilai tanah di suatu wilayah sebagai kebutuhan dan rujukan nasional. Permasalahannya sudah mampu atau belumkah kita sebagai penerus BPN kedepan untuk memenuhi tantangan baru ini. Beberapa waktu yang lalu sewaktu saya berbincang dengan pegawai BPN yang tidak perlu disebutkan namanya mengatakan bahwa penyelesaian tugas BPN terkait sertipikasi saja belum beres, bagaimana mungkin mampu melaksanakan sesuatu yang baru seperti penilaian tanah. Dimana penilai membutuhkan keahlian tertentu. Menurut pendapat saya bukannya pesisimis tetapi akan lebih baik apabila sertipikasi dulu ditingkatkan kualitasnya seIndonesia bukan hanya di Jawa saja, Peta Pendaftaran dibenahi sehingga pembuatan peta zona nilai tanah bisa berbasis persil dan langsung link dengan pemilik tanahnya.
    Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2010 pasal 16 ayat 1, sudah mengamanatkan BPN untuk melakukan penilaian tanah dalam hal ini membuat peta Zona Nilai Tanah (ZNT). Jika amanat itu tidak dilaksanakan, maka BPN juga bersalah. Tetapi hal ini juga harus didukung kualitan SDM. Jumlah SDM di Pemerintahan khususnya BPN tentu sangat terbatas, sehingga sangat diperlukan adanya saling kerjasama, saling dukung mendukung antara pemerintah (BPN) dengan profesi penilai dalam hal ini MAPPI dan dukungan dari pemerintah daerah. Penilaian tanah oleh BPN semoga tidak hanya menjadi mimpi dan semoga tidak hanya menjadi kenyataan yang nantinya akan menjadi bumerang bagi BPN sendiri karena penilaian tanah terkait pendapatan daerah, pendapatan negara dan agar tidak disalahgunakan oleh spekulan tanah.
    (WERRY PUSPITASARI NIM. 10192509 SEMESTER VI)



    BalasHapus
  19. Banyaknya produk-produk baru yang dikeluarkan oleh BPN (seperti halnya yang dikatakan oleh Saudara Tirta), akan tetapi jika produk yang dikeluarkan oleh BPN masih sekitar ruang lingkup BPN artinya mencari solusi soal permasalahan-permasalahan yang timbul terkait pertanahan boleh saja dan akan didukung sepenuhnya, tetapi jika muncul produk baru dan menimbulkan permasalahan baru buat apa dilanjutkan. Menurut saya, dengan adanya ZNT yang kemudian akan diarahkan untuk membantu dalam acuan penilaian tanah dalam penentuan PBB dan BPHTB justru akan menimbulkan polemik-polemik baru seperti yang diungkapkan olek Bapak Sutaryono... Saya setuju dengan beberapa teman yg mengungkapkan bahwa sepertinya kita lebih fokus pada bidang pertanahan, seperti perbaikan SDM, memecahkan solusi-solusi sengketa yang banyak terjadi, memperbaiki pelayanan pertanahan yang ada seperti kita ketahui sudah adanya sistem GeoKKP saat ini. Mengapa saya katakan demikian, karena pada kenyataannya SDM di kantor pertanahan masih kurang hal ini dibuktikan dengan banyaknya kantor pertanahan yang memperbantukan tenaga honorer karena sebagai pegawai BPN masih ada yang tidak bisa menggunakan teknologi, nah sebaiknya ada pelatihan-pelatihan untuk para pegawai BPN agar bisa menggunakan aplikasi GeoKKP... Memang tidak ada salahnya mengembangkan diri agar menjadi lebih baik sehingga dimunculkan hal-hal baru agar BPN menjadi lebih baik seperti ingin diadakannya Prodikus Penilaian Tanah, mungkin dengan adanya prodikus tersebut wawasan dan pengetahuan kita semakin luas dan menjadikan SDM-SDM di BPN jauh lebih baik, tetapi tidak ada salahnya dari hal-hal yang kecil dulu juga diperbaiki seperti yang sudah saya ungkapkan diatas. Yang penting tetap pada porsinya bahwa BPN adalah lembaga pemerintahan yang ada untuk membantu persoalan-persoalan tanah, jadi menurut saya ya fokus dulu saja, biarkanlah persoalan penilaian tanah diberikan pada yang ahlinya... Intinya adalah sebagai pegawai BPN kita mengabdi untuk membantu melayani masyarakat agar terwujud keadilan dan kesejahteraan masyarakat......
    (MAHENGGAR PAULINA P/ NIM. 10192483/ MP/ SEMESTER VI)

    BalasHapus
  20. Munculnya berbagai macam persoalan di lapangan akibat penggunaan peta ZNT produk BPN untuk penetapan PBB dan BPHTB menunjukkan bahwa peta ZNT tersebut belum siap dan belum layak digunakan sebagai dasar penetapan PBB dan BPHTB. Fakta tersebut menuntut untuk terus dan harus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap peta ZNT produk BPN. Peta ZNT yang dibuat hendaknya berbasis persil dan betul-betul menunjukkan nilai tanah yang sebenarnya. Apabila dibandingkan dengan peta ZNT buatan Kantor Pajak yang berbasis bidang, maka peta ZNT produk BPN masih terlalu kasar karena basisnya adalah zona dan skala yang digunakan terlalu kecil sehingga informasi yang disampaikan menjadi tidak detail.
    Sebagaimana kita ketahui bahwa tugas BPN adalah melaksanakan pendaftaran atas seluruh bidang tanah di Indonesia (pasal 19 UUPA). Pendaftaran tersebut dilakukan pada setiap bidang tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Berdasar hal tersebut, maka dalam pembuatan peta ZNT sebaiknya juga dengan melakukan pendataan pada setiap persil, bukan dengan sampel pada tiap-tiap zona. Misalnya dengan melakukan pendataan bersamaan dengan saat penyelidikan riwayat tanah. Mengingat peta ZNT mengandung informasi berupa nilai/angka yang sifatnya sensitif (seperti yang disampaikan Sdri. Ratna) dan cenderung mengalami perubahan dari tahun ke tahun, maka selain dibuat dengan basis bidang juga harus senantiasa dilakukan updating terhadap peta ZNT tersebut.
    Saya setuju dengan rencana STPN untuk membuka Prodiksus Penilaian Tanah. Langkah tersebut merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas SDM BPN di bidang penilaian tanah. Dengan prodiksus tersebut diharapkan akan menghasilkan SDM yang kualified di bidang penilaian dan peta ZNT yang dihasilkan pun dapat memberikan hasil yang bermanfaat dan dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu juga diperlukan kerja sama dengan instansi pemerintah untuk mendukung terwujudnya peta ZNT dengan informasi yang benar-benar transparan dan sesuai dengan nilai riil di lapangan.
    SITI NURHAYATI
    10192544/Manajemen Pertanahan

    BalasHapus
  21. Kok komentarnya sudah keluar dari konteks?

    Kembali ke masalah pokok, menurut saya penerapan peta ZNT sebagai dasar penentuan besarnya pajak PBB dan BPHTB memang baik. Hal ini sesuai amanah PP. 13/2010 tentang PNBP di BPN RI dimana didalamnya mengatur mengenai peta ZNT.
    Namun perlu di kaji kembali terhadap peta ZNT yang telah dproduksi oleh kantah di daerah dalam hal kualitas data yang disajikan. Mengingat apa yang di utarakan Bpk Sentot yang menurut beliau bahwa Bpk Direktur Survei Potensi Tanah BPN-RI sendiri belum percaya diri untuk mempresentasikan peta ZNT produk BPN sendiri di depan dinas dan lembaga terkait.
    Jadi sebelum BPN ingin mengangkat peta ZNT sebagai salah satu produk unggulan, dalam proses pengambilan data di lapangan s/d produksi petanya harus diteliti dan diawasi oleh pihak-pihak yang berkompeten dengan bidang penilaian didalam BPN itu sendiri agar mampu menyajikan peta ZNT sesuai dengan yang telah di standarkan.
    Semoga kebijakan Kepala BPN yang sekarang ini mampu mengangkat kualitas produk-produk BPN yang tentunya harus didukung peningkatan SDM BPN dengan berbagai pelatihan, pendidikan, dan kegiatan-kegiatan yang mendukung.
    Amiinn...

    Nama : Candra Permana Putra
    NIM : 10192518
    Kelas: Sm6/MP

    BalasHapus
  22. saya setuju dengan pendapat teman-teman bahwa peta ZNT BPN belum layak untuk dijadikan sebagai dasar penarikan Pajak (PBB dan BPHTB) oleh sebab itu perlu pembenahan-pembenahan, tidak hanya dari segi teknis, hukum tetapi juga SDM yang ada.
    disini saya hanya ingin berkomentar bahwa peta zona nilai tanah berbasis persil itu memang sangat penting, tidak hanya bagi BPN tetapi juga Pemda. Saya sangat tertarik dengan Program Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar yang bekerja sama dengan Pemda yaitu Adanya Program LAYANG MAS. disini antara BPN dan Pemda bekerja sama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memberikan informasi mengenai bidang tanah tersebut, berapa harganya, sudah sertipikat atau belum, luasnya, pemiliknya, dll. sehingga hal ini akan memudahkan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi atau yang akan melakukan transaksi jual beli. Jadi tidak semata mata Peta ZNT yang berbasil persil hanya dijadikan sumber pendapatan bagi daerah dengan dijadikannya sebagai dasar penentuan pajak PBB dan BPHTB, tetapi lebih dari itu dapat dijadikan pelayanan pemberian informasi yang dapat dipercaya kepada masyarakat.

    BalasHapus
  23. saya setuju dengan pendapat teman-teman bahwa peta ZNT BPN belum layak untuk dijadikan sebagai dasar penarikan Pajak (PBB dan BPHTB) oleh sebab itu perlu pembenahan-pembenahan, tidak hanya dari segi teknis, hukum tetapi juga SDM yang ada.
    disini saya hanya ingin berkomentar bahwa peta zona nilai tanah berbasis persil itu memang sangat penting, tidak hanya bagi BPN tetapi juga Pemda. Saya sangat tertarik dengan Program Kantor Pertanahan Kabupaten Karanganyar yang bekerja sama dengan Pemda yaitu Adanya Program LAYANG MAS. disini antara BPN dan Pemda bekerja sama untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan memberikan informasi mengenai bidang tanah tersebut, berapa harganya, sudah sertipikat atau belum, luasnya, pemiliknya, dll. sehingga hal ini akan memudahkan bagi masyarakat yang ingin berinvestasi atau yang akan melakukan transaksi jual beli. Jadi tidak semata mata Peta ZNT yang berbasil persil hanya dijadikan sumber pendapatan bagi daerah dengan dijadikannya sebagai dasar penentuan pajak PBB dan BPHTB, tetapi lebih dari itu dapat dijadikan pelayanan pemberian informasi yang dapat dipercaya kepada masyarakat.
    NAMA : TRI IDA WIJAYANTI
    NIM : 10192548/ MANAJEMEN PERTANAHAN SMT VI

    BalasHapus
  24. Menjawab pertanyaan dari Pak Sutaryono dan setuju tentang pendapat banyak rekan sebelumnya di atas bahwa saya tetap optimis bahwa BPN mampu untuk menghandle pekerjaan penilaian tanah yang berupa produk peta ZNT yang ideal secara nasional dan secara bertahap kedepannya. Namun, tidak lupa untuk berkoordinasi dengan para penilai independen swasta (para appraisal jasa penilai tanah), jika perlu STPN tidak hanya menyediakan prodiksus di bidang ini tetapi juga dengan riset sebagai penambahan pengalaman lebih di lapangan, misalnya: mahasiswa disebar bersama dengan dosen untuk meriset Zona Nilai Tanah untuk wilayah tertentu..Kemudian kegiatan ini dilakukan secara rutin yang nantinya akan menghasilkan rumusan-rumusan penilaian yang bersifat akademis dan lebih valid, hal ini sekaligus menjawab pertanyaan dari Saudari Lumaya.
    Nama : MARTAN FAJRI
    NIM : 10192534
    Kelas/smt : Manajemen Pertanahan/VI

    BalasHapus
  25. Saya setuju dengan yang dikemukakan Wido Rekno, dilihat dari Perkaban No.4 Tahun 2006 dan UU No.2 Tahun 2012 dimana BPN memang harus segera menyiapkan SDM yang bisa dihandalkan, seperti dalam membuat ZNT yang berbasis bidang agar dapat bermanfaat secara maksimal dalam penentuan Pajak (PBB dan BPHTB) serta kepentingan lainnya.
    menurut saja untuk dapat menghasilkan SDM yang optimal dalam membuat peta ZNT bukan hanya memberikan teori, namun sebaiknya para mahasiswa dilibatkan dalam pelaksanaan penilaian dalam pembuatan peta ZNT sebagai praktikum agar ketika sudah kembali ke daerah masing-masing mahasiswa sudah memiliki pengalaman dalam penilaian untuk membuat peta ZNT yang valid.
    Namun kita juga tidak boleh mengenyampingkan tugas pokok BPN seperti yang sudah diungkapkan oleh Lutfi Maulana, karena BPN harus mempunyai komitmen yang kuat dalam pelaksanaan tugasnya secara profesional.
    Nama : Y.Aam Ennita Lidiana
    Jurusan : Manajemen

    BalasHapus
  26. Terbitnya UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,merupakan salah satu wujud nyata peran pemerintah mendukung pelaksanaan otonomi daerah,sesuai dengan amanat pasal 18 UUD 1945, terlepas bahwa dalam pelaksanaannya ada tarik ulur dari berbagai instansi terkait. Sebagaimana diketahui regulasi ini juga mengatur PBB dan PBHTB sebagai sumber pajak yang potensial bagi daerah dan tentunya BPN sebagai instansi yang mengelola bidang pertanahan, mempunyai andil besar dalam penentuan besarnya dua jenis pajak tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut BPN membuat peta ZNT. Namun dilihat dari proses pembuatan Peta ZNT tersebut, masih belum dapat dikatakan layak untuk digunakan sebagai dasar penentuan PBB dan BPHTB, yaitu masih berbasis zona belum bidang perbidang. Namun bukan berarti bahwa Peta ZNT yang dibuat BPN tersebut tidak sepenuhnya tidak dipakai, karena Peta ZNT untuk suatu wilayah homogen yang luas, seperti perkebunan bisa tetap dipakai. Namun dalam hal PBB dan BPHTB, untuk Peta ZNT yang dibuat oleh BPN masih perlu banyak berbenah. Jika yang menjadi target adalah peta ZNT berbasis bidang dengan acuan Peta Pendaftaran Tanah, juga belum bisa dicapai, karena di BPN sendiri untuk seluruh wilayah Indonesia, hal itu juga masih merupakan "yang harus dicapai" namun sampai di sini, bukan berarti kita saling menyalahkan, atau memojokan BPN dengan kondisi ini, memang benar koreksi sangat perlu untuk suatu perubahan, tapi jangan sampai hal ini justru melemahkan semangat kita. Sebaliknya kita terpacu untuk menciptakan BPN yang lebih baik ke depannya.
    Nama : Maria Padjo
    NIM : 10192484/ Manejemen Pertanahan

    BalasHapus
  27. Peta ZNT memang belum dapat dijadikan sbg acuan dalam penarikan PBB dan BPHTB. Salah satu permasalahan kurang validnya informasi nilai tanah yang disajikan peta ZNT karena berasal dari citra satelit yang masih berupa zona-zona.
    Untuk meningkatkan kualitas dari peta ZNT ada yang berpandangan bahwa akan menggunakan peta pendaftaran produk dari BPN sendiri. Saya cenderung sependapat dengan apa yang disampaikan mas Tirta, bagaimana kita dapat menyajikan/menggarap peta ZNT yang berbasis bidang/persil, sedangkan bidang tanah yang sudah terpetakan baru ± 35%? melihat kenyataan tersebut, maka timbul pertanyaan bagi saya, Bisakah kita mengerjakan pendaftaran tanah sekaligus penilain tanah?

    Untuk pembukaan Prodiksus Penilaian Tanah di STPN, saya setuju.. STPN sebagai lembaga pendidikan di bawah BPN yang sejauh ini paling banyak menyumbang SDM bagi BPN sudah sepatutnya dan seharusnya membuka Prodiksus tersebut, guna menyiapkan SDm guna menjawab tantangan di bidang Penilaian tanah.
    Seperti yang disampaikan mbak Wido yang diperkuat lagi oleh mbak Nita, selain memberikan teori2 tentang penilaian tanah, sebaiknya mahasiswa juga praktek langsung/dilibatkan langsung pada kegiatan penilaian tanah. Sehingga para mahasiswa mendapatkan lebih banyak “jam terbang”, sehingga bisa mengetahui masalah2 yang ada di lapangan dan cara mengatasi masalah tersebut.. Bukankah Pengalaman adalah “guru” yang paling baik? hehe

    YUNUS SUJARWADI
    NIM. 10192552 / MP

    BalasHapus
  28. Saya setuju dengan pendapat temen-temen di atas diantaranya pendapat Sdri. Williany dimana program-program BPN kebanyakan hanya melihat pada kondisi kabupaten/kota di Pulau Jawa serta kota-kota besar di luar Jawa. Untuk kabupaten di luar Jawa misalnya pada kabupaten pemekaran, pekerjaan penilaian tanah merupakan pekerjaan yang berat karena adanya permasalahan SDM baik dilihat dari kualitas maupun kuantitasnya. Jika pekerjaan penilaian tanah ini dipaksakan maka akan menghasilkan produk nilai tanah yang tidak akurat. Seperti yang dikatakan Sdr. Tirta, banyak pekerjaan BPN yang perlu segera diselesaikan. Oleh karena itu, dengan banyaknya beban pekerjaan yang telah ada sebelumnya, dalam pelaksaan penilaian tanah tidak ada salahnya BPN melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, baik dengan Pemerintah Daerah maupun dengan MAPPI seperti yang disampaikan Sdr. Taufikul agar dapat menghasilkan nilai tanah yang yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya setuju STPN membuka Prediksus Penilaian Tanah. Pekerjaan penilaian tanah memerlukan ilmu yang mendalam yang tidak bisa dicapai dalam sekejap. Perlu adanya pelatihan-pelatihan dan bimbingan untuk menghasilkan penilai tanah yang berkualitas.
    Esti Purwandari/10192520

    BalasHapus
  29. Mungkin sekarang Peta ZNT yang dibuat bpn belum siap digunakan sebagai acuan penetapan PBB dan BPHTB karena masih terdapatnya berbagai kekurangan dan kendala seperti yang temen-teman uraikan di atas namun hal ini tentunya tidak lantas mematahkan semangat BPN khususnya kita sebagai generasi penerus BPN kedepannya untuk terus maju dan berkembang ke arah yang lebih baik agar produk yang kita hasilkan dipakai dan dipercaya serta berkualitas karena tidak ada hal yang tidak mungkin untuk pikiran yang terbuka dan yang mau bersungguh-sungguh namun tentu saja membutuhkan proses dan waktu .Dengan rencana di bentuknya Prodiksus Penilaian Tanah di STPN yang diharapkan akan menghasilkan SDM yg kualified di bidang penilaian.Menurut sy hal ini merupakan langkah yang Cermat karena STPN merupakan sumber SDM yang potensial sebagai pencetak kader-kader penerus BPN.Dan Untuk kedepannya Saya optimis pembuatan ZNT akan bisa berbasis bidang Karena sekarang sudah banyak Perogram Pensertipikatan tanh yang di galakkan BPN setiap tahunnya seperti Prona,UKM,SMS,Redistribusi tanah,P4t dll dengan jumlah bidang nyang mencapai ribuan disetiap kabupatennya,dan peta yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan pertanahan ini dapat di jadikan acuan untuk Zoning Nilai tanah yang berbasis bidang.

    Nama:Heni suryani
    Nim :10192524

    BalasHapus
  30. Permasalahan ZNT produk BPN yang akan digunakan oleh daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB memunculkan banyak persoalan berkenaan dengan PBB dan peralihan hak atas tanah, saya lebih berpendapat bahwa informasi nilai tanah, nilai properti, nilai ekonomi kawasan, serta nilai total aset pertanahan harus dikerjakan oleh BPN, yang merupakan satu-satunya instansi di republik ini yang melaksanakan Rechtskadaster (kadaster hak) dalam pendaftaran tanah. Namun apakah BPN mampu melaksanakan pemikiran yang idealis ini.
    Mengapa saya berpikir idealis karena apabila data yang diperoleh melalui Rechtskadaster kemudian diolah untuk dimanfaatkan untuk kepentingan fiskal seperti penilaian bidang tanah dan perpajakan akan menghasilkan ZNT yang sangat valid. Padahal pengelolaan PBB oleh daerah harus sudah dilakukan selambat-lambatnya pada tahun 2013, sementara itu penerapan BPHTB berdasarkan regulasi ini selambat-lambatnya satu tahun setelah terbitnya UU Nomor 28 Tahun 2009.
    Maka kita harus belajar dari kesalahan dengan memperbaiki ZNT dengan beberapa langkah yang telah dituliskan pada artikel diatas. Namun hendaknya proses Pengukuran dan pemetaan (teknis kadaster), pembukuan hak (kegiatan di bidang yuridis) dan pemberian tanda bukti hak di seluruh wilayah Indonesia dapat segera terealisasikan. Ditambah dengan pembinaan PPAT yang berkelanjutan sehingga akta tanah produk PPAT dapat digunakan sebagai instrumen penilaian sehingga menghasilkan produk ZNT yang valid.
    Taufik Abdullah

    BalasHapus
  31. Saya setuju mengenai rencana STPN dalam membuka prodiksus Penilaian Tanah. Hal ini erat kaitan dengan pembentukan SDM yg kualified di bidang penialian. Selain itu, perlu dibentuk suatu forum khusus mengenai penilaian tanah dimana nantinya menghadirkan orang/ instansi terkait yang selalu bergelut dalam hal penilaian bisa jadi dari pemerintah maupun swasta.
    (Meiwan Fadhli/10192535/Manajemen)

    BalasHapus
  32. Alhamdulillah sudah banyak teman2 yg membahas ZNT,sesuai dengan semangat STPN yang mau membuka prodi penilaian tanah wlaupun ada rekan2 yang berpendapat lebih mementingkan pendaftaran tanah sebagai tugas utama BPN. Problematika ZNT ini ada sedikit atau banyak problem ketika dihadapkan dengan pelaksanaan pengelolaan pajak (PBB dan BPHTB) oleh daerah.mungkin sedikit kekhawatiran saya yaitu terhadap masyarakat indonesia terutama glongan menengah kebawah.pengeloan PBB dan BPHTB oleh daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan daerah tidak selalu menguntungkan masyarakat.misalnya dengan penentuan Njop oleh daerah akan secara otomatis dinaikkan supaya PAD nya meningkat. Dampaknya masyarakat akan terbebani kenaikan PBB
    . Selama ini masyarakat terutama golongan mnengah kebawah masih berpandangn negatif terhadap pengelolaan pajak. Masyarakat membayar pajak tinggi tapi pembangunan tidak bisa mereka nikmati. Apalagi saat ini banyak pejabat daerah yang tersandung kasus hukum. Selain itu dampak bagi pensertipikatan tanah bisa menurun karena NJOP tinggi terkena BPHTB. ZNT merupakan solusi untuk mengontrol penentuan nilai NJOP bagi daerah apabila dbuat oleh SDM profesional dan punya hati. Begitu pentingnya ZNT maka perlu adanya ZNT yang berkualitas.produk ZNT pada saat ini masih diragukan. Menurut hemat saya bukann kesalahan dari pembuat kebijakan atau pelaksananya karena sudah banyak orang BPN mengerti bagaimana ZNT ini menjadi berkualitas seperti yang dibahas oleh bapak Sutaryono dan rekan-rekan semua karena semua itu perlu proses dan waktu untuk mendapatkan ZNT yang berkualitas. Perlu adanya regulasi yang tepat demi terlaksananya ZNT yang bermanfaat. Kemudian tdk kalah penting pembuat ZNT dilaksanakan dengan profesional dan dengan hati. Isabela candrakirana (10192525)

    BalasHapus
  33. penilai tanah, adakah SDMnya di pertanahan, bila ada, cukupkah. Sebuah kebijakan yg harusnya dipersiapkan dasar2nya, SDMnya...
    Dicky

    BalasHapus
  34. waaahh...sudah ramai sekali komen di artikel ini...
    sepertinya saya terlambat sekali...

    kalo menurut saya pak, untuk penilaian zona nilai tanah ini kita harus menggandeng instansi-instansi yang sekiranya akan menggunakan peta zona nilai tanah ini, untuk merumuskan bersama-sama tentang zona nilai tanah ini. sehingga dari berbagai instansi yang membutuhkan peta zona nilai tanah ini, bisa menggunakan satu peta hasil dari rumusan beberapa instansi yang akan menggunakannya. dan nantinya akan dihasilkan peta zona nilai tanah tunggal yang bisa digunakan oleh beberapa instansi.
    hal ini tentunya akan menghemat keuangan Negara. terutama untuk biaya survey lapangan yang membutuhkan biaya banyak.

    Muhammad Solichin Ristiarto
    Manajemen Pertanahan
    10192488

    BalasHapus
    Balasan
    1. Menghemat Uang Negara.....statemen itu juga yg diisaratkan oleh Direktur Survei Potensi Tanah....banyak sekali dana yang sudah dikeluarkan untuk ZNT, tetapi kita tidak cukup pecaya diri untuk tampilkan itu menjadi instrumen yang aplikatif dalam berbagai kebutuhan, kalo ga pede...berarti ada sesuatu, yg mungkin juga pemborosan...he..he,,, gitu kah maksudmu Mas Antok....

      Hapus
  35. Wah...luar biasa ramai sekali...secara pribadi saya sependapat dengan sdr. ato, karena koordinasi antar instansi adalah hal yang amat penting. Peta zonasi nilai tanah BPN memang belum bisa di gunakan secara langsung. nah untuk mempercepat peta ZNT biar bisa di gunakan BPN kan bisa bekerja sama dengan Dinas pajak. Peta PBB yang di miliki dinas pajak menurut beberapa user memang kurang detail , akan tetapi menurut Bpk. Anung salah satu ahli penilaian property peta pbb mempunyai proposi bembagian nilai yang relatif bagus. nah berdasarkan dengan keunggulan tersebut , kan bisa di jadikan dasar untuk menyesuaiakan peta ZNT BPN, sehingga dengan beberapa penyesuaian peta ZNT dapat di wujudkan dengan cepat dan tentunya bisamendobrak pintu gerbang lintas sektor serta dapat mengefisienkan anggaran pembangunan yang selama ini di hambur- hamburkan karena pembangunn bersifat sektoral. Dengan adanya kerjasama ini, Minimal data dipeta PBB dan Data BPN singkron bukankah sudah luar biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. emang ada po mas Dinas Pajak.....kalau kantor pajak ada, sementara, kewenangannya sudah dilimpahkan ke pemerintah daerah, khususnya utk PBB dan BPHTB....so,....

      Hapus
  36. Hmhmh baru baru ini saya beli tanah sekitar 100 meter persegi di Tangerang Selatan, dengan NJOP 1,5 juta...sehingga harganya 150juta...saya sdh bayar jasa Notaris plus pajak-pajaknya sekitar 26 juta....lah belakangan masih ditagih harus bayar ZNT dua setengah juta....plisss ada yg bisa bantu kasi info ngga.. ?

    BalasHapus
  37. Ada persoalan penting dari penilaian ZNT ini, yaitu ketika angka penilaian ini digunakan sepihak oleh BPN untuk menetapkan tarif. Apakah bisa dibenarkan sesuai UU Pelayan Publik?

    BalasHapus
  38. Barangkali perlu dikonfirmasikan kepada Notaris/PPAT yang mengurusnya soal rincian pembayaran. Setau saya, anda akan terkena Pajak BPHTB 5% dari nilai transaksi, sementara penjual terkena PPH 5%...

    BalasHapus
  39. Betul ZNT adalah produk BPN, tetapi penerapannya tergantung pada institusi yang mempunyai otoritas, misal apabila untuk penerapan pajak daerah, pemda-lah yang punya otoritas, bukan BPN. So, secara detail apa yg anda maksudkan dg BPN menerapkan tarif secara sepihak, mengingat besaran tarif sudah diatur dg PP 14/2010

    BalasHapus
  40. ZNT merupakan produk BPN yang dapat menjadi acuan penilaian tanah, terhadap kisaran harga tanah dalam satu kawasan. ZNT juga dapat digunakan sebagai acuan penarikan pajak daerah, penentuan besaran PBB dan BPHTB serta PPh atas tanah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Oleh sebab itu dalam proses pembuatan peta ZNT sangat diperlukan ketelitian dan kehati-hatian.
    Namun, terhadap Peta Zona Nilai Tanah yang telah diterbitkan, apakah dapat menjadi patokan/ acuan dalam penilaian PBB dan BPHTB khususnya di kota besar seperti Jakarta, dimana pergerakan nilai/ harga akan obyek tanah meningkat dengan cepat? Sebagai contoh harga tanah tahun ini di kawasan TB Simatupang mencapai Rp. 25 juta/ meter hingga Rp. 45 juta/meter padahal tahun lalu berkisar Rp. 16 juta/meter. Sejauh mana peran BPN dalam mengusahakan Peta ZNT sebagai dasar penilaian PBB dan BPHTB tersebut?

    Restu Istiningdyah
    Diploma IV Semester 1 Kelas B
    NIM. 14232861

    BalasHapus
  41. BPN bertujuan menjadikan ZNT sebagai acuan penentuan besaran PBB dan BPHTB serta PPh tapi kita ketahui bersama bahwa penetapan tersebut telah serah tugaskan sepenuhnya kepada PEMDA. Selain itu proses pengolahan data ZNT bisa dikatakan produk BPN seluruhnya tanpa ada kerjasama dari instansi lain. Apakah hal tersebut tidak akan menimbulkan perpecahan antara BPN dan Instansi lain? Selain itu BPN membuat basis data ZNT dari 0, akan tetapi masih banyak kekurangan baik dari segi kualitas produk dan SDM. Mungkin sekedar saran saja, untuk pembangunan basis data awal ZNT, BPN bekerja sama dengan PEMDA. Data PBB dari Pemda dapat jadikan sebagai basis data awal kemudian dalam proses peng-Update-tan data selanjutnyanya dapat dilakukan oleh BPN.

    Irsal Marsudi Sam
    Diploma IV Semester I Kelas A
    Nim. 14232815

    BalasHapus
  42. Wahh ... Ternyata sudah banyak yang tertera menanggapi tentang penilaian Zona Nilai Tanah (ZNT) ,baik mengenai prosedur, visi ,misi, keungulan, kelemahan sekaligus kendala dalam penerapannya..

    Dengan tidak mengurangi hormat dari para pendahulu komentator sebelumnya saya berpendapat bahwa yang diperlukan dalam penerapan Peta ZNT disuatu daerah adalah perlu adanya kerja sama dengan Pemerintah Daerah karena kewengan untuk mengelola PBB ataupun BPHTB berada dalam ruang lingkup mereka. Dari itu semua perlu adanya dukungan dari pihak pemerintah daerah ,dan disinilah BPN dengan Peta ZNT nya perlu direkomendasikan kepada Pemda bagaimana fungsi darimana Peta ZNT tersebut demi terciptanya nilai real tanah yang terdapat disuatu daerah atau wilayah , karena sering terjadinya kendala di daerah karena hal itu seperti halnya tidak sebandingnya nilai tanah karena akan dijadikan objek pelebaran jalan, ganti rugi yang tidak sesuai dengan nilai tanah yang tertera pada PBB itulah yang selama ini terjadi. Disinilah fungsi peta ZNT untuk mendapatkan nilai real tanah untuk keperluan ganti rugi. Dilain pihak , BPN juga mengalami kesulitan dalam hal proses updating karena memang SDM yang kurang dari kantor-kantor Pertanahan yang ada dan disinilah fungsi dari Pemerintahan daerah dalam membantu proses updating , di Kab.Bangka Prov. Bangka Belitung jika ada permohonan sertipikat yang secara terkena BPHTB dari pihak pemda terkait melaksanakan validasi terhadap tanah yang terkena BPHTB tersebut, apakah nilai tanah tersebut memang pantas atau real yang terdapat dilapangan. dan data tersebut dilaporkan kepada Dinas terkait untuk ditindak lanjuti. Disinilah yang harus ditanggapi jika seandainya dari Program Pemda terkait validasai tanah tersebut berkerjasama dengan BPN untuk updating ZNT maka mungkin dapat tercipta Zona Nilai Tanah yang benar-benar real dan selalu terupdate untuk kemudian hari mempermudah kerja baik Pemda atau Kantor Pertanahan dalam penilaian Tanah.

    Sehingga dapat disimpulkan keterkaitan atau kerja sama antara BPN dan Pemda perlu dilakukan dengan adanya penyampaian atau promosi kepada Pemerintahan Daerah untuk dimanfaatkannya Peta ZNT tersebut dalam fungsinya.


    Sandhi Prisetiyo
    Diploma IV Semester I Kelas A
    NIM. 14232828

    BalasHapus
  43. BPN RI (2010) , Peta Zona nilai tanah (ZNT) memiiki salah satu visi dan misi yakni :

    ....."Menjadi rujukan bagi penetapan NJOP PBB yang lebih adil karena nilai yang direpresentasikan merupakan nilai yang lebih mendekati nilai sebenarnya di lapangan,sehingga meningkatkan pemasukan negara dalam rangka penertiban H.A.T"

    Namun pada kenyataannya hal tersebut belumlah terlaksana karena permasalahan-permasalahan yang di ungkapkan diatas.Menurut saya untuk mencapai tujuan salah satu visi dan misi tersebut harus ada beberapa perbaikan di antaranya :

    1.BPN harus memiliki SDM yang ahli dalam penilaian tanah, dalam hal ini saya setuju dengan dibukanya prodiksus penilaian tanah.
    2.BPN harus mempunyai wacana untuk berkoordinasi dengan instansi daerah (PEMDA) untuk menjalin kerjasama di bidang penilaian tanah,karena yang kita ketahui bahwasanya yang paling mengerti mengenai keadaan wilayah suatu daerah dan masyrakatnya ya PEMDA itu sendri.
    3.BPN memiliki data penunjang untuk melaksanakan kegiatan penilaian tanah yang memadai salah satunya CITRA berkualitas tinggi dan berskala besar.
    4.Bila mana point 1, 2 dan 3 telah tercapai. maka perbaikan selanjutnya ialah : melibatkan masyrakat setempat untuk mengidentifikasi tanahnya dengan menunjukan bukti-bukti jual beli tanah atau syarat-syarat yang lain,agar tanah tersebut memiliki kualitas penilaian tanah yang sangat baik.


    inilah perbaikan-perbaikan yang harus di benahi dulu,ketika ini sudah baik/bagus barulah hasilnya (Peta Zona Nilai Tanah ) di pakai untuk acuan penetuan besaran PBB dan BPHTB.

    Muhammad Ridwan
    Diploma IV semester 1 Kelas A
    Nim. 14232819


    BalasHapus
  44. Selamat siang, mohon izin berpendapat dalam forum ini,
    Saya pribadi sependapat bahwa perlu dilakukan perbaikan menyeluruh terhadap pelaksanaan penilaian Zona Nilai Tanah (ZNT). Akan tetapi, menurut saya (dengan tetap berpikir positif pada proses survei nilai tanahnya), produk ZNT dihasilkan oleh BPN sudah layak untuk digunakan sebagai dasar penetapan nilai jual objek pajak yang adil. Terkait beberapa persoalan yang muncul memang dibutuhnkan solusi yang cepat dan tetap, tetapi tidak seharusnya menjadi halangan untuk pelaksanaan dan penerapan ZNT tersebut. Saya akan mencoba berpendapat terhadap beberapa persoalan yang dikemukakan di atas.
    Pertama mengenai nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dibanding dengan NJOP, menurut saya hal ini wajar karena nilai tanah pada ZNT merupakan nilai pendekatan dari nilai tanah yang sesungguhnya dan nilai tersebut terus diupdate berdasarkan harga terbaru dilapangan, sedangkan NJOP pajak selalu jauh di bawah harga pasar karena penilaiannya sering tanpa survey dilapangan (terutama di luar pulau jawa). Tentunya dengan nilai yang mendekati nilai bidang tanah tersebut maka akan tercipta keadilan bagi Pemerintah dan pemilik tanah, dan tentunya akan menambah pemasukan daerah dari sektor pajak.
    Kedua perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi & eksesibilitasnya berbeda, saya kurang setuju dengan pendapat ini karena dalam setiap pembuatan zona awal yang digunakan sebelum survey lapangan pasti dilakukan buffering terhadap bidang- tanah lokasi dan eksesibilitasnya baik, misalnya di tepi jalan raya, di tepi sungai, berdekatan dengan ruang publik, fasilitas umum dan lain-lain.
    Ketiga penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan, hal ini bisa di teratasi dengan memperbanyak sampel untuk setiap zona yang mempunyai kecenderungan merupakan daerah investasi para spekulan, tentunya diperlukan pengetahuan seorang penilai tentang suatu daerah yang di survey.
    Keempat metode sampling yang minimalis sangat berpengaruh terhadap generalisasi penetapan range nilai tanah. Dengan memperbanyak sampel dan sebaran sampel dapat mengurangi kesalahan sehingga generalisasi range nilai tanah tidak terlalu jauh dari harga sebenarnya.
    Kelima peta yang diturunkan dari citra Quickbird ataupun Ikonos skalanya terlalu kecil untuk digunakan dalam penentuan zoning. Citra digunakan untuk membuat zona awal untuk mempermudah dalam survey di lapangan bukan untuk zonasi dalam ZNT. Zona dalam ZNT merupakan data nilai hasil survey lapangan yang sudah di olah.

    BalasHapus
  45. Keenam akte peralihan hak produk PPAT sering ditolak oleh Kantor Pajak ataupun Dipenda, karena nilainya dianggap tidak wajar sehingga petugas Pajak ataupun Dipenda melakukan validasi yang dianggap sebagai penghambat penyetoran pajak & proses peralihan hak. Hal ini menurut saya apabila ketersediaan peta ZNT sudah baik, dapat diatasi cukup dengan mencocokkan nilai transaksi dengan nilai yang tertera dalam ZNT sehingga mempercepat proses validasi.
    Terakhir pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan menjadikan ketidakpastian instrumen yang digunakan sebagai dasar penentuan pajak bagi pemkab/kota. Apabila setiap daerah yang sudah membuat Peta ZNT dan menilai Peta ZNT tersebut sudah baik tinggal perlu mempromosikan produk ZNT tersebut kepada Pemda Daerah tersebut untuk meninggalkan NJOP dan beralih menggunakan ZNT sebagai referensi nilai dasar pajak. Tentu perlu disampaikan pula menyangkut beberapa keuntungan menggunakan ZNT termasuk bertambahnya pendapatan daerah tersebut dari sektor pajak apabila menggunakan ZNT.

    Dari pendapat saya diatas, dengan tidak mengurangi rasa hormat saya kepada penulis serta kesadaran akan pendapat saya yang cenderung subyektif, saya berkesimpulan bahwa ZNT memang memerlukan beberapa perbaikan akan tetapi ZNT tersebut sudah dapat digunakan sebagai referensi dalam penentuan Nilai Dasar Objek Pajak, selain itu penggunaannya dapat pula untuk penentuan tarif dalam pelayanan pertanahan serta referensi masyarakat dalam transaksi. Sedangkan untuk kepentingan lain seperti penentuan ganti rugi dalam pengadaan tanah bagi kepentingan umum dapat dilakukan dengan Penilaian berbasis Bidang Tanah...
    Sekian Terimakasih.

    Rizka D. Al Chodiq
    Smt I/Kelas A/14232826

    BalasHapus
  46. Pada dasarnya Zona Nilai Tanah (ZNT) merupakan produk dari BPN yang mana tujuannya nanti akan mempermudah dalam memberikan suatu informasi bagi masyarakat ataupun instansi daerah tentang harga – harga tanah yang tentunya membandingkan antara nilai pasar. akan tetapi untuk saat ini BPN sendiri masih mempunyai kendala dengan pemerintah daerah yaitu untuk saat ini penentuan BPHTB adalah sesuai dengan transaksi (Balik nama) atau minimal sama dengan NJOP, sementara untuk Zona Nilai Tanah (ZNT) belum ada aturan yang mengharuskan dipakai sebagai penentuan pajak. ZNT dapat dipakai untuk penentuan jika ada Peraturan Daerah (Perda) setempat.
    Menyambung dari sodara Muhammad Ridwan syarat - syarat lain untuk mengidentifikasi tanah selain menunjukkan bukti - bukti jual beli tanah yaitu mengumpulkan data secara sampling yang dianggap bisa mewakili dari suatu zona tertentu sedangkan data yang yang diperoleh bisa dari harga penawaran maupun harga transaksi dan untuk mendapatkan data yang baik,,yaa ambil sample yang lebih banyak lagi.

    Indra Hariyadi
    Diploma IV Semester 1 kelas A
    Nim. 14232813

    BalasHapus
  47. Menurut surat edaran Nomor 05/SE/IV/2013 yang menyatakan agar pelayanan di bidang pertanahan tidak terhambat karena persyaratannya terlebih dahulu pengecekan tanda bukti setoran pembayaran BPHTB dan PPH , maka tidak dipersyaratkan lagi pengecekan tanda bukti setoran pembayaran BPHTB dan PPH pada kantor yang berwenang . Artinya bpn sudah tidak lagi mempunyai wewenang atas pengecekan terhadap BPHTB dan PPH secara detail. hanya dibuatkan surat pernyataan yang memuat keterangan bahwa yang bersangkutan benar telah membayarkan setoran pembayaran BPHTB dan PPH.
    Permasalannya dengan zona nilai tanah adalah jika untuk bphtb saja kita tidak dapat mengecek hanya dengan surat pernyataan sebagai bukti, jadi guna peta zona nilai tanah yang diketahui dibuat untuk mengetahui harga tanah tidak berguna lagi dalam lingkup BPN ?.
    Harusnya ada sosisalisasi antar instansi tentang hal ini, ini dapat menyebabkan kesenjangan antar instansi walaupun itu sebenarnya untuk mempercepat proses pelayanan publik itu sendiri, terkadang ada permainan di dalam penilaian harga BPHTB dan PPH itu sendiri karna tidak adanya kontrol langsung dari kantor pertanahan dan peta ZNT.
    Faktor-faktor yang menyebabkan mengapa peta zona nilai tanah tidak digunakan dalam penarikan harga BPHTB dan PBB, yaitu karena peta zona nilai tanah lebih mengarah ke luas tanah itu sendiri, sedangkan PBB, BPHTB dan PPH sudah berbasis bidang sehingga terjadi kesenjangan antara peta zona nilai tanah dan nilai PBB, BPHTB dan PPH itu sendiri .
    maka harus ada perbaikan lagi denga peta ZNT kita agar dapat digunakan secara menyeluruh untuk menentuukan harga PBB, BPHTB dan PPH.

    Ajeng Annisa Fauziah
    Diploma IV semester 1 Kelas A
    Nim. 14232795

    BalasHapus
  48. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN-RI) merupakan satu-satunya lembaga non kementerian yang bergerak di bidang pertanahan baik nasional, regional maupun sektoral. Salah satu kegiatannya adalah melaksanakan penilaian tanah di seluruh wilayah Indonesia. Produk yang dihasilkan berupa Peta Zona Nilai Tanah (ZNT).
    Menurut saya dalam pelaksanaan penilaian tanah dibutuhkan tenaga profesional yang sudah memang mahir dibidang tersebut. Penilaian atas sebidang tanah memerlukan keahlian tersendiri. Selain membutuhkan pengalaman, penilaian tanah juga membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang prinsip-prinsip penilaian, teknik pendekatan dalam penilaian, faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung atau tidak langsung ataupun pengetahuan tentang teknik/metode yang dapat dipakai untuk mempermudah estimasi nilai tanah.
    Berkaitan dengan kendala sumber daya manusia, BPN RI baru dapat menyediakan SDM penilaian melalui pelatihan dengan kualifikasi “tenaga pelaksana lapangan” yang bertugas mengumpulkan data dan “analisis penilaian tanah” yang bertugas merancang dan menganalisis data nilai tanah. SDM penilaian tanah harus mahir mengoperasikan dan memanfaatkan program pengolahan data spasial serta digital. Kualifikasi tertinggi yang dimiliki oleh SDM penilaian tanah adalah berkemampuan melakukan penilaian tanah secara massal menggunakan metode penilaian yang benar.
    Dengan adanya SDM penilaian tanah ini, diharapkan dapat meningkatkan keakuratan data dari produk ZNT yang dikeluarkan oleh BPN, sehingga tidak ditemukan lagi ketidakpastian yang dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat.

    Ridho Saputra
    Diploma IV Semester 1 kelas A
    Nim. 14232825

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mohon izin posting uda Ridho ^_^
      saya sedikit menambahkan tentang Sumber Daya Manusia yang berkecimpung di dalam penilaian tanah, ternyata BPN tidak hanya menyediakan SDM penilaian tanah saja tetapi juga memberikan lisensi kepada pihak ketiga. Di dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum pasal 1 butir 11 menyatakan bahwa "Penilai Pertanahan, yang selanjutnya disebut Penilai adalah orang perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat izin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah". Sedangkan dalam butir 14 dinyatakan bahwa "Lembaga Pertanahan adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia".
      Disini peran BPN menjadi penting ketika menerbitkan lisensi kepada penilai tanah (aprraisal), nah,melihat hal tersebut BPN harusnya lebih paham atau bahasa jawa bilang "ngelotok" dahulu tentang Penilaian Tanah dan Pembuatan Peta Zona Nilai Tanah, sehingga nantinya dalam pemberian lisensi kepada Pihak ketiga terkait Appraisal dan quality control terhadap hasil pekerjaan dari appraisal tersebut telah sesuai dengan tahapan penilaian Zona Nilai Tanah dan bisa dipertanggung jawabkan.

      Danang Dwi Wijayanto
      Diploma IV Semester 1 Kelas B
      Nim. 14232840

      Hapus
  49. Zona Nilai Tanah akan sangat bermanfaat bagi masyarakat maupun Pemerintah (BPN) karena dengan ZNT, kita dapat membedakan nilai-nilai tanah sesuai dengan zona-zona yang telah ditentukan, oleh karena itu sangat membantu memudahkan masyarakat yang ingin mengetahui informasi spasial maupun textual suatu bidang tanah, informasi spasial yaitu Peta Zona Nilai Tanah (ZNT), sedangkan informasi textual Peta ZNT pembuatannya memerlukan data harga tanah berdasarkan nilai pasar.

    Peta Zona Nilai Tanah dibuat dengan membatasi penarikan garis batas sebagai batas zona kawasan tersebut dan mengelompokkan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah. Keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei.
    Oleh karena itu agar tercipta pembuatan Peta Zona Nilai Tanah yang baik maka diperlukan penyempurnaan Zona Nilai Tanah yaitu menggunakan lebih banyak sampel data dan harga pasar yang disurvei serta diperlukan up to date terhadap Peta Zona Nilai Tanah agar keakuratan informasi yang dihasilkan mendekati nilai sebenarnya.
    Kegiatan penyempurnaan Zona Nilai Tanah akan berdampak pada penyesuaian NJOP, sehingga dapat meningkatan nilai jual tanah atau bangunan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, apabila informasi yang diberikan akurat dan up to date maka masyarakat pun akan merasakan manfaat dari Zona Nilai Tanah. Sehingga akan terciptanya pelayanan Prima dan tujuan dari Zona Nilai Tanah pun tercapai.

    Irpan Muhamad Ilham Kosasih
    Diploma IV Semester 1 Kelas A
    NIM 14232814

    BalasHapus
  50. Saya setuju dengan pendapat-pendapat yang menyatakan bahwa bahwa peta ZNT belum dapat dijadikan acuan pajak PBB dan BPHTB dikarenakan masih banyak kekurangan dalam pembuatan peta ZNT itu sendiri.
    Kekurangan-kekurangan itu misalnya sample yang diambil masih terlalu sedikit sehingga metode sampling yang digunakan masih terkesan seadanya saja, perbedaan nilai bidang-bidang tanah pada satu area ZNT tidak ada meskipun lokasi berbeda, nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT terkadang tidak sesuai dengan NJOP, spekulan dapat mengganggu penetapan ZNT berdasar nilai pasar, serta masih banyak masalah-masalah lainnya.
    Mengenai kekurangan-kekurangan ini tentu harus diselesaikan secepat mungkin dan dipertimbangkan secara seksama. Mungkin akan lebih bijak jika dilakukan perbaikan peta PBB dahulu secara maksimal, baru setelah peta dirasa sudah baik dan memenuhi standar yang disepakati, peta ZNT dapat diajukan sebagai acuan pajak PBB dan BPHTB.

    Jefri Bangkit Angkoso
    Diploma IV STPN Semester I Kelas A
    NIM. 14232816

    BalasHapus
  51. Sebetulnya sangat membanggakan jika instansi yang kita cintai ini yaitu Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Ka BPN mengeluarkan produk berkualitas yaitu peta zona nilai tanah yang akan sangat membantu dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai sebaran harga tanah yang dijadikan sebagai dasar penarikan Pajak (PBB dan BPHTB). Tapi untuk memperoleh produk terbaik tentunya harus mencermati proses atau langkah” dalam pembuatannya, ZNT produk BPN masih berbasis zona atau wilayah dengan sampel minimal 3 bidang pada tiap zonanya, dalam deliniasinya menggunakan citra satelit resolusi tinggi (ikonos atau quickbird) “sebelum turun kelapang hanya melihat dari citra terus mendeliniasi tia-tiap zona”. Zona pemukiman yang ramai, wilayah yang dekat fasilitas umum, wilayah kurang ramai,dekat sungai dan hal lain sebagainya, dan itu dijadikan peta kerja penilai. Nah mencermati hal itu, dalam menzonasinya menggunakan citra tentunya akan sangat rinci lagi jika penentuan zonasinya menggunakan basis bidang, yang tentunya detail dalam menunjukkan lokasi obyek pajak secara langsung dan tidak dilakukan pendataan untuk seluruh bidang atau dengan kata lain hanya menggunakan sampel, informasi tentang nilai tanah hanya secara global yaitu tiap zona/wilayah. serta keterbatasan SDM dan penafsiran yang kurang matang dilapang dalam menilai tanah tentunya akan sangat berpengaruh dalam penentuan harga tanah. Tentunya harus memberikan penguatan SDM yang kuat dalam memberikan berbagai pelatihan. Faktor” itulah yang sampai sekarang ini beberapa provinsi belum percaya diri dalam mensosialisasikan produk ZNT dengan pemda setempat termasuk kanwil BPN Provinsi Papua, sehingga belum bisa dijadikan dasar penarikan pajak PBB dan BPHTB.
    ARFIAN – 14232798 – D IV Kelas A Smt. I

    BalasHapus
  52. Selamat malam.. :), mohon izin berkomentar, tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada pengomentar yang terlebih dahulu.

    Seperti yang telah kita ketahui bahwa UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerahyang menguatkan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelolah pajak dan retribusi daerah. Dimana pada kenyataannya penyerahaan semua wewenang dan tanggung jawab pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan dan perkotaan (PBB P2) kepada pemerintah kota dan kabupaten di seluruh Indonesia baru terhitung sejak januari 2014.
    BPN sendiri setelah keluarnya UU No. 28 tahun 2009, mulai mengerjakan proyek peta zona nilai tanah pada tahun 2010, persis saya ingat pada saat itu saya baru tamat dari D1 STPN dan sempat menyentuh pekerjaan itu.
    Diatas telah banyak berpendapat tentang kekurangan-kekurangan Peta Zona Nilai tanah dan harapannya tentang Pemfaatan Peta ZNT tersebut, saya rasa semua sudah sangat komplit diatas. Saya ingin menanggapi dalam sudut pandang yang berbeda. Selama 4 tahun hasil kerja keras BPN dalam pembuatan pembutan peta Zona Nilai Tanah, nampakya belum maksimal, atau belum sesuai dengan harapan instansi kita. Kenyataannya dalam penerapan peta zona nilai tanah di kantor pertanahan bisa kita hitung jari. Masih beberapa kantah saja yang sudah mempergunakan peta znt tersebut. Pada saat ini telah timbul masalah baru dengan penyerahan sepenuhnya wewenang PBB dan Restribusi oleh djp semenjak januari 2014 kepada pemda. Seperti di daerah tempat saya bekerja, mengalami beberapa masalah., penomoran NOP (nomor objek pajak) belom dicantumkan pihak pemda, dikarenankan merka belum menguasai tentang pajak it tersebut sehingga seringkali kita mengalami kesulitan dalam mengentrian data PBB nya dalam aplikasi KKP, demikian juga dengan njop yang belum terupdate. Merupakan hal yang wajar tampaknya mempunyai kendala mengingat sumber daya pemerintah daerah terutama sdm yang ahli dalam penilaian properti masih kurang. Kemudian jika kita hubungan dengan produk bpn yaitu peta ZNT, yang bukanlah kewajiban pemda untuk memakai produk BPN tersebut. Sehingga harapan BPN dengan menjadikan peta ZNT menjadi patokan pembuatan NJOP tidak akan berbalas apabila tidak ada peraturan yang mengatur tentang hubungan PEMDA dan bpn dalam menerapkan peta ZNT tersebut. Dari sudut pandang inilah saya melihat, sambil melakukan perbaikan-perbaikan terhadak produk peta ZNT kita alangkah jauh akan lebih baik apabila ada peraturan pemerintah yang mengatur hubungan pemda dengan BPN it sendiri dalam penerapan zona nilai tanah. Karna apabila tidak seperti itu pemamfaatan peta ZNT tersebut tidak bisa maksimal. Dan dengan adanya peraturan tersebut bisa mewujudkan impian BPN untuk menjadikan peta ZNT sebagai patokan pbuatan NJOP.

    Rakyat senang, Pembangunan daerah terus bertumbuh, BPN selalu siap melayani. :)

    Salam prima

    Citraria Rumapea
    Diploma IV semester 1 Kelas A
    NIM : 14232800

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gagasan yang luar biasa.....betul, saat ini kita perlu landasan yuridis dalam pemanfaatan ZNT sebagai instrumen dalam penetapan pajak daerah, utamanya BPHTB dan PPH, bagaimana teman2....

      Hapus
    2. Saya sangat sependapat dengan pandangan saudari Citraria Rumapea Urgensi kebutuhan atas kerjasama PEMDA dan BPN dalam mewujudkan ZNT yang sebagai referensi penetapan NJOP akan terwujud dengan terlebih dahulu membuat landasan yuridis tentang mengenai hal itu.

      Dengan adanya landasan yuridis tersebut tentu saja BPN dan PEMDA dapat mengerti dan memahami tugas masing-masing serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Hal itu penting dalam upaya mewujudkan ZNT yang sesuai dengan harapan pemerintah dan kebutuhan masyarakat.

      Anwar Luthfi
      NIM. 14232835
      Kelas: B

      Hapus
    3. Saya juga sependapat dengan saudari citra, tapi untuk saat ini ditempat saya bekerja dalam penentuan nilai njop pemda sudah menyiapkan anggotanya yang khusus turun dilapangan untuk mengecek kondisi dilapangan sehingga nilai njopnya itu selalu terupdate,misalnya walaupun tanah itu sudah ada nilai njopnya orang itu tetap turun kelapangan untuk menentukan nilai dan kondisi terakhir dilapanga. Hal ini dilakukan oleh pemda daerah saya karena orang itu tau bahwa nilai njop yang dikeluarkan oleh kantor pajak banyak yang tidak sesuai dengan kondisi dan keadaan dilapangan sesungguhnya.contoh yang lain mungkin ini berdasarkan pengalaman saya waktu mau mengurus pensertifikatan disuatu kota A,jadi disitu waktu saya menayakan wajib pajak yang harus saya bayarkan orang itu tidak menghitung pajak dari nilai njop yang sudah tertera di pbb tetapi orang itu telpon ke kantor pajak menanyakan nilai njop sekarang didaerah tersebut sehingga yang dihitung dalam penentuan pajak bukan berdasarkan nilai njop yang tertera di pbb melainkan njop sekarang. Jadi menurut saya sistem seperti ini sudah lebih bagus dari pada penggunaan peta znt yang masih banyak kekurangannya sambil menunggu penyempurnaan peta znt.

      Aji pratama putra
      Nim 14232796
      kelas A

      Hapus
    4. Saya sangat sependapat dengan Saudari Citra perihal penerapan peta ZNT yang merupakan produk BPN sebagai dasar penarikan pajak yang berhubungan dengan penentuan NJOP yang akan diterapkan diseluruh daerah.
      Perlu adanya sinergi dan kesinambungan pengertian dan persepsi antara PEMDA dan BPN dalam memandang peta ZNT tersebut.
      Karena pada dasarnya,penilaian tanah yang dilakukan oleh BPN kebanyakan mengalami hambatan didalam penerapannya sebagai dasar pemungutan pajak.
      PEMDA kebanyakan enggan untuk menerima hasil penilaian tanah yang dilakukan oleh BPN dikarenakan faktor-faktor yang sebenarnya hanya masalah koordinasi yang kurang.
      PEMDA mengemukakan bahwa hasil penilaian tanah yang dilakukan oleh BPN sangat tidak sesuai dengan keadaan lapangan yang ada.Selain itu,nilai yang dihasilkan oleh ZNT tersebut terlalu tinggi dan akan sangat merugikan masyarakat, dikarenakan di daerah saya bekerja tanah-tanah yang tersedia harga jualnya sangat tinggi yang bila nantinya peta ZNT tersebut diterapkan akan mempengaruhi BPHTB yang akan dibayarkan masyarakat sebelum mensertifikatkan tanahnya. BIla terjadi keengganan masyarakat dalam mengurus sertifikatnya akan meningkat dikarenakan BPHTB yang dibebankan sangat tinggi..
      Selain itu PEMDA kebanyakan menyiapkan petugas tersendiri dalam hal menilai tanah di daerah tersebut,dimana BPN tidak bisa melarang ataupun memaksakan PEMDA menggunakan peta ZNT yang dihasilkan.
      Maka dari itu, perlu adanya landasan yuridis ataupun peraturan yang mengikat PEMDA agar mau menerapkan nilai tanah sesuai peta ZNT yang BPN hasilkan. Jika tidak, peta ZNT yang dihasilkan oleh BPN tidak dapat digunakan sebagai dasar pemungutan pajak atas tanah.
      Selain itu, Kantor Pertanahan diseluruh daerah seharusnya dibekali ilmu penilaian tanah yang cukup mumpuni dikarenakan SDM yang ada di Kantor Pertanahan di daerah saya saja untuk melaksanakan tugas pokok BPN saja masih kurang, apalagi harus dbebani tugas tambahan yaitu melakukan penilaian tanah dalam hal pembuatan peta ZNT tersebut.
      Terimakasih.

      NAMA : SAMUEL SIAHAAN
      NIM : 14232827
      KELAS : A

      DIPLOMA IV Semester I

      Hapus
    5. saya setuju dengan pendapat teman2 di atas,, sepertinya di atas ini adalah permasalahan saudara2 yg berada di sumatera utara.. heee.. namun izinkan saya menambahkan sedikit ttg ZNT pada kantor saya..
      seperti yg kita ketahui, penerapan ZNT sudah di lakukan di beberapa kantor beberapa tahun yg silam, namun apa daya, setelah saya mnjalani tugas belajar, kantor saya masih tidak menerapkan ZNT. hal ini di karena kan, kurangnya cakap, ilmu, SDM dan rasa kepedulian trhdp kemajuan BPN trcinta. sunnguh ironi, mengingatkan bberapa kantor bahkan skg sudah menerapkan Weekend Service, namun kantor kami yg trgolong tipe C masih tidak mau brkembang.
      kembali pada ZNT, harapann saya ke depan, kita sama2 berbenah diri, yg di pusat merangkul yg di kanwil utk penerapannya, dan yg di kanwil merangkul yg di kantah.. shg seluruh BPN di Indonesia menerapkan ZNT dgn baik, dlam arti setelah di perbaiki baik dari fungsi dan terkait peratutan hubungan sinergi dgn pihak pemkab. shg tidak ada lagi kantor BPN yg berbeda2 sistem administrasinya.. satu untuk melayani rakyat.. semoga masalah di kantor saya mnjadi bahan pertimbangan teman2 pusat untuk memikirkan baiknya BPN ke depan ini.. Jaya terus BPN ..

      Nama : Shelvi Manurung
      NIM : 14232867
      Kelas B.
      Srmester 1 / B

      Hapus
  53. Berbicara mengenai ZNT apakah itu sudah dapat dijadikan acuan dalam hal Pajak PBB dan BPHTB menurut saya masih sulit untuk ditentukan. Tetapi pada dasarnya saya sangat merekomendasikan untuk menggunakan ZNT walaupun dikatakan masih banyak kekurangan pada pembuatan ZNT tersebut. Maksudnya sesegera mungkin menetapkan penggunakan ZNT sebagai pengganti NJOP dalam penentuan PBB dan BPHTB walaupun pada peta tersebut masih dengan segala kekurangannya, karena dengan begitu akan muncul koreksi dari kekurangan yang dibuat sehingga peta ZNT akan semakin baik dengan pendapat atau koreksi/kritikan baru yang akan muncul. Dan jika kita menunggu kesiapan ZNT akan digunakan, sampai kapanpun akan sulit ditentukan karena hanya sebagai rencana tanpa adanya masyarakat yang bisa mengkoreksi baik atau tidaknya sebuah peta ZNT dibuat dan maanfaat apa yang dirasakan.
    Seperti yang dijelaskan pada tulisan di atas bahwa hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan ZNT yaitu :
    "1) pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit;
    2) metode penilaian yang digunakan perlu ditinjau kembali, agar hasilnya lebih fair & betul-betul mencerminkan nilai tanah sebenarnya;
    3) ZNT perlu segera ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB & BPHTB;
    4) penerapan ZNT perlu dibarengi dengan penerapan kebijakan insentif & disinsentif dalam penetapan pajak;
    5) validasi nilai tanah dalam akta tanah produk PPAT oleh petugas pajak tidak perlu dilakukan, mengingat keduanya adalah pejabat yang menjalankan tugas negara.
    Kelima agenda ini perlu segera dilakukan agar peluang pemerintah daerah dalam pengelolaan pajak, khususnya PBB dan BPHTB dapat dilaksanakan dengan baik dan berkontribusi positif dalam peningkatan kesejahteraan"

    NAMA : ZAINAL ABD. RASYID
    NIM : 14232831
    KELAS : A

    DIPLOMA IV SEMESTER I

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat dengan sdr. Zainal bahwa penggunakan ZNT sebagai pengganti NJOP dalam penentuan PBB dan BPHTB karena masih banyak juga nilai NJOP yang sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan serta banyaknya mutasi kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang tidak dilaporkan atau beralih fungsi.

      Ada lebih baiknya kita bekerjasama dengan Dispenda. Dispenda telah menerapkan SISIMIOP (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak), dalam SISIMIOP itupun juga terdapat unsur dan subsistem Zona Nilai Tanah (ZNT), selain itu terdapat juga unsur yang lain seperti Nomor Objek Pajak (NOP). Pendataan subjek dan objek PBB dengan pola SISMIOP inilah akan menyempurnakan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang akan berdampak pada penyesuaian NJOP.

      Nama : Danang Arief Widianto
      NIM : 14232801
      Kelas : A
      Diploma IV Semester 1

      Hapus
  54. Saya setuju dengan terbitnya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bahwa penggunaan ZNT akan lebih memaksimalkan pendapatan daerah, akan tetapi diperlukan Peta Zona Nilai Tanah hal tersebut akan berpengaruh pada Nilai Jual Objek Pajak. Dalam prakteknya di lapangan dalam mencari data perlu melakukan Pembuatan dan update secara berkesinambungan dengan cara :

    1. Pendekatan Data Pasar
    2. Pendekatan Biaya
    3. Pendekatan Pendapatan

    Dengan begitu maka dasar penarikan pajak akan tepat sasaran dan menambah pendapatan daerah, tetapi. pemerintah kabupaten/kota harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    1. Kebijakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) agar memperhatikan konsistensi, kesinambungan dan keseimbangan antar wilayah
    2. Kebijakan tarif Pajak Bumi Dan Bangunan (PBB), agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat
    3. Menjaga kualitas pelayanan kepada Wajib Pajak (WP), dan
    4. Akurasi data subjek dan objek pajak dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) tetap terjaga

    Dalam UU nomor 28 tahun 2009 di dalam Ketentuan Umum yang memberikan penjelasaan tentang istilah-istilah teknis atau definisi-definisi PBB seperti pengertian dalam pasal 1 ayat 37 -39 :
    37. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.
    38. Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah kabupaten/kota.
    39. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan pedalaman dan/atau laut.

    Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Pengertian ini berarti bukan hanya tanah permukaan bumi saja tetapi betul-betul tubuh bumi dari permukaan sampai dengan magma, hasil tambang, gas material yang lainnya.


    AGUNG RAMLI-14232794-KELAS A Smt. I

    BalasHapus
  55. Menurut Saya dalam menentukan harga tanah di suatu wilayah atau penerapan ZNT dalam suatu wilayah biasanya masih banyak mengalami kendala terutama di wilayah yang baru walaupun sudah memiliki pemetaan wilayah terkait ZNT tersebut. Kendala yang dihadapi misalnya soal penentuan taksiran harga tanah yang jauh berbeda pada wilayah yang berdekatan. Dalam penetapan ZNT tersebut, biasanya mengacu pada Standar Operasional Prosedur Internal (SOPI yang dikeluarkan BPN. SOPI itu juga, lanjutnya, merujuk pada standar penilaian Indonesia dan internasional serta metode penilaian ekonomi sumber daya alam dan lingkungan. Dalam menentukan ZNT suatu wilayah, kita melihat berbagai faktor, seperti lokasinya, apakah berdekatan dengan wilayah industri, wilayah komersial, jalan utama, dan sebagainya. Sesuai prosedur SOPI, harga tanah dalam ZNT selalu dievaluasi dan diperbaharui mengikuti perkembangan ekonomi dan geografis suatu wilayah. Pastinya setiap tahun selalu diperbaharui. Terkait dengan dampak penetapan ZNT tersebut terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), jelas akan berdampak pada naiknya PAD. Contohnya, bila selama ini nilai tanah selalu mengacu pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan Dinas Pendapatan daerah (Dispenda) yang nilainya umumnya jauh dibawah harga pasar. NJOP itu nilai tanahnya selalu jauh dibawah harga pasar, sedangkan ZNT salah satunya mengacu pada harga pasar. Perbedaannya bisa 10 sampai 30 kali lipat. Jadi bila terjadi suatu transaksi tanah, jual-beli misalnya, BPHTB dan PPN nya yang semula mengacu pada NJOP, kini mengacu pada ZNT yang harganya lebih tinggi, jelas sumbangan ke PAD nya lebih tinggi. Penentuan ZNT juga akan menguntungkan masyarakat, terutama yang berminat menjual tanah atau bangunan. Manfaat juga akan diperoleh investor yang berminat membeli tanah atau bangunan sebab akan tahu harga tanah dan bangunan yang sebenarnya.

    Nama : Try Saut Martua Siahaan
    NIM : 14232830
    Kelas : A

    BalasHapus
  56. Pada PP 13/2010 Tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional, BPN diamanahi pembuatan produk berupa peta Zona Nilai Tanah (ZNT). Terdapat banyak problematika yang terjadi pada penerapan peta Zona Nilai Tanah. Problematika ini timbul tidak lain karena peta Zona Nilai Tanah masih memiliki beberapa kelemahan-kelemahan. Saya mencermati paling tidak ada 3 kelemahan ZNT, yaitu:
    1. Nilai harga tanah ditetapkan secara wilayah (zonasi). Efek ditetapkanya secara wilayah maka secara kasat mata fasilitas umum seperti jalan, jembatan, saluran air, juga diberi harga. Seharusnya apabila peta ZNT dibuat berdasarkan persil per persil, hal ini tidak akan terjadi.

    2. Terjadi pemerataan harga pada persil yang berada di posisi strategis dengan yang tidak strategis. Pada wilayah yang sama, persil yang berada pada jalan utama dinilai sama dengan persil yang lokasinya tidak berada dijalan utama. Hal ini disebabkan juga karena peta Zona Nilai Tanah dibuat berdasarkan wilayah tidak persil per persil.

    3. Belum ada sinkronisasi antara Pemerintah Daerah dalam hal ini Dispenda yang mengelola Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dengan peta Zona Nilai Tanah. Dispenda memiliki Tim tersendiri dalam penentuan harga nilai tanah. Sedangkan BPN tetap berpedoman pada peta Zona Nilai Tanah. Terjadi ketimpangan harga yang cukup signifikan disini antara harga yang ditetapkan oleh Dispenda dengan peta ZNT. Sehingga timbul lah 2 harga nilai tanah untuk 1 objek tanah. Seharusnya hal ini tidak perlu terjadi apabila Dispenda juga berpedoman pada peta Zona Nilai Tanah yang Notabene merupakan produk hukum yang memiliki payung hukum yang jelas (PP 13/2010).


    Nama : Ridho Julian Satria
    NIM : 14232863
    Kelas : B
    Diploma IV Semester 1

    BalasHapus
  57. Mohon izin berpendapat. Menyimak pendapat-pendapat sebelumnya yg telah lebih dulu mengemukakan tentang problematika ZNT ini, bahwa memang masih banyak kendala yg dihadapi oleh BPN dalam kegiatan tersebut. Hal ini sudah seharusnya menjadi motivasi bagi kita semua sebagai bagian dari instansi BPN untuk terus berbenah demi menciptakan sebuah produk yg berkualitas dan tentunya bermanfaat.

    Menurut saya, kualitas SDM penilai sangat berpengaruh pada kegiatan pemetaan ZNT, mulai dari menentukan zona, menentukan sebaran sampel dan pengambilan data lapang yg mengharuskan interaksi langsung dengan masyarakat. Penentuan batas zona awal juga harus diperhatikan, karena nantinya akan berpengaruh pada nilai dalam satu kawasan (zona) tersebut, sehingga seorang penilai harus jeli dalam melihat lingkungan yg menjadi wilayah survey, termasuk jika ada faktor-faktor khusus yg dapat mempengaruhi nilai tanah. Sependapat dengan sdr Irpan diatas, bahwa keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yg diambil. Lagi-lagi, kegigihan seorang penilai sangat diperlukan agar data yg dihasilkan akurat dan hal ini juga akan memudahkan dalam proses pengolahan data nantinya.

    Memang masih banyak hal yg harus kita benahi dalam kegiatan pemetaan ZNT ini, dan tentunya membutuhkan komitmen kita semua. Selain itu, BPN juga harus mau membuka diri terhadap instansi-instansi yg terkait, sehingga produk BPN (dalam hal ini peta ZNT) juga dapat dimanfaatkan oleh pihak di luar BPN. Sekian. Terimakasih. Semoga berkenan.

    Siti Arifatun Sholihah
    NIM 14231819
    Kelas A Diploma IV Semester I

    BalasHapus
  58. Selamat Pagi Pak, Mohon izin untuk memberikan komentar dan saran dalam forum ini
    Seperti dalam tulisan Bapak diatas, yaitu tentang permasalahan-permasalahan dalam pembuatan peta Zona Nilai Tanah, yaitu terkendala pada pengambilan data dilapangan. Hal ini juga terjadi dalam pengambilan data lapangan di daerah Indragiri Hilir, Riau. Permassalahan nya bukan hanya harga tanah yang kurang sesuai dengan PBB, tapi masalah dalam area bidang tanah. Contoh, Harga dua bidang yang bersepadan yang terletak di pinggir jalan yang sama yaitu bidang A dan bidang B, ukuran bidang tanah A adalah 5meter x100 meter (5 meter sepadan dengan jalan,100 meter memanjang kebelakang) dengan Harga Rp. 15.000.000,- . Sedangkan Ukuran bidang tanah B adalah 5meter x200 meter (5 meter sepadan dengan jalan, 200 meter memanjang kebelakang) dengan harga Rp.15.000.000,-. Dari contoh tersebut, dapat kita lihat bahwa harga tanah bukan berdasar dari luas tanahnya, tetapi lebar tanah tersebut terhadap jalan, sedangkan panjang nya kebelakang tidak menjadi patokan harga tanah. Hal ini disebabkan bahwa tanah-tanah didaerah ini adalah tanah rawa. Hal ini dapat kita simpulkan bahwa, sistem penentuan harga tanah di Indonesia beraneka ragam, dan saya juga yakin bahwa ada beberapa daerah di Indonesia berbeda dalam penentuan harga tanah di daerahnya masing-masing.
    Oleh karena itu, hal-hal seperti ini juga termasuk PR kita dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi ketika pengambilan data dan update data dilapangan agar tercipta peta zona nilai tanah yang baik dan digunakan seluruh masyarakat Indonesia dalam berbagai macam kegiatan tentang pertanahan.

    G.Rahmat Sanjaya
    Diploma IV semester 1 Kelas A
    Nim. 14232807

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sependapat dengan saudara G. Rahmat Sanjaya. Pengambilan data di lapangan menjadi kendala paling sulit dalam pembuatan Peta Zona Nilai Tanah. Khususnya pada daerah yang menilai tanahnya karena unsur tradisi dan merupakan tanah nenek moyang yang turun temurun. Daerah seperti itu cenderung memiliki nilai tanah yang tinggi karena keengganan masyarakat untuk menjualnya. Belum lagi beberapa zona dimana nilai tanah di depannya lebih tinggi di bandingkan dibelakangnya. Hal ini sangat menghambat dalam pengumpulan data di Lapangan, sehingga berimbas kepada ketelitian dari harga pada Peta Zona Nilai tanah yang di buat.
      Dengan demikian menurut saya, dibutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam membuat Peta Zona Nilai Tanah yang baik dan dapat digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

      Ario Aditia Pratama
      DIV Semester I
      NIM. 14232799

      Hapus
  59. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  60. Saya sependapat dengan pernyataan diatas bahwa penerapan Zona Nilai Tanah masih memiliki permasalahan-permasalahan diantaranya di lapangan masih banyak ditemukan ketidaksesuaian harga di lapangan dengan harga yang tercantum dalam zona nilai tanah.
    Dalam pembuatannya, Peta Zona Nilai Tanah dibatasi dengan penarikan garis batas sebagai batas zona kawasan tersebut dengan mengelompokkan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah. Keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei.
    Untuk itu dalam proses pembuatan peta zona nilai tanah diperlukan updating lagi secara matang agar sesuai dengan nilai di lapangan.

    Qusnul Syamsudin D S
    NIM. 14232823
    Kelas A

    BalasHapus
  61. Sebenarnya tujuan dari ZNT ini sangatlah baik dan memang ditujukan untuk kepentingan masyarakat luas, dalam hal membantu masyarakat dalam bertransaksi jual beli dan menjadi sumber informasi nilai tanah yang mendekati rill dilapangan. Akan tetapi krena ini produk murni dari BPN maka ada perbedaan antara nilai di Peta ZNT sama NJOP di PBB, padahal pada dasarnya ZNT ini digunakan sebagai acuan dari penetapan NJOP, dan jugaa ZNT ini acuan dari rencana pembangunan suatu daerah. Maka timbulah suatu pertanyaan mengapa sampai saat ini tidak ada kerjasama antara BPN dan Pemerintah Daerah atau instansi lain yang berhubbungan dengan nilai tanah. Mungkin harapan saya suatu saat nanti akan ada sumber informasi yang akurat dan satu baik itu NjOp dan ZNT hasil dari kerjasama beberapa instansi yang berkaitan..

    Deris Teguh Gumelar
    14232841
    B

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon izin komentar kang...

      sebenarnya kerjasama antara pemerintah daerah dengan intansi kita BPN sudah ada akan tetapi permasalahan muncul ketika kegiatan pembuatan peta ZNT tersebut akan dimulai yaitu masalah pendanaan. Karena, jika pemda yang akan mendanai pembuatan peta ZNT tersebut maka diperlukannya perubahan struktur pembelanjaan dari pemda tersebut karena hal tersebut belum dianggarkan. Yang kedua jika pembuatan peta ZNT tersebut didanai dari anggaaran BPN maka peta ZNT tersebut tidak dapat menjadi aset PEmerintah Daerah karena pendanaan bukan berasal dari Pemerintah Daerah...

      Insya Alloh komentar saya bermanfaat kang…
      Jazakulloh..
      by: Rayyan Dimas Sutadi
      14232859
      DIV Semester 1 Kelas B

      Hapus
  62. Selamat siang pak, mohon ijin berkomentar..

    Menurut saya Dari permasalahan yang dihadapi mengenai Peta ZNT, hendaknya BPN lebih mengoreksi diri Dan harus secara cepat untuk memperbaiki segala kesalahan Dan juga kekurangan Dari Peta ZNT tersebut. Karena data Dari Peta ZNT tersebut yang dipakai pemerintah daerah sebagai referensi penentuan NJOP PBB. Kalau BPN belum bisa membenahi kesalahan yg terdapat pada Peta ZNT maka akan terus menerus terjadi kesalahan dalam penentuan NJOP PBB yang akan menimbulkan keresahan masyarakat akibat harga nilai tanah yang tidal seimbang..

    Saya setuju dengan komentar Dari teman-teman semua bahwa Perlu dicermati beberapa hal penting dalam pembuatan Peta ZNT,yaitu Peta Zona Nilai Tanah dibatasi dengan penarikan garis batas sebagai batas zona kawasan tersebut dengan mengelompokkan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah. Keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei. Selain itu, harga nilai tanah harus menunjukan harga nilai tanah yang baik mengingat kondisi tanah jangan hanya melakukan spkeluasi nilai tanah. Kalau semua hal ini bisa dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan Peta ZNT yang baik yang dapat menjadi acuan tetap dalam pennentuan NJOP PBB yang lebih adil Dan transparan.
    Tidak hanya hal-hal ini, diharapkan juga ketersediaan SDM yang memiliki pengetahuan yang baik dalam menentukan harga nilai tanah Dan pembuatan Peta ZNT sangat diperlukan untuk mendukung keakuratan Dari Peta ZNT. Diharapkan juga Peta ZNT yang sudah diperbaiki selalu dilakukan pemutakhiran data sehingga data yang disediakan akurat Dan valid sesuai dengan kondisi sekarang yang terjadi di lapangan.

    Hal ini menjadi tugas bagi kita semua yang menjadi bagian dari BPN agar nantinya kesalahan-kesalahan yang ada Dan kekurangan-kekurangan yang dimiliki dapat kita perbaiki dengan baik sehingga masyarakat juga turut merasakan apa yang kita kerjakan demi terwujudnya masyarakat yang makmur dan sejahtera di bidang pertanahan.


    Priska Irvine. Loupatty
    Diploma IV Semester 1 Kelas A
    NIM : 14232822

    BalasHapus
  63. Penerapan peta Zona Nilai Tanah BPN sebagai dasar penentuan/penetapan besarnya pajak PBB & BPHTB memang baik adanya, sesuai dengan amanah PP. 13/2010 tentang PNBP di BPN RI dimana didalamnya mengatur mengenai peta ZNT. Tetapi dalam penerapan hal tersebut masih banyak yang harus dibenahi, karena penggunaan peta ZNT merupakan sebagai acuan yang sangat penting dalam penentuan/ penetapan besarnya pajak PBB & BPHTB. Munculnya berbagai macam persoalan yang terjadi di lapangan akibat dari penggunaan peta ZNT BPN dalam penentuan/penetapan PBB & BPHTB menunjukkan bahwasanya peta ZNT belum mampu digunakan sebagai dasar penetapan PBB & BPHTB.
    Misalnya dari segi penentuan harga dari setiap persil, Saya sependapat dengan sdr. Ridho Julian Satria, pada poin nomor 2 bahwa, Terjadi pemerataan harga pada persil yang berada di posisi strategis dengan yang tidak strategis. Pada wilayah yang sama, persil yang berada pada jalan utama dinilai sama dengan persil yang lokasinya tidak berada dijalan utama. Hal ini disebabkan juga karena peta Zona Nilai Tanah dibuat berdasarkan wilayah tidak persil per persil. Selain itu juga, Peta ZNT BPN belum dapat digunakan sebagai acuan karena dalam menentukan nilai tanah diantaranya peta ZNT BPN belum mampu menunjukkan lokasi obyek pajak secara langsung hal ini disebabkan karena tidak adanya pendataan untuk seluruh bidang atau dalam menentukan nilai tanahnya hanya menggunakan beberapa sampel, dengan begitu informasi tentang nilai tanahnya hanya secara global dalam setiap zona / wilayah. Oleh karena itu, Mengingat pentingnya informasi mengenai harga tanah, maka menilai tanah bukan hanya cukup dengan pembuatan peta ZNT berdasarkan wilayah saja tetapi harus memperhatikan lokasi ataupun posisi dari suatu obyek pajak tsbt, dan harus terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan terhadap peta ZNT produk BPN. Peta ZNT yang dibuat hendaknya berbasis persil dan betul-betul menunjukkan nilai tanah yang sebenarnya.

    Nama : Farhan Nayoan
    NIM : 14232805
    Kelas : A
    DIPLOMA IV Semester I

    BalasHapus
  64. Mohon izin berpendapat pak….
    Penetapan Peta ZNT sebagai dasar atas penarikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) & Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) belum belum layak dijadikan acuan karena banyak kelemahan – kelemahan yang ada dalam Peta ZNT itu sendiri. Menurut saya pengambilan nilai tanah pada saat pembuatan peta ZNT tidak cukup hanya beberapa hari atau minggu saja, harus dilakukan penelitian lebih lama lagi pada saat mengambil data harga tanah, karena nilai yang disebutkan oleh pemiik tanah pada saat pengambilan data cenderung imajiner, atau secara kasar kita bilang “asal – asalan”. Harus dilakukan lebih lama dalam melakukan penelitian untuk menentukan harga tanah agar dikemudian hari kualitas peta zona nilai tanah akan lebih baik lagi. Kemudian koordinasi antara Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Pajak Pratama setempat harus ditingkatkan kalau perlu pada saat proses pembuatan peta ZNT BPN melibatkan Kantor Pajak Pratama setempat agar adanya sinkronisasi harga tanah. Zoning Area pada saat menentukan harga tanah pun harus dirubah, karena adanya perbedaan harga yang signifikan antara tanah yang berbatas langsung dengan jalan dengan tanah yang berbatasan dengan tanah yang berbatasan dengan tanah tersebut. Ada baiknya zoning untuk tanah yang berbatas dengan jalan diambil terpisah dengan zoning tanah yang berbatasan langsung dibelakangnya walaupun jarak antara jalan dengan batas belakang persil tersebut relative pendek. Hemat saya apabila semua terwujud, maka kualitas peta ZNT akan semakin baik dan layak dijadikan dasar untuk penarikan PBB dan BPHTB. Terimakasih
    Fandy Akbar
    14232804
    Kelas A
    Semester 1

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon izin berkomentar kang fandy..

      menurut saya, pendapat dari kang fandy benar dan itu merupakan realita yang terjadi sekarang . Akan tetapi, yang ingin saya komentari tentang statement kang fandy yang menyebutkan bahwa "Ada baiknya zoning untuk tanah yang berbatas dengan jalan diambil terpisah dengan zoning tanah yang berbatasan langsung dibelakangnya walaupun jarak antara jalan dengan batas belakang persil tersebut relative pendek" yang saya garis bawahi adalah kata relative pendek karena menurut hemat saya jika kita menggunakan sample dengan jarak yang relative pendek apakah tidak akan membuat harga menjadi timpang? dalam artian mungkin benar bahwa tanah yang letaknya dipinggir jalan mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan yang lain akan tetapi jika kita menentukan sampling harga dari tepi jalan yang jarak kebelakangnya kita ambil hanya 20 m (karena 20 m termasuk dalam kategori pendek) dan diluar dari jarak tersebut harganya sudah berbeda maka apakah tidak akan memunculkan harga tanah yang timpang? mungkin kategori pendek tersebut tidak sepenuhnya salah dan bisa diterapkan di daerah perkotaan lalu bagaimana dengan yang di daerah pedesaan? apakah bisa kita praktekkan juga dengan metode pendek tersebut??

      terima kasih sudah diberi kesempatan coment kang fandy mohon maaf apabila isi coment saya ada yang tidak pantas karena masih sama-sama belajar...

      jazakulloh...
      by: Rayyan Dimas Sutadi
      14232859
      DIV Semester 1 Kelas B

      Hapus
  65. Mohon ijin Pak,,
    Sebelum membahas permasalahan tentang ZNT, disini saya terlebih dahulu membahas pengertian ZNT. Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) adalah Peta Tematik yang menggambarkan besaran-besaran nilai tanah atau harga pasar dan potensi tanah di suatu wilayah tertentu yang berfungsi sebagai informasi spasial dan informasi textual. Peta ZNT pembuatannya memerlukan data harga tanah berdasarkan nilai pasar yang sebenarnya. Dikarenakan Peta tersebut digunakan sebagai dasar penaksiran harga/nilai tanah, sementara harga pasar/nilai tanah setiap saat selalu berubah, maka Peta Zona Nilai Tanah harus selalu di Update setiap waktu secara periodik agar Peta yang dihasilkan mempunyai akurasi yang tinggi.
    Dalam pembuatannya, Peta Zona Nilai Tanah dibuat dengan mengelompokan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah pada beberapa zona wilayah. Keakuratan dalam penentuan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei. Sebagai contoh terdapat beberapa zona yang akan disurvei misalnya Zona A,B,C yang saling berdekatan. Zona A terdapat beberapa bidang tanah yang harganya berkisar Rp. 500.000,- s/d Rp. 600.000,-. Zona B antara Rp. 400.000,- s/d Rp. 300.000,-. Untuk zona C terkadang petugas yang men-Survei hanya mengambil sampel satu atau dua bidang tanah untuk perbandingan rata-rata, yang berkisar antara Rp. 300.000,- s/d Rp. 100.000,-. Padahal dari beberapa bidang pada zona C tersebut, pada kenyataannya masih banyak harga pasar tanah berkisar dibawah Rp. 100.000,- sehingga kawasan tersebut tidak tercover secara baik dan tidak terbaca pada zona tersendiri, dikarenakan kurang jeli dalam mengambil data sebagai sample dan membuat batasan zona. Maka hal ini menyebabkan Peta ZNT yang dibuatnya tidak memberikan informasi yang sebenarnya dengan kata lain peta tersebut tidak akurat. Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa ZNT sebaiknya digunakan pada instansi BPN saja terlebih dahulu, yaitu untuk data informasi tentang harga-harga tanah dan sumber kelengkapan data Peta ZNT. Untuk hubunganya dengan Pemda dalam hal ini sebelum ditindaklanjuti sebagai acuan PBB dan NJOP, maka diperlukan kajian secara menyeluruh dan diatur lagi kedepanya agar bisa dijadikan acuan untuk Pemda dalam mengelola pajak dan retribusi daerah, supaya tidak terjadi persoalan dikemudian hari.

    Nama : Hermawan Dwi Astanto
    NIM/Kls : 14232811 / A

    BalasHapus
  66. Sebelumnya saya mohon ijin pak dan juga rekan-rekan semua karena sudah banyak yang telah memberikan argumennya masing-masing . Untuk pembahasan Peta ZNT sebagai dasar dalam penarikan pajak (PBB dan BPHTB), menurut saya memang belum layak.
    Sebagaimana termaktub dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 pasal 16 ayat 1 : “yang dimaksud dengan ‘nilai tanah’ adalah nilai pasar (market value) yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam peta zona nilai tanah yang disahkan oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk tahun berkenaan dan untuk wilayah yang belum tersedia peta zona nilai tanah digunakan Nilai Jual Objek Pajak atas tanah pada tahun berkenan.”
    Dalam PP 13 tahun 2010, ZNT digunakan hanya terbatas dalam Penerimaan Negara Bukan Pajak terkait pelayanan pertanahan yang berhubungan dengan perkalian yang menggunakan nilai tanah, sedangkan untuk diluar pelayanan pertanahan yakni NJOP PBB dan perhitungan Nilai BPHTB tidak digunakan Peta ZNT sebagai produk BPN untuk dijadikan dasar perhitungan. Hal ini menunjukkan betapa masih perlunya perbaikan – perbaikan dalam pembuatan Peta ZNT itu sendiri, permasalahan yang saya ketahui terkait Peta ZNT itu sendiri antara lain belum adanya Peta ZNT dalam skala besar, jadi peta tersebut belum dapat dipakai untuk pelayanan pertanahan karena kurang detail dan juga belum mencakup seluruh wilayah tertentu, contohnya di Provinsi Papua Barat. Selain itu info yang diberikan responden belum tentu menjamin keakuratannya sehingga hal semacam ini akan mempengaruhi hasil survey ZNT. Disamping itu kurangnya tenaga penilai juga menjadikan kendala dalam melakukan survey pembuatan Peta ZNT itu sendiri.
    Walaupun dalam PP 13 tahun 2010 diberikan peluang kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk memberikan advice / masukan kepada Kepala Daerah untuk menggunakan hasil peta ZNT sebagai NJOP yang selanjutnya ditetapkan dalam suatu peraturan daerah. Sekarang tinggal bagaimana Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia memperbaiki kualitas produk Peta Zona Nilai Tanah itu sendiri untuk mendapatkan nilai sempurna dengan cara meningkatkan sarana prasarana, SDM maupun penguatan kelembagaan itu sendiri.
    Kesimpulan yang dapat saya ambil dalam mengatasi problematika ZNT adalah dengan dapatnya kita mempertanggungjawabkan kehandalan Peta ZNT dengan memperbaiki kualitas produk kepada Kepala Daerah yang mana pemerintah daerah hanya mengenal BPN sebagai pembuat produk sertipikat tanah, agar dapat dimungkinkan Kepala Daerah untuk merevisi peraturan terkait dengan NJOP tersebut dengan menggunakan Peta ZNT sebagai Nilai Jual Objek Pajak sehingga NJOP yang berasal dari Peta ZNT mempunyai kekuatan hukum dalam perhitungan PBB dan BPHTB. 

    Nama : Febsy Niandyti
    NIM : 14232806
    Kelas : A
    Diploma IV Semester I

    BalasHapus
  67. Menurut pendapat saya peta ZNT yang ada saat ini belum bisa dijadikan acuan penarikan pajak. Hal itu disebabkan karena peta ZNT yang ada saat ini belum benar-benar sesuai harga pasaran yang ada. Pertama karena dalam pengambilan sample terkadang petugas hanya berorientasi pada orang yang akan menjual tanah, tentu saja itu menyebabkan harga tanah di peta ZNT terlalu tinggi karena mengacu pada harga penawara. Kedua, sample yang diambil terlalu sedikit sehingga akurasi dari peta tersebut terlalu besar. Padahal kita ketahuai terkadang dua tanah yang jaraknya tidak berjauhan selisih harganya bisa jauh. Saran saya sendiri dalam pembuatan peta ZNT samplenya harus diperbanyak. Selain itu juga bisa melibatkan orang desa/kelurahan yang mengerti benar harga tanah di daerahnya. Kita juga bisa melibatkan notaris/PPAT, kita bisa mengambil sample dari data jual beli yang ada pada PPAT tersebut.

    Amin Rahmat Sidik
    NIM 14232833
    Diploma IV semester I kelas B

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat saudara Amin... berdasarkan pengalaman di lapangan saat melakukan survey ZNT. ada beberapa sampel yang sengaja menaikan harga tanahnya karena mengira nilai tersebut dijadikan acuan sebagai proses jual beli. sebagai contoh, nilai rata-rata tanah di sekelilingnya seharusnya beharga 300 ribu rupiah. kemudian ada sampel yang sengaja menaikan harga tanahnya menjadi satu juta rupiah per meternya... hal ini akan berdampak pada peta ZNT yang dihasilkan... ada daerah yang pada Peta ZNT yang nilainya jauh di atas NJOP PBB yang seharusnya dan juga melebihi harga pasaran.. dan data Peta ZNT itu perlu dipertanyanyakan lagi ke-valid-annya??

      Agung Pratama
      NIM 14232832
      Diploma IV semester 1 kelas B

      Hapus
  68. Sebagaimana dengan yang tertera dalam PP 13/2010 tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Badan Pertanahan Nasional dan Perpres 10/2006 tentang BPN telah menginisiasi terwujudnya informasi nilai tanah, nilai properti, nilai ekonomi kawasan, serta nilai total aset pertanahan sebagai rujukan nasional untuk mewujudkan fungsi tanah bagi sebesar-besar kemakmuran. Salah satu yang sudah diwujudkan adalah Zona nilai Tanah (ZNT).
    Dalam perwujudan yang dilakukan BPN terhadap Zona Nilai Tanah (ZNT) tetapi hal ini masih dapat kekurangan untuk diterapkannya sebagai acuan dalam penentuan/penetapan PBB & BPHTB. Pada saat ini BPN terus melakukan perbaikan-perbaikan tentang problematika ZNT ini. Salah satunya tentang pemetaannya, dimana BPN sekarang sudah melakukan aplikasi komputerisasi yang berbasis WEB atau dikenal juga dengan KKPWEB, dengan adanya kkpweb ini, dalam aplikasi nya terdapat peta yang mencantumkan zona nilai tanah sesuai dengan keadaan yang ada, tetapi masih memiliki persoalan yaitu seperti yang dijelaskan pada rekan-rekan sebelumnya yang mana masih belum terdapat penunjukkan lokasi obyek pajak secara langsung dan tidak dilakukan pendataan untuk seluruh bidang atau dengan kata lain hanya menggunakan sampel, informasi tentang nilai tanah hanya secara global yaitu tiap zona/wilayah dan juga masih terdapat kekurangan SDM dibidang pembuatan zona nilai tanah tersebut.
    Untuk membuat perwujudan tersebut maka diperlukan Pelatihan tentang penilaian tanah untuk memberikan bekal pengetahuan dan keahlian, dan juga kerja sama yang solid antara BPN dengan Pemkab/Kota diseluruh provinsi agar terwujudnya peningkatan pada pendapatan pemerintah dibidang perpajakan.

    Nama : Hasnim Kaulani
    Nim : 142332808
    Kelas : A Diploma IV Semester I

    BalasHapus
  69. Ok teman2....pendapat yg luar biasa...bagus dan bernas....akan lebih bagus kalo comment-nya merespon apa yg sudah disampaikan teman2 yg lain agar diskusi lebih hidup. Secara substansi, perlu juga dikaitkan dengan sumberdaya agraria sebagai objek kajian dan objek dalam pelayanan pertanahan bagi lembaga pertanahan

    BalasHapus
  70. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Redistribusi Daerah, masing-masing daerah dapat menetapkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), namun dalam melakukan penarikan PBB dan BPHTB ini seharusnya mengikuti atau mengacu pada Zona Nilai Tanah (ZNT). BPN merupakan lembaga negara yang juga memiliki tugas untuk memetakan ZNT, apabila ini terwujud maka akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah khususnya dalam ganti rugi kepemilikan tanah bila mana ada tanah masyarakat dipakai untuk kepentingan umum (Undang-Undang No. 2 Tahun 2012). Jika diamati problem ini terjadi karena dalam mengganti kerugian masyarakat yang tanahya dipakai oleh pemerintah untuk kepentingan umum, menggunakan nilai jual objek pajak (NJOP) yang tidak sesuai dengan harga tanah saat itu. Dengan kata lain ganti rugi biasa lebih sedikit padahal harga tanah tersebut telah naik dan bahkan sebaliknya yang seharusnya lebih rendah dituntut masyarkat kepada pemerintah lebih tinggi. Ini dikarenakan nilai tanah tiap tahun dapat berubah-ubah. Selain itu dengan adanya penerapan ZNT maka kita dengan mudah menentukan nilai tanah pada daerah perkotaan, pedesaan, daerah yang rata, berlereng, derah untuk pertanian, tanah yang diakses jalan utama dan sebagainya.

    Namun penerapan ZNT dari BPN dalam penarikan PBB dan BPHTB itu sendiri masih terdapat kekurangan antar lain :
    1. Belum diaturnya ZNT dalam penarikan PBB dan BPHTB dalam peundang- undangan;
    2. Dan dalam proses pembuatan ZNT kurang maksimal karena data yang diambil tidak berdasarkan persil sehingga nilai tanah yang seharusnya berbeda dalam arti ada yang lebih tinggi dan lebih rendah namun disama ratakan.
    Inilah merupakan tugas kita sebagai genersi penerus BPN yang harus menyelesaikannya. Sehingga persoalan-persoalan diatas dapat teratasi.

    JULPRIANTO
    14232848
    Kelas B
    No. 17

    BalasHapus
  71. Mohon izin berkomentar pak..
    Menurut pendapat saya harga tanah yang diperoleh dari peta Zona Nilai Tanah yang ada di sebagian besar Kantor Pertanahan memang belum bisa diterapkan sebagai acuan untuk digunakan sebagai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), hal ini terbatasi akurasi peta Zona Nilai Tanah dimana masih mengacu pada skala menengah yaitu skala 1 : 10.000 dan skala 1 : 25.000 karena adanya keterbatasan dana pembuatan sehingga zonasi peta masih mengacu pada perbedaan penggunaan tanah dari citra terbaru, belum dipetakan secara persil. Sedangkan untuk keperluan nilai NJOP memerlukan nilai pasar yang lebih detil yaitu peta blok dengan skala 1 : 1.000 dan 1 : 2.500 sehingga untuk ke depannya perlu kerjasama dengan pemerintah daerah yang bersangkutan, terutama dalam hal pembiayaan dan proses survey. Kemudian dilihat dari tujuan dasar pelayanan pembuatan peta Zona Nilai Tanah yang berkaitan dengan pelayanan informasi Zona Nilai Tanah sebagai tindak lanjut Surat Edaran Sekretaris Utama BPN RI Nomor 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 hanya menyebutkan pelayanan pemetaan Zona Nilai Tanah sebagaimana pelayanan peta tematik dalam rangka pemberian Hak Atas Tanah, Pengadaan Tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan nilai tanah di intern BPN. Sedangkan untuk penetapan peta Zona Nilai Tanah sebagai acuan nilai NJOP sebagai masukan PAD merupakan kewenangan Pemerintah Daerah apakah menggunakan Peta Zona Nilai Tanah atau Peta Blok PBB.

    Nama : Nikke Octaria Cipta Astuti
    NIM : 14232820
    Kelas : A

    BalasHapus
  72. Mohon izin menambahkan pak
    Pembuatan Peta ZNT oleh BPN dewasa ini menjadi penting setelah diundangkanya UU No. 2 tahun 2012 tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Penilaian yang tidak benar terhadap besarnya ganti rugi dipastikan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat yang tanahya menjadi obyek pembebasan. Ada suatu kajian menarik tentang metode penilaian tanah yang ditulis oleh Astrid Damayanti dan Alfian Syah yang berjudul “penilaian tanah dengan metode keruangan” yang menjelaskan Teori lokasi yang dikemukakan oleh model Von Thunen maupun model Christaller, keduanya melandasinya pada substansi “ruang”.
    Jadi karena harga atau nilai tanah merupakan suatu gejala ruang, maka faktor-faktor yang mempengaruhinya juga akan lebih banyak berkaitan dengan gejala ruang.
    Dikemukakan juga ada 4 faktor yang mempengaruhi nilai tanah, yaitu :
    1. Faktor ekonomi.
    Faktor ekonomi berkaitan dengan keadaan ekonomi global/internasional, nasional, regional maupun lokal. Variabel-variabel permintaan (demand) yang mempengaruhi nilai tanah termasuk di dalamnya ialah jumlah tenaga kerja, tingkat upah, tingkat pendapatan dan daya beli, tersedianya keuangan, tingkat suku bunga dan biaya transaksi.
    2. Faktor sosial.
    Faktor sosial membentuk pola penggunaan tanah pada suatu wilayah. Kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, tingkat kejahatan dan kebanggaan memiliki (daerah bergengsi) adalah faktor-faktor sosial yang mempengaruhi nilai tanah.
    3. Faktor politik dan kebijakan pemerintah.
    Kebijakan pemerintah di bidang hukum dan politik mempengaruhi nilai tanah. Beberapa contoh kebijakan yang dapat mempengaruhi biaya dan alokasi penggunaan tanah yang pada gilirannya akan meningkatkan harga tanah, antara lain; kebijakan pemilikan sertifikat tanah, peraturan penataan ruang dengan penentuan mintakat atau zoning, peraturan perpajakan, peraturan perijinan (SIPPT, IMB dan lain-lain) ataupun penentuan tempat pelayanan umum (sekolah, [asar, rumah sakit, dan lain-lain).
    4. Faktor fisik dan lingkungan.
    Ada dua konsep yang harus dipahami dalam faktor fisik dan lingkungan, yaitu site dan situasi (situation). Pengertian tentang site adalah semua sifat atau karakter internal dari suatu persil atau daerah tertentu, termasuk di dalamnya adalah ukuran (size), bentuk, topografi dan semua keadaan fisik pada persil tanah. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi (situation) ialah yang berkenaan dengan sifat-sifat eksternalnya. Situasi suatu tempat berkaitan erat dengan relasi tempat itu dengan tempat-tempat di sekitarnya pada suatu ruang geografi yang sama. Termasuk dalam pengertian situasi adalah aksesibilitas (jarak ke pusat pertokoan (CBD), jarak ke sekolah jarak ke rumah sakit, dan lain-lain), tersedianya sarana dan prasarana (utilitas kota) seperti jaringan transportasi, sambungan telepon, listrik, air minum dan sebagainya.
    Site mempengaruhi nilai tanah karena “sumberdaya”-nya, sedangkan situasi mempengaruhi nilai tanah karena kemudahan atau kedekatannya (aksesibilitas) dengan “sumberdaya” yang lain di sekitarnya.
    Melihat penjelasan tersebut maka pendekatan ruang menjadi salah satu faktor penentu daripada nilai harga tanah, karena alokasi kegiatan ekonomi manusia di dalam suatu “ruang” tertentu akan menjadikan nilai tanah menjadi lebih tinggi. Semoga bermanfaat...

    Danang Dwi Wijayanto
    NIM. 14232840
    Kelas: B
    No. 9

    BalasHapus
  73. Selamat Malam. Mohon izin memberikan komentar.
    Setelah membaca dan menyimak tulisan serta komentar-komentar teman-teman, menurut saya salah satu problematika yang dihadapi BPN dalam Penerapan Pembuatan Peta Zona Nilai tanah adalah kurang nya tenaga Penilai Tanah. Dimana Penilai Tanah merupakan unsur penting dalam menentukan nilai/objek tanah. Diharapkan agar BPN dapat mengadakan pelatihan-pelatihan yang dapat menghasilkan Penilai Tanah yang handal.
    Selain itu saat ini, ketersediaan Peta Zona Nilai Tanah dari BPN belum maksimal. Kebanyakan dari kabupaten-kabupaten di seluruh Indonesia belum memiliki Peta Zona Nilai Tanah. Jikalau pun ada hanya beberapa kecamatan saja yang dibuatkan Peta Zona Nilai Tanah. Sebagai salah satu contoh, di Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Ilir, hanya kecamatan Indralaya dan sebagian Kecamatan Indralaya Selatan saja yang memiliki Peta Zona Nilai Tanah. Sedangkan 14 kecamatan lain belum memiliki Peta Zona Nilai Tanah. Padahal Pelayanan Pemetaan Zona Nilai Tanah dan Pelayanan Informasi Nilai Tanah sudah tercantum dalam Surat Edaran Nomor : 1/SE-100/I/2013 tentang Pengenaan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010.
    Apabila pelayanan pembuatan Peta Zona Nilai Tanah dan Pelayanan Informasi Nilai Tanah tidak dapat dproses, maka hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi Negara. Sedangkan Informasi Nilai Tanah diperlukan sebagai acuan penetapan PBB dan BPHTB. Maka diharapkan BPN dapat segera mempercepat proses pembuatan Peta Zona Nilai Tanah Untuk mendukung Pelayanan kepada masyarakat.

    Nama : Ruthdiah Aprilia
    NIM : 14232865
    Kelas : B

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenernya lembaga kita memang butuh ahli-ahli penilai tanah, cm terkadang orang yang sudah terbiasa dengan pengukuran mereka enggan menjadi penilai tanah. Memang sekarang ini sudah ada penilai tanah independen, tp yang jadi pertanyaan apakah pekerjaan pembuatan peta ZNT bisa di limpahkan ke lembaga independen tersebut seperti surveyor pertanahan.
      Karena tanah sebenarnya merupakan sumber daya agraria yang tidak boleh dikomersilkan, sehingga penilaian tanah harus benar-benar sesuai dengan keadaan.

      Amin Rahmat Sidik
      NIM 14232833
      Diploma IV semester I kelas B

      Hapus
    2. Saya pribadi kurang setuju dengan penggunaan jasa penilai tanah independen. Dimana kualitas data yang dihasilkan kadang kala tidak sesuai yang diharapkan. Sebagai salah satu contoh, pembuatan Peta Zona Nilai Tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan yang saya sebutkan di atas di buat oleh pihak ketiga (lembaga independen), kualitas data Peta Zona Nilai Tanah tersebut sangat kurang baik. Pada beberapa zona, harga tanah sangat berbeda dengan kenyataan yang ada. Ternyata hal ini disebabkan karena kurang nya pengambilan sampel sehingga kualitas data nilai tanah nya kurang baik.
      Namun penggunaan lembaga independen ini terjadi karena kurang nya Sumber Daya Manusia di BPN RI. Karena pembuatan Peta Zona Nilai Tanah ini memerlukan waktu, tenaga dan biaya yang tidak sedikit. Mau tidak mau BPN melimpahkan pekerjaan tersebut kepada Lembaga Independen.
      Saya harap Lembaga Independen yang bekerja sama dengan BPN dalam Pembuatan Peta Zona Nilai Tanah dapat bekerja maksimal agar dapat menghasilkan Peta Zona Nilai Tanah yang berkualitas yang dapat membantu Pelayanan BPN RI agar lebih baik.

      Ruthdiah Aprilia
      14232865
      Diploma IV Semester 1 Kelas B

      Hapus
    3. Kalau memang kenyataannya lembaga tersebut kurang profesional maka ada baiknya Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengevaluasi lembaga tersebut.
      Kalau memang perlu diberikan pelatihan khusus penilai tanah yang pendidikannya tidak hanya pelatihan kilat sehari dua hari, tetapi juga seperti prodiksus PPAT yang diadakan di STPN

      Amin Rahmat Sidik
      14232833
      DIV semester I kelas B

      Hapus
    4. Seperti yang sudah saya katakan di atas, diharapkan agar BPN dapat mengadakan pelatihan-pelatihan yang dapat menghasilkan Penilai Tanah yang handal. Seperti pendapat saudara Amin, saya setuju agar diadakan Pelatihan Khusus Penilai Tanah, demi terciptanya kualitas SDM BPN RI yang lebih baik lagi yang dapat mendukung pelayanan BPN dan instansi lain yang terkait.
      Terima Kasih.

      Ruthdiah Aprilia
      14232865
      DIV Semester I Kelas B

      Hapus
    5. mohon izin untuk berkomentar..

      sebenarnya jika kita bicarakan tentang SDM yang diperuntukkan untuk pembuatan peta ZNT kita semua sepaham bahwa dibutuhkan seorang tenaga yang ahli, profesional, dan berintegritas. Dan apabila kita melihat secara langsung ke dalam kelembagaan kita memang untuk kategori yang ahli, profesional, dan berintegritas sudah ada tetapi jumlahnya tidak memadai untuk melaksanakan keseluruhan tugas pembuatan peta ZNT tersebut. di satu sisi ada pihak ketiga yang menawarkan dan mengklaim mempunyai tenaga yang ahli di pembuatan peta ZNT, akan tetapi perlu kita pertanyakan terlebih dahulu apakah ahli yang disebut pihak ketiga tersebut memang benar ahli atau tidak? apakah mampu membuat peta znt yang sesuai dengan standar dari BPN? Hal tersebut jika kita renungkan bersama-sama seperti ibarat “pisau yang bermata dua” karena di satu sisi dari lembaga kita tersendiri tenaga ahli di bidang penilaian masih terbatas dan pelaksanaan pembuatan peta ZNT tersebut harus seianya berjalan terus menerus sedangkan, jika pembuatan peta ZNT kita serahkan kepada pihak ketiga kita harus siap menerima resiko apapun hasilnya nanti. Maka, sebetulnya kiat-kiat dari teman-teman sudah betul seperti pendapat saudari diah memang perlu dilakukan pelatihan jika perlu yang sifatnya kontinuitas atau berkelanjutan yang pelaksanaannya tidak dengan beberapa hari tapi kalau bs minimal 3 bulan jadi sifatnya lebih mengarah ke prodiksus seperti usul dari bapak sutaryono dan sembari kita mencetak kader-kader yang ahli di bidang penilaian tidak ada salahnya untuk pembuatan peta znt kita serahkan kepada pihak ketiga sesuai dengan pendapat saudara amin akan tetapi dengan syarat pihak ketiga tersebut mau membuat pernyataan kepada BPN diatas materai yang isinya apabila terjadi kesalahan dalam pembuatan peta ZNT baik dari segi isi, harga pasaran, dan lain sebagainya maka pihak ketiga tersebut bertanggung jawab secara sepenuhnya baik pidana maupun perdata sehingga dari pihak ketiga tersebut dapat mempunyai kesadaran dan tanggung jawabnya agar kejadian yang seperti di daerah ogan hilir salah satu contohnya tidak dapat terulang lagi...

      sekian pendapat dari saya terima kasih sudah diizinkan berpendapat.


      by: Rayyan Dimas Sutadi
      14232859
      DIV Semester 1 Kelas B

      Hapus
  74. Sebelumnya mohon izin untuk menyampaikan pendapat saya mengenai artikel bapak.
    1. Mengenai nilai PBB yang ditetapkan berdasarkan ZNT jauh lebih besar dibanding dengan NJOP, karena dalam kenyataan sebenarnya nilai NJOP memang jauh dibawah harga pasar sebenarnya. Karena NJOP itu nilai pasar yang dibijakkan.
    2. Mengenai penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan, tentang ini dapat diminimalisir dengan memperbanyak sampel sehingga akan ada kelihatan pencilan data ( data yang berbeda jauh dengan yang lain ). Data tersebut kemudian dihapus sehingga data tersebut tidak mempengaruhi dalam penentuan nilai ZNT.
    3. mengenai peta quickbird, saya setuju dengan pendapat bapak. Mungkin dalam pengadaan citra yang lebih teliti untuk seluruh wilayah Indonesia, belum mampu dilaksanakan karena wilayah Indonesia yang begitu luas. Biasanya terbentur masalah biaya.
    4. Mengenai akte peralihan dari PPAT, saya sangat setuju dengan bapak. Karena PPAT kebanyakan menggunakan data jual beli yang tidak valid, karena untuk menghindari pajak jual beli tanah.
    mengenai pendapat bapak tentang pernyelesaian persoalan ZNT, ada beberapa yang setuju
    1. Mengenai pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah), bukan citra satelit, sehingga memperoleh data yang lebih akurat dalam ZNT. Tapi data tersebut perlu ada pembanding untuk mengatisipasi ulah spekulan tanah.
    2. Mengenai ZNT segera ditetapkan sebagai dasar penentuan proses PBB dan BPHTB,Perlu dulu ada payung hukumnya. Soalnya mengenai hal tersebut belum ada payung hukumnya. Perlu proses pembuatan aturan oleh pemda mengenai pajak PBB dan BPHTB berdasarkan ZNT. Untuk mencapai itu perlu Sosialisasi kepada pemda adanya peta ZNT di BPN yang bisa sebagai dasar PBB dan BPHTB
    Hubungan antara ZNT dengan mata kuliah IAD.
    Dalam memnentukan nilai ZNT seharusnya mempertimbangkan faktor asal pembentukan tanah, karena mengetahui asal tersebut kita bisa mengetahui kesuburan tanah tersebut. Dimana kesuburan tanah ini mempengaruhi nilai ZNT. Faktor kemiringan tanah juga berpengaruh dalam nilai ZNT, karena kemiringan tersebut berpengaruh juga terhadap kesuburan. Semakin miring, semakin tidak subur karena top soil yang mengandung kesuburan tanah dikikis oleh air. Faktor batuan juga bisa mempengaruhi nilai ZNT. Jika tanah tersebut mengandung batuan yang memiliki harga jual tinggi. Maka secara otomatis nilai tanah akan tinggi juga. Misal tanah tersebut hanya mengandung batuan kapur, maka nilai ZNT akan turun. Karena pasti daerah tersebut kekurangan air. Contoh Pegunungan kapur di daerah gunung kidul. Faktor Siklus air juga berpengaruh. Ketika tanah tersebut dilewati sungai bawah tanah (yang merupakan salah satu bagian siklus air) maka tanah tersebut akan kecukupan air. Secara otomatis nilai ZNT akan tinggi.
    Nama : Muhammad Arief Setiawan
    NIM : 14232854
    Kelas : B
    Diploma IV tingkat I

    BalasHapus
  75. Selamat pagi ..... ternyata udah banyak yang berpendapat mengenai penerapan ZNT selama ini yang belum maksimal
    Terkait dengan ZNT produk BPN yang belum dapat digunakan daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB perlu solusi yang jitu untuk memecahkan masalah ini diantaranya adalah sebagai berikut :
    1. Tidak ada salahnya apabila kita bekerja sama dengan kantor pajak terutama dalam penyamaan data mengenai nilai tanah karena ditinjau dari penggunaan teknologi kantor pajak lebih dahulu dibandingkan dengan BPN yaitu dengan "SISMIOP" (sumber : perkuliahan Administrasi Pertanahan yang diampu oleh Bpk. Slamet Muryono). Selain itu pemetaan zona nilai tanah sudah menggunakan data persil. Hal ini penting terutama bagi kantor pertanahan yang belum memetakan zona nilai tanah sebagai acuan awal untuk memetakan zona nilai tanah.
    2. Ketika data di BPN dengan data kantor pajak sudah sama langkah selanjutnya adalah peng-update-an data nilai tanah. Untuk melakukan peng-update-an data nilai tanah ini kita bisa menggandeng pihak ketiga misalnya PEMDA dari segi pendanaan, selama ini kan PBB dan BPHTB sudah dikelola oleh PEMDA, tidak ada salahnya apabila sebagian dari pemasukan dari PBB dan BPHTB tersebut digunakan untuk meningkatkan kualitas data nilai tanah. Apabila nilai tanah sudah sesuai dengan nilai riil di lapangan maka pemasukan daerah dari sektor pajak juga akan jauh lebih tinggi. Salah satu contohnya adalah PEMDA Sleman yang selama ini telah membiayai operasional LARASITA di Kantor Pertanahan Sleman mulai dari pengadaan mobil LARASITA hingga operasional harian pelaksanaan LARASITA yang meliputi honor pelaksana, transport, dan uang makan untuk pelaksananya. Kalo LARASITA aja BISA kenapa ZNT TIDAK????
    3. Apabila sudah ada kesamaan data dengan data yang ada di kantor pajak dan sudah dilakukan peng-update-an data nilai tanah maka zona nilai tanah baru bisa digunakan sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB.
    4. Apabila ZNT sudah dijadikan sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB maka validasi nilai tanah dalam akta tanah produk PPAT oleh petugas pajak tidak perlu dilakukan sehingga tidak akan menghambat penyetoran pajak & proses peralihan hak.

    MARWATI
    NIM. 14232850/No. Urut : 19
    Kelas B

    BalasHapus
  76. Selamat Pagi, mohon izij berpendapat, Pak. Sebelumnya saya sependapat dengan pendapat Saudari Marwati, bahwa dalam penyelesaian masalah penetapan PBB dan BPHTB yakni dengan kerja sama dan sinergi antara BPN dengan Kantor Pajak dalam hal penyamaan data mengenai nilai tanah.
    Dalam implementasinya, penerapan kebijakan penialain tanah tidak tanpa masalah bahkan dalam perspektif keadilan sosial. Berdasarkan persoalan riil di lapangan mengenai masalah kelembagaan dan pendekatan dalam penilaian tanah dan aset pertanahan, dibutuhkan hal-hal sebagai berikut:
    a. Lembaga pengelola nilai tanah dan nilai aset pertanahan yang kompeten, profesional, independen dan adil (fair). Lembaga-lembaga penilai tanah dan aset pertanahan saat ini masih terpola kepada masing-masing kepentingan. Penilaian untuk pajak umumnya di bawah nilai nyata. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia selaku instansi yang mempunyai kewenangan melaksanakan tugas pemerintah di bidang pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral belum banyak dikenal dalam hal peranannya sebagai lembaga pengelola nilai tanah dan aset pertanahan.
    b. Penerapan sistem penilaian tanah dan nilai aset pertanahan yang mampu berperan sebagai bagian dari indikator kemakmuran, yaitu keberhasilan ekonomi dan pemerataan hasil-hasilnya.Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang PBB, yang menjadi dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP tersebut ditentukan melalui model analisis tertentu berdasarkan ketentuan teknis yang berlaku di Direktorat Jenderal Pajak. NJOP yang menjadi dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, seharusnya sesuai dengan Nilai Pasar Wajar (NPW) yang berlaku di daerah yang bersangkutan. Apabila NJOP tidak sesuai dengan NPW, maka NPW rata-rata yang seharusnya dapat mewakili nilai tanah, tidak dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona tertentu. Zona tersebut merupakan zona geografis yang terdiri atas sekelompok bidang tanah yang memiliki nilai tanah sama, sehingga disebut juga Zona Nilai Tanah (ZNT). NPW rata-rata yang tidak dapat mewakili nilai tanah dalam suatu zona tersebut, akan mengakibatkan tidak sesuainya pembentukan ZNT, sehingga akan terjadi ketidak sesuaian pula terhadap penetapan PBB pada beberapa bidang tanah. Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak tahunan, sehingga harus dilakukan penilaian setiap tahun untuk mempertahankan asas keadilan. Oleh karena itu para penilai PBB dituntut untuk lebih cermat dalam melaksanakan tugasnya dengan menjunjung tinggi asas keadilan, pemerataan dan kepastian hukum. Bertitik tolak terhadap hal tersebut, maka perlu dilakukan penilaian ulang terhadap nilai tanah pada daerah penelitian.
    c. Menyediakan sistem penilaian tanah dan property yang mencerminkan Nilai pasar tanah, sehingga menciptakan pasar tanah dan properti yang sehat dan transparan serta berkeadilan dalam penetapan pajak dan penghasilan negara yang berasal dari nilai tanah yang mencerminkan Keadilan dalam memperoleh “penilaian” atas kepemilikan tanah (properti) secara obyektif dan transparan. Salah satu teknologi yang dapat digunakan untuk penilaian dan penyajian objek PBB adalah Sistem Informasi Geografik. Sistem Informasi Geografik (SIG) ini semakin berkembang di Indonesia dan banyak dimanfaatkan untuk kegiatan yang berkaitan dengan data spasial atau data keruangan. Kemampuan analisis SIG inilah yang coba dimanfaatkan secara praktis untuk penilaian tanah, dengan harapan untuk efisiensi dalam prosesnya kedepannya masih diperlukan inovasi-inovasi terbari dalam hal teknologi berbasis data spasial untuk memudahkan kinerja penilaan tanah.
    d. Menyediakan informasi nilai tanah yang lengkap (tekstual dan spasial) yang up to date dan mudah diakses oleh masyarakat. Masyarakat pada saat ini belum bisa memperoleh informasi tentang harga tanah di suatu lokasi dan waktu tertentu secara cepat dan akurat. Hal ini membuat informasi pasar tanah cenderung tertutup dan informasi harga tanah cenderung dimonopoli oleh kalangan dan kelompok tertentu .
    Waode Rima Pratiwi/ 14232870/ Kelas B
    D IV Pertanahan Semester I

    BalasHapus
  77. Dengan tidak mengurangi rasa hormat pada tulisan rekan-rekan sebelumnya serta dengan segala keterbatasan pengetahuan saya tentang Peta Zona Nilai Tanah ini saya ingin sedikit memberikan komentar dari pendapat teman-teman diatas.
    Yang pertama dengan banyaknya masalah dan kendala dalam pemutakhiran dan pemanfaatan peta zona nilai tanah ini kita tidak boleh kemuadian pesimis dan merasa peta ZNT ini tidak layak digunakan.
    Seperti yang kami kerjakan di KANTAH kabupaten Bima peta ini memang awalnya dibuat dengan penilaian harga tanah yang ditetapkan secara wilayah (zonasi) namun kemudian dalam updeting petanya dilakukan perbidang dengan metode survey langsung ke pemilik tanah yang dilakukan oleh petugas ukur, sehingga dalam updeting dapat menghasilkan data yang falid.
    Kedua saya kurang setuju dengan pendapat yang menganggap kurangnya sumber daya manusia menjadi penyebab tidak terbangunnya peta ZNT sehingga belum dapat dijadikan acuan pajak PBB dan BPHTB.
    Karena seperti yang kami lakukan di Kantah Kabupaten Bima dalam melakukan survei harga tanah untuk updeting peta zona nilai tanah langsung dititipkan ke petugas ukur yang melakukan pengukuran di lapangan baik pengukuran pertamakali maupun pemecahan bidang. Sehingga diperoleh nilai harga tanah yang riil sesuai kenyataan di lapangan, selain itu dengan cara ini pelaksanaan updeting peta ZNT dilakukan hampir setiap hari, yang diharapkan kemudian dalam waktu yang tidak terlalu lama peta Zona Nilai Tanah yang mutakhir dapat terbangun.
    mohon maaf sebelumnya jika banyak kekeliruan dalam penulisan saya.

    ULUL AJMI D4 pertanahan
    Semester 1 Kelas B
    nomer urut 37

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebelumnya saya minta maaf apabila ada kesalahan dalam coment ini..
      Sejauh yang saya baca dan mencari info tentang bagaimana proses membuat peta ZNT sebelum ingin coment di artikel ini, peta ZNT mencakup suatu batas wilayah tertentu, dan dari informasi yang saya dapat,bahwa pembuatan peta ZNT merupakan pekerjaan yang tidak dilakujan setiap hari, maka ada hal yang saya kurang sependapat dengan saudara ulul, yaitu tentang petugas ukur yang kemudian bertugas dalam mencari nilai tanah tersebut. Menurut saya hal ini memang mempunyai hal positif ,diantaranya lebih efisien dalam waktu dan biaya. Namun mengingat kembali banyak komentar yang menyatakan bahwa dalam menilai tanah haruslah orang yang ahli dan berkompeten,maka akan sebaiknya dalam pembuatan peta ZNT memang orangnya adalah yang sudah ditugaskan oleh kantor, yang memang namanya tercantum dalam SK dalam hal pemetaan ZNT, jadi bukan dititipkan kepada petugas ukur yang sedang mengukur diwilayah tersebut, karena selain mungkin petugas ukur itupun masih banyak tanggung jawab kerja, juga demi kevalidan data untuk hasil peta ZNT tersebut, dimana ternyata ada banyak hal yang harus diisikan dalam formulir untuk pengambilan data awal proses peta ZNT ini. Dengan bertugas sesuai tupoksi dan tanggung jawabnya, mungkin hal ini akan lebih menghasilkan hasil yang lebih baik.
      demikian...apabila mungkin ada yang perlu dikoreksi...saya sangat berterimakasih mengingat coment saya hanya berdasarkan artikel-artikel tentang znt dan sekedar informasi dari teman-teman yang bekerja di kantor pertanahan.

      Rangga Agung C
      NIM:14232858
      Kelas B

      Hapus
  78. Terlepas dr potensi "kebaikan" ZNT dalam rangka menunjang pendapatan daerah dr sektor pajak, ada persoalan mendasar yg perlu dicermati. Persoalan tsb adl bagaimana mendapatkan informasi harga pasar tanah. Survei harga wajarnya dg terjun langsung ke lapangan dan berintraksi dg pemilik tanah lokasi sampling. Sebab harga yg ada di masyarakat tentu tdk berhenti pada unsur tanah saja. Tetapi berikut properti. Properti ini relatif unik. Properti yg bertetanggaan pun boleh jadi berbeda nilai dg perbedaan jauh. Tentu jika unsur ini tdk dipertimbangkan, data sampel utk suatu area dpt "abnormal" dan merusak semesta. Hal tsb adl salah 1 contoh problem. Sehinga memprediksi harga pasar hanya berhenti pada pengumpulan data di iklan surat kabar kurang pas. Lebih tepatnya perlu cek lapangan. Validasi yg disebut dlm tulisan tsb di atas pun dr sisi teknis menggelitik. Benarkah harga transaksi tanah yg dilaporkan pemilik tanah ke PPAT adl harga transaksi sebenarnya. Ke depannya, dimungkinkan akan tetap terjadi "down grade" harga transaksi semata2 utk menghindari pajak tinggi. Kalau sudah begitu, surveyor diuji kemampuannya. Bagaimana mengumpulkan bahan analisis, diproses dg cara seperti apa, dan bagaimana penyajiannya. Sebab, keseimbangan dan keselarasan dlm pembuatan ZNT tentu diprioritaskan. Jgn sampai suatu daerah mengacu ke harga transaksi yg diperoleh PPAT, daerah lain mengacu ke hasil penilaian tenaga ahli sekelas penilai properti, dan daerah yg satunya lg berdasar wawancara. Semua sumber daya dan metode perlu diseragamkan.

    Wahyu andi kurniawan
    14232869
    Diploma 4 semster 1
    Kelas B

    BalasHapus
  79. Mohon Izin Menambahkan

    Seperti yang banyak dijelaskan terkait problematika ZNT dalam komentar-komentar sebelumnya yang semakin terfokus pada 3 hal utama,yakni kebutuhan akan:

    a. Pemetaan yang lebih baik, proporsional dan akurat.
      Mewujudkan peta yang lebih baik, proporsional dan akurat, sangat diperlukan peran:
    b. Petugas Penilai yang kompeten
       Kebutuhan terhadap Point a dan b juga memerlukan dukungan:
    c. Kerjasama BPN, PEMDA dan Masyarakat.

    Dalam hal kebutuhan akan pemetaan yang lebih baik, proporsional dan akurat, Saya cenderung setuju dengan pendapat ibu NISA, ibu RATNA YUSMELA dan bebearapa rekan lain untuk pelaksanaan pembuatan zonasi berbasis bidang. Karena dengan pelaksanaan yang berbasis bidang akan sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas serta akurasi data produk ZNT. Hal itu penting untuk memastikan bahwa penilaian atas sumberdaya agraria secara umum menjadi akurat pula. Terlebih jika dikaitkan dengan pelayanan pertanahan tentang manfaat pelaksanaan ZNT pada point 1 yakni sebagai penetuan tarif pelayanan pertanahan maka tentunya menjadi suatu keniscayaan untuk benar-benar dirasakan masyarakat manfaatnya.

    Dalam hal kebutuhan akan Petugas Penilai yang berkompeten, saya jga spendapat dengan Bapak Taufiqul dan tentu saja beberapa rekan lain yang juga menyinggung hal ini, bahwasasanya seorang penialai tanah harus memiliki berbagai disiplin ilmu seperti ekonomi, antropologi dll sehingga penilai benar-benar memiliki kompetensi yang baik dalam melakukan penilaian, karena penentuan nilai lahan tidak bisa terlepas dari hal-hal tersebbut. Untuk hal ini perlu juga pahami bahwa dalam peningkatan kompetensi penilai tanah selain diperlukan diklat Penilaian tanah, diperlukan pula Kajian mengenai materi diklat tersebut secara berkesinambungan karena bukan tidak mungkin pelaksanaan penilaian tanah oleh petugas penilai menjadi lebih kompleks ketika berada wilayah berbeda apalagi dengan kondisi sosial kemasyarakatan yang berbeda pula.

    Dalam hal kebutuhan kerjasama BPN, PEMDA dan Masyarakat Saya sangat sependapat dengan pandangan saudari Citraria Rumapea Urgensi kebutuhan atas kerjasama PEMDA dan BPN dalam mewujudkan ZNT yang sebagai referensi penetapan NJOP akan terwujud dengan terlebih dahulu membuat landasan yuridis tentang mengenai hal itu. Dengan adanya landasan yuridis tersebut tentu saja BPN dan PEMDA dapat mengerti dan memahami tugas masing-masing serta bertanggung jawab dalam pelaksanaan dan pengawasannya. Hal itu penting dalam upaya mewujudkan ZNT yang sesuai dengan harapan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Selain itu masyarakat juga perlu diajak bekerjasama dengan mensosialisasikan pentingnya mewujudkan ZNT, yang mana perwujudannya sangat membutuhkan dukungan masyarakat. Serta menerangkan manfaat yang masyarakat dapatkan terkait dukungan tersebut.

    Terakhir, Pencarian solusi terkait problematika ZNT ataupun Problematika bangsa lainnya harus slalu didiskusikan dengan seksama dan terus-menerus untuk mencari dan menemukan gagasan /solusi yang lebih baik, lebih kreatif dan lateral.


    Anwar Luthfi/14232835/Kelas B
    Diploma IV Tk. I

    BalasHapus
  80. Saya sependapat dengan ibu Nensi Margaret bahwa Up dating zona nilai tanah wajib dilakukan.standar waktu harus ditentukan secara tertulis untuk menyesuaikan dengan inflasi dan tingkat suku bunga.Hal ini berkaitan dengan sisi keadilan bagi pihak-pihak yang berada dalam zona tertentu.tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penilaiaan.Menurut saya karena Peta ZNT berbasis harga pasar menjadi kendala dalam penetapan PBB karena harga pasar tidak terlepas dari para spekulan tanah.tentu ini menjadi tantangan bagi BPN dalam membuat atau melakukan up dating peta ZNT sehingga masyarakat tidak menjadi korban dengan pemungutan pajak yang tinggi sehingga asas keadilan betul-betul terpenuhi.

    Yohanes Sehagun/14232871/Kelas B
    Diploma IV Tk. I

    BalasHapus
  81. Dalam pembuatannya, Peta Zona Nilai Tanah dibatasi dengan penarikan garis batas sebagai batas zona kawasan tersebut dengan mengelompokkan besaran-besaran nilai rata-rata harga pasar tanah. Keakuratan dalam penarikan batas zona sangat dipengaruhi oleh banyak-sedikitnya sampel serta pola penyebaran data yang diambil sebagai sampel data harga pasar yang disurvei. Keakuratan Peta Zona Nilai Tanah akan memberikan informasi yang positif kepada pengguna yang bergerak dibidang properti, memberikan informasi kepada instansi pemerintah dalam merencanakan pembangunan untuk kepentingan umum khususnya dalam hal pengadaan tanah untuk pembebasan tanah guna pemberian gantirugi kepada masyarakat yang terkena, dan instansi atau perusahaan lain yang memerlukannya. Karena Peta tersebut digunakan sebagai dasar atau pedoman dalam perencanaan dan penaksiran harga/nilai tanah, Sementara harga pasar/nilai tanah setiap saat selalu berubah dan cenderung menunujukkan nilai/harga pasar yang meningkat lebih tinggi, maka Peta Zona Nilai Tanah harus selalu di Update setiap waktu secara periodik tertentu (bisa hari, minggu, sebulan, setengah tahun, atau setiap tahun) tergantung dari kecepatan perubahan nilai/harga pasar tanah di wilayah tersebut. Dan untuk penggunaannya di syahkan oleh pejabat yang berwenang.
    Untuk itu, agar Peta Zona Nilai Tanah yang dihasilkan mempunyai akurasi yang tinggi, diperlukan persiapan dan perencanaan yang matang, pengambilan jumlah sampel lebih banyak lebih bagus, dan pengambilan sampel diusahakan merata yang dapat mewakili zona/kawasan tersebut.


    Prayoko/14232821/Kelas A
    Diploma IV Tk.I

    BalasHapus
  82. Selamat Sore, tidak mengurangi rasa hormat saya kepada penulis dan rekan sekalian, izinkan saya menyampaikan komentar sederhana ini.
    Setelah membaca berbagai komentar dan masukan diatas, kiranya mampu memberikan pengetahuan akan betapa pentingnya pengaturan ZNT.
    BPN merupakan lembaga negara yang secara khusus melaksanakan tugas pemerintah dibidang pertanahan secara sektoral dan regional. Selain melaksanakan kegiatan pendaftaran tanah, diharapkan juga bisa menghasilkan produk Peta ZNT yang dapat dijadikan acuan dalam penetapan PBB dan BPHTB bagi pemerintah daerah. Melalui produk tersebut diharapkan mampu meningkatkan kerjasama BPN dengan pemerintah daerah maupun dengan instansi lain yang terkait. Namun seperti yang telah diuraikan diatas, produk peta ZNT memiliki beberapa kelemahan yang harus diperbaiki, sehinga tidak terjadi ketimpangan dalam penentuan PBB dan BPHTB antara yang ditetapkan berdasarkan Peta ZNT maupun berdasarkan NJOP. Ini menjadi tugas BPN kedepannya untuk meningkatkan kualitas peta ZNT.
    Tidak hanya terpaku pada kualitas Peta ZNT saja, mengingat pengalaman selama saya tugas di kantor pertanahan, apakah semua Satker BPN diseluruh Wilayah Indonesia mampu memberikan produk tersebut? Saya kira tidak semua satker BPN mampu menghasilkan produk Peta ZNT. Terbesit di benak saya, produk Peta ZNT hanya bisa dihasilkan oleh satker BPN yang SDM-nya lebih dari cukup dan tentu memiliki keahlian dalam penentuan nilai tanah dan pembuatan petanya. Minimnya SDM dan keahlian akan pembuatan Peta ZNT apakah harus dipaksakan untuk tetap mengahasilkan, jika nantinya kualitas produk tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Terlebih kegiatan legalisasi aset setiap tahunnya dibebankan kepada satker (kantah) di masing-masing wilayah. Sudah barang tentu minimnya SDM akan menghambat setiap pekerjaan tersebut.
    Untuk itulah alangkah baiknya sebelum menentukan kebijakan pembuatan ZNT terlebih dahulu dilakukan evaluasi mengenai ketersediaan SDM yang memadai dan keahlian yang dimiliki, sehingga produk Peta ZNT yang dihasilkan dapat bermanfaat sebagai mana mestinya.

    I Putu Dody Sastrawan
    14232812
    A
    DIV Semester I

    BalasHapus
  83. Ijinkan sedikit berkomentar, dari penjelasan teman-teman diatas sudah secara luas menjabarkan masalah ZNT, sangat membangun... Dan semua sangat positif dalam pelaksanaan ZNT oleh BPn. Ada yang berkomentar masalah perlunya landasan yuridis, ada yang berkomentar tentang pentingnya koordinasi antara BPn dan instansi daerah, ada yang berkomentar tentang keahlian SDM dalam penilaian tanah harus ditingkatkan, ada yang mengaitkan ZNT dengan sumber daya agraria. Saya merasa teman-teman sudah sangat lengkap dan mengerti problematika Peta Zona Nilai Tanah ini.

    Tetapi ada pertanyaan yang mendasar dan sangat konkrit perlu jawaban. Ketika eksistensi ZNT yang dibuat oleh BPN belum juga bisa dipakai dalam mengambil kebijakan dalam mengelola PBB dan BPHTB ataupun nanti kebijakan lainnya yang terkait. Apa BPN-kah yang tepat dalam menentukan penilaian dari suatu tanah? Walaupun kita ketahui amandat dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum maka penilaian tanah sangat berperan disini. Tetapi menurut hemat saya melihat peta ZNT lebih terkait nilai tanah yang berbasis ekonomi properti untuk kesejahteraan rakyat, sangat susah menentukan nilai tanah yang pasti jika berbasis nilai pasar yang selalu berubah dan adanya monopoli harga tanah yang tidak bisa dikontrol. Bagaimana BPN melakukan metode penilaian tanah yang mampu mencapai nilai tanah yang adil dan dapat diterima semua rakyat dan bisa mengontrolnya sungguh perlu keseriusan besar.

    Terkait tulisan Bapak diatas tentang beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi problematika ZNT saya ingin berkomentar sedikit ketika kata Bapak pemetaan zona nilai tanah sebaiknya menggunakan data persil (peta pendaftaran tanah) , bukan citra satelit. Maka bagaimana tanah-tanah yang belum bersertifikat, mungkin maksud Bapak disini dalam pikiran saya ialah Peta Dasar Pendaftaran yang berisi data Inventarisasi P4T dalam suatu Desa atau kecamatan tetapi proses pembuatan peta desa lengkap saja belum terwujud khususnya bagi provinsi2 diluar jawa. Selanjutnya dalam tulisan Bapak, ZNT perlu segera ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB & BPHTB maka dalam hal ini memang harus segera tetapi kebijakan insentif penetapan pajak sudah berjalan sedangkan BPN masih mengarah tahap memulai.
    Saya tetap berpikir kedepan BPN yang telah berubah menjadi kementrian agraria dan tata ruang tetap berperan besar bagi tercapainya kesejahteraan rakyat.

    Fahrullah Rahmadani
    14232843
    Kelas B
    D4 tk1

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya sependapat dengan pendapat anda mengenaipembuatan peta desa yang belum lengkap terwujud khususnya bagi provinsi2 diluar jawa.. tentang bagaimana proses penilaian ZNT pada pulau Jawa mgkin hampir aman trkendali, namun bagaimna tanggapan pihak pusat mngenai teman-teman yg berada di pulau Jawa, yg tingkat peradaban dan kebudayaan nya masih dalam perkembangan, padahal kita tahu BPN adalah sistem vertikal. baik dalam sistem maupun peraturan yg di pakai adalah sama di seluruh Indonesia. alangkah sedih, mengingat penerapan ZNT pada kantor kami sama sekali belum tersentuh. apalagi mngomentari pihak pemkab terkait penilaian mereka trhadap nilai tanah..
      saya ,pikir adalah cukup bijak, apabila pihak pusat dan kanwil trerus bekerja sama merangkul kantor-kantor yg jauh dari ketertinggalan. shg kedepannya kita memiliki pemikiran yg sama, memiliki bahan pembicaraan yg sama dalam satu organisasi.. karena kita adlaah satu dalam BPN. terima kasih.

      shelvi manurung
      14232867
      1/ B

      Hapus
  84. Selamat malam pak,mohon ijin menambahkan.
    1. untuk masalah pemberlakuan ZNT pada saat NJOP masih digunakan, hal ini perlu adanya payung hukum dan peraturan pelaksanaan yang jelas dan tegas dalam pemberlakuan ZNT, serta harus didukung pelaksananya untuk konsisten menjalankannya.
    2.saya sependapat dengan adanya pembentukan zonasi berbasis bidang. Perlu dipahami bahwa Peta ZNT pada prinsipnya merupakan suatu peta yang memuat informasi mengenai nilai pasar (market value) atas keseluruhan real property (Total Real Property Value = TRPV) yang ada di wilayah NKRI.Oleh karena obyek dalam Peta ZNT berupa real property, maka hal ini membawa konsekuensi bahwa satuan analisisnya juga harus berupa bidang-bidang atau persil-persil tanah. Satuan analisis yang berbasis bidang-bidang tanah pada giliranya menuntut sistem penilaian yang seharusnya juga berbasis pada individu bidang-bidang tanah sehingga mampu menghasilkan sumber informasi nilai tanah yang berbasis bidang-bidang tanah pula
    3. saran untuk BPN, Dalam halnya masalah SDM, maka dapat diadakannya pelatihan2 pemetaan ZNT, apabila masih belum efektif BPN juga sudah saatnya memikirkan kemungkinan menambah pihak-pihak yang memungkinkan untuk dapat diberi lisensi sebagai penilai guna penyelesaian pekerjaan penilaian tanah untuk kepentingan BPN, khususnya pengadaan Peta ZNT. Dan diharapkan pula Peta ZNT yang dibuat berskala besar untuk menjamin kualitas informasinya.

    Hepi Ratna Wulan Nur Habibah (14232810/DIV Tk. I Kelas A)

    BalasHapus
  85. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  86. Selamat Malam, mohon izin berkomentar ...
    Seperti yang kita ketahui Tanah merupakan aset yang memiliki manfaat ekonomi dan sosial bagi orang atau yang memilikinya. Diberlakukannya UU No. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Redistribusi Daerah, Bab II Psl. 2 Jenis pajak Kab./Kota terkait BPHTB dimana peraturannya diserahkan ke pemerintahan daerah, yang nantinya menggunakan indikator zona nilai tanah dalam perhitungan BPHTB.
    Saat ini banyak menemui masalah pertanahan yang berujung pada minimnya penghasilan pajak. Masalah tersebut diantaranya nilai NJOP yang sudah tidak sesuai dengan kondisi lapangan. Selama ini penilaian nilai Tanah masih berdasarkan pada Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang belum menggambarkan dari nilai tanah yang sesungguhnya, sehingga perlu dibuatkan pembanding atas penilaian tanah yang dimaksud. NJOP yang seharusnya merupakan real value sangat tergantung dari tujuan yang ingin dikejar, Pemerintah menurunkan NJOP untuk memenuhi target penerimaan pajak dan untuk transaksi maka NJOP dinaikkan. Hal ini menimbulkan :
    1. Tidak ada ketepatan penghitungan asset bagi pemerintah, swasta dan masyarakat.
    2. Konflik di masyarakat yang terjadi karena pembebasan tanah tidak sesuai dengan nilai tanah.
    Oleh karena kebijakan penilaian tanah sangat dibutuhkan bagi pemerintah, swasta dan masyarakat. Menurut saya penilaian tanah harus didasarkan pada ekspektasi suatu wilayah baik dari segi tata ruang, pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial. Faktor independensi penilai tanah juga sangat dibutuhkan untuk mencegah kemungkinan pihak spekulan mempengaruhi penilaian tanah.
    Terimakasih :)

    Mitta Ramadany Wael (14232852/DIV Tk.I/Kelas B)

    BalasHapus
  87. Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Dalam forum diskusi ini sudah banyak teman yang menjelaskan mengenai ZNT dan memberi argumennya. Dengan keterbatasan pengetahuan dan ilmu mengenai Zona Nilai Tanah yang masih perlu banyak belajar, saya mohon izin berpendapat.
    Alasan ZNT rata-rata diberbagai daerah tidak bisa dijadikan patokan yang fix adalah metode dalam pembuatan ZNT yang terlalu sederhana dan pengambilan sampel yang sedikit. Saya setuju dengan mas ulul mengenai peta awal ZNT yang dibuat dengan penilaian harga tanah yang ditetapkan secara wilayah (berdasarkan zone). Untuk selanjutnya melakukan updating data ZNT perbidang oleh petugas ukur yang melakukan pengukuran batas bidang sekaligus mencari data ZNT. Disamping mendapatkan data nilai harga tanah yang riil karena bertanya langsung oleh pemilik tanah, petugas ukur juga dapat menekan biaya yang dikeluarkan. Sehingga alasan mengenai kurangnya SDM dapat kita abaikan. Cara ini ada kelemahannya yaitu, bagi daerah / wilayah yang jarang atau bahkan tidak pernah terjadi suatu kegiatan pertanahan maka akan jarang pula dilakukan updating ZNT. Untuk daerah-daerah seperti itu dapat dilakukan updating ZNT secara tersendiri.

    Di dalam pelayanan pendaftaran GeoKKP Web ada kegiatan jenis PNBP survei nilai bidang tanah, Pemetaan ZNT skala 1:10.000 dan skala 1:25.000 dan semua itu merupakan kewenangan Kantor Pertanahan (berkas permohonan tidak melalui kantor wilayah). Selama saya bekerja di Kantor Pertanahan, Updating data ZNT selalu dilakukan oleh Kantor Wilayah dengan bantuan Kantor Pertanahan (jika diperlukan). Yang menjadi pertanyaan saya, adanya pelayanan pendaftaran dalam GeoKKP Web mengenai survey nilai bidang tanah dan pemetaan ZNT mengapa tidak pernah digunakan?

    Mengenai SDM yang kurang dapat kita atasi dengan pemberian pelatihan khusus bagi SDM yang ada terutama petugas ukur mengenai penilaian tanah. Sehingga diharapkan kedepan petugas ukur dapat juga melakukan penilaian tanah dan pekerjaan antara pengukuran batas bidang dengan ZNT dapat berjalan beriringan. Harapan saya database yang dimiliki oleh BPN semakin baik, benar, lengkap dan informatif. Dimana suatu saat nanti data-data kita baik spasial maupun tekstual dibutuhkan dan dipergunakan oleh instansi lain.

    Latifah Candra Kusuma Dewi
    DIV Sem 1 / 14232818 / Kelas A

    BalasHapus
  88. Mohon izin komentar pak.
    Memang, ZNT yang dibuat oleh BPN saat ini belum cocok digunakan sebagai instrume
    n pelaksanaan penarikan BPHTB mengingat skalanya masih kecil. BPN perlu menjawabnya dengan ZNT berbasis bidang yang akurat, namun di sisi lain pembuatan ZNT berbasis bidang ini Sangat mahal, dan tidak semua kepala kantor pertanahan memiliki political will dalam masalah ini mengingat belum ada payung hukumnya.

    Seperti yang dikemukakan sdr Latifah di atas bahwa petugas ukur yang akan mengambil data update ZNT, saya kurang setuju. dengan cara ini tidak bisa mempercepat pemenuhan kebutuhan akan peta ZNT ini yang dirasa semakin mendesak.

    Pembuatan peta ZNT ini harus segera diselesaikan seperti halnya dalam pendaftaran tanah Prona, ZNT ini harus diselesaikan dengan proyek khusus. kita tidak bisa menunggu seperti juru ukur yang akan mengambil update data ZNT karena berjalan lamban. nah kita kembali lagi kepada pemerintah, kalau memang butuh peta ZNT, kenapa tidak diberi perlakuan khusus?

    Muhammad Ikhlas
    DIV semester 1 / 14232855/ Kelas B

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ijin menanggapi ....

      Saya setuju dengan pendapat pak ikhlas bahwa ZNT belum bisa di jadikan acuan untuk penentuan NJOP dan BPHTB untuk saat ini, karena menurut sya pambuatan dan pengambilan sampel di lapangan masih secara kasar sehingga data yang di peroleh belum maksimal, tapi bukan berarti kedepannya Peta ZNT tidak bisa di jadikan acuan. Saya sangat tertarik dengan saran dari pak ikhlas, yang menyatakan kenapa tidak di beri perlakuan khusus( proyek khusus). Mungkin jika pembuatan ZNT dilaksanakn secara khusus, akan menghsilkan produk yang berkualitas jga begitu pun yang harus tetap di pikirkan yaitu masalah update peta ZNT tersebut sehingga kita (BPN)mempunyai data yang valid dan bisa di pertanggung jawabkan.

      Adythia dharmawan
      DIV semester 1/ 14232792/kelas A

      Hapus
    2. saya sutuju dengan pendapat pak adit dan juga pak ikhlas bahwa ZNT saat ini belum bisa dalam penetuan NJOP dan juga BPHTB. Namun, tak bisa dipungkiri kedepannya ZNT menjadi base map dalam penentuan segala yang berhubungan dengan tanah. Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat, instansi terkait dan juga peningkatan sumber daya manusia di kalangan BPN sendiri dalam penilaian tanah agar dapat menghasilkan produk yang berkualitas, bertanggungjawab dan juga berlansan hukum. Sehingga ZNT kedepannya menjadi acuan dari berbagai pihak.

      Alfian P Indyarto
      DIV semester 1/14232797/kelas A

      Hapus
  89. Mohon Izin Berkomentar
    Saya kurang setuju dengan pengalihan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah merupakan langkah yang kurang tepat dilakukan oleh Indonesia dalam penataan sistem perpajakan nasional. Pelaksanaan pengalihan BPHTB dari pajak pusat menjadi pajak daerah sudah berjalan 1 (satu) tahun lebih, dimana sebagian besar daerah sudah melakukan pemungutan sejak tanggal 1 Januari 2011. Tetapi pengalihan tersebut belum efektif karena belum adanya kesiapan dari pihak pemerintah daerah. Permasalahan yang timbul dari pengalihan ini adalah permasalahan data yang merupakan permasalahan yang mendesak, termasuk pemutakhiran data yang ada pada database pemerintah daerah. Untuk itu, perlu dikembangkan kerja sama dengan lembaga lain (KPP) untuk pengembangan dan penguatan SDM di pemerintah daerah. Pemutakhiran NJOP dengan mempertimbangkan nilai “Zona Nilai Tanah” untuk menghasilkan nilai NJOP yang semakin mendekati nilai transaksi, sekaligus menghindari transaksi ‘diam-diam’. Penyerahan data dari pemerintah pusat, dalam hal ini KPP perlu cepat dilakukan dengan pertimbangan optimalisasi penerimaan BPHTB di daerah. Selain itu, terkait dengan kesadaran pajak perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran pajak masyarakat. Kerjasama yang baik antar lembaga yang terkait dengan pengelolaan BPHTB seperti Notaris, PPAT, BPN, KPP serta pemerintah sendiri sangat penting untuk menghasilkan nilai transaksi yang mendekati nilai sebenarnya. Pengalihan BPHTB ke pemerintah daerah hendaknya dilakukan dengan dibentuk Tim analisa Pengkajian ZNT daerah. Hal ini penting agar kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola BPHTB sesuai tepat sasaran sesuai nilai pasar dan harus bersikap profesional. Persoalan yang timbul diantaranya yaitu penetapan ZNT berdasar nilai pasar dapat terganggu akibat ulah spekulan, hal ini terbukti dengan adanya banyaknya harga property yang tidak wajar karena mereka mempermainkan harga tanah. Sehingga pemerintah daerah perlu membuat ZNT yang kaitannya bermanfaat dengan PBB, guna meningkatkan pembangunan daerah serta menjadi dasar untuk pelayanan NJOP yang akan dikendalikan dengan ZNT yang riil. Saya juga setuju dengan pendapat Saudari Citraria Rumapea yaitu perlu adanya kerjasama antara pihak Pemerintah Daerah dan BPN dengan mewujudkan ZNT sebagai referensi penetapan NJOP akan terwujud dengan membuat landasan yuridis tentang hal itu agar setiap instansi mengerti tugas pokok masing-masing.
    Denissa Madiana
    DIV semester I/NIM. 14232802/ Kelas A

    BalasHapus
  90. Ijin ikut berkomentar pak,
    Penentuan Nilai Jual Obyek Pajak (N JOP) di SPPT PBB, dengan adanya Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2013 seharusnya diselaraskan dengan nilai – nilai tanah yang tertera dalam peta Zona Nilai Tanah yang telah dilaksanakan oleh BPN. Dalam hal – hal yang berhubungan tentang tanah (penentapan pajak dan pemberian hak) sebaiknya memang terpusat dalam satu Intansi namun untuk seperti pengelolaan pendapatan dari nilai/pajak tanah diolah oleh Depkeu atau Dipenda. Nah dalam pelaksanaan dilapangan apabila memang sudah ada Peta ZNT di suatu daerah maka sebaiknya nilai NJOP mengikuti atau mendegradasikan nilai – nilai dalam peta ZNT tersebut, mengingat survey nilai – nilai tersebut diperoleh langsung dilapangan dan masih baru dilaksankan. Artinya data – data nilai tersebut masih tergolong update dibanding dengan nilai – nilai yang tertera pada NJOP di SPPT PBB yang menurut saya cenderung di update melalui nilai ketetapan, jarang dengan survey kelapangan lagi.
    Agung Dini Riyadi
    D.IV / Kelas A / Semester I / NIM. 14232793

    BalasHapus
  91. Assalamu’alaikum Wr. Wb.
    Mohon Ijin Berkomentar pak..
    Saya juga setuju dengan kelima agenda diatas untuk mengatasi banyaknya persoalan berkenaan dengan Peta ZNT produk BPN yang digunakan daerah untuk penetapan PBB dan BPHTB. Saya juga ingin menambahkan bahwa dengan Peta ZNT dapat membantu masyarakat maupun investor atau pengembang property untuk mengetahui berapa nilai tanahnya secara wajar pada wilayah itu berdasarkan survey lapangan yang akurat. Dan peta ZNT juga harus menerima apabila ada masyarakat yang menganggap nilai tanahnya tidak sesuai dengan mengadakan survey kembali ke lapangan tentunya dan Peta ZNT harus di update terus sesuai perubahannya. Dan mengingat UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, dimana pemungutan PBB telah menjadi kewenangan pemerintah Daerah, seperti yang dijelaskan di atas yaitu meningkatkan kesejahtraan untuk rakyat pastinya bukan sebaliknya yang menyengsarakan rakyatnya, disini pemerintah harus melihat kondisi ekonomi masyarakat yang menjadi subyek pajaknya dan faktor lainnya. Sehingga pembuatan peta ZNT harus menggunakan data persil, lebih fair dan betul-betul mencerminkan nilai tanah sebenarnya dan dibarengi kebijakan insenif dalam penetapan pajak.
    Semoga Indonesia semakin baik…
    Sekian dan terima kasih…
    12. FAJRIN
    DIV/NIM.14232803/Kelas A

    BalasHapus
  92. Mohon izin berpendapat pak….
    Penentuan NJOP yang tidak terkontrol jika dikaitkan dengan potensi PPh maupun PPN yang harus dibayar atas transaksi properti maka akan menjadi suatu potential loss yang besar bagi penerimaan pajak. Menurut saya , selama ini penentuan besar nilai NJOP dan PBB masih mengacu pada harga pasar yang tidak terbaharui, sedangkan kita semua tahu bahwa perkembangan harga pasar khususnya untuk property dalam hal ini tanah dan bangunan terus mengalami perkembangan yang pesat. Oleh karena itu, harga pasar yang dijadikan acuan penentuan NJOP dan PBB seharusnya adalah harga pasar yang selalu terbaharui sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan. Untuk menjawab kebutuhan akan Nilai pasar yang selalu terbaharui, maka seharusnya penentuan besar nilai obyek pajak dan NJOP mengacu pada peta ZNT yang dibuat oleh BPN dengan sayarat :
    1. Peta ZNT yang dibuat oleh BPN sebaiknya berbasis bidang tanah, bukan berbasis kawasan/Zona agar nilai tanah yang dihasilkan lebih akurat.
    2. Peta Znt sebaiknya diperbaharui setiap setahun sekali untuk daerah-daerah yang perkembangannya pesat, dan lima tahun atau 4 tahun sekali untuk daerah-daerah yang perkembangannya tergolong lamban.
    Saya setuju dengan 5 agenda yang terdapat dalam pembahasan di atas, khususnya poin 3 yang menyatakan bahwa ZNT perlu segera ditetapkan sebagai dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB, karena dengan mengacu pada peta ZNT yang dibuat oleh BPN, maka secara otomatis akan meningkatkan pendapatan asli daerah khususnya dari sector pajak dan bangunan. Sepengetahuan saya, perbandingan nilai pasar yang selama ini digunakan untuk menentukan besarnya nilai PBB dan NJOP dengan nilai pasar yang terdapat pada peta ZNT berdasarkan hasil survey lapang, adalah 1:3, artinya di sini terdapat potensial loss, misalnya seorang wajib pajak yang membayar pajak atas tanahnya senilai 500.000 berdasarkan nilai pajak yang ditetapkan oleh daerah yang mengacu pada harga pasar yang belum terbaharui, sementara apabila mengacu pada peta ZNT yang dibuat oleh BPN maka orang tersebut seharusnya membayar 1.500.000. asalkan peta ZNT yang dibuat oleh BPN itu sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah salah satunya ialah berbasis bidang tanah.
    Nama : Meilisa
    NIM : 14232851
    Kelas : B
    Diploma IV semester I

    BalasHapus
  93. Menanggapi uraian rekan-rekan di atas memang benar bahwa banyak polemik yang bermunculan terkait keberadaan ZNT dan aplikasi ZNT sebagai acuan dalam perhitungan BPHTB. Mengutip apa yang disampaikan Bp. Gunawan Muhammad selaku Kepala Bidang Hubungan Masyarakat BPN lewat wawancara yang dilakukan oleh detik finance bahwa penentuan dari BPHTB ditentukan dari tiga hal yaitu, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), Akta Jual Beli tanah dan Zona Nilai Tanah (ZNT) yang dikeluarkan dari BPN. BPHTB itu 5% dari harga tanah yang sudah dikurangi Rp 60 juta. Dualisme dasar dalam penentuan BPHTB yaitu NJOP atau ZNT membuat praktisi dan aktor langsung kepengurusan BPHTB di lapangan menjadi bingung khususnya notaris & PPAT. Hal ini dikarenakan masyarakat sering kali bahkan sebagian besar mempercayakan kepengurusan BPHTB bersamaan dengan kepengurusan konversi (pendaftaran tanah pertama kali) dan balik nama (jual beli,dll).
    Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sdr. Yulad Nur Rahmat pada th. 2012 berlokasi di Kab. Sragen bahwa Kantor PBB Kab. Sragen juga menerbitkan ZNT jauh sebelum BPN mengeluarkan peta ZNT nya. Bahkan terdapat perbedaan nilai tanah yang signifikan antara peta ZNT PBB dan peta ZNT BPN, karena kedua Instansi menggunakan kriteria klasifikasi nilai tanah yang berbeda dan pengaruh pola penggunaan tanah. Penggunaan tanah untuk tanah pertanian mempunyai nilai tanah yang relatif sama, sedangkan untuk permukiman, nilai tanah BPN cenderung lebih besar. Ditambahkan menurut Bp. Gunawan Muhammad hal demikian mengakibatkan image yang berkembang di masyarakat bahwa biaya kepengurusan sertipikat mahal. Oleh karena itu sudah seyogyanya kita sebagai aparatur pemerintah di bawah Kementrian Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk segera berbenah diri guna membangun Sistem Informasi Nilai Tanah (SINTAN) layaknya basis data GEO KKP yang bertujuan meningkatkan kinerja pelayanan pertanahan yang sampai sekarang masih dibangun di tiap-tiap satker apalagi setelah beralihnya KKP Dekstop menjadi KKP Web.

    Monica Puspita Agus Triana
    DIV Tk.1/ Kelas B/ NIM.14232853

    BalasHapus
  94. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  95. Assalammualaikum.wr.wb
    Mohon ijin ikut bergabung pak..
    saya sependapat dengan teman- teman bahwa penetapan NJOP seharusnya berdasarkan peta ZNT karena data yang didapat merupakan data hasil survey dan terupdate. Akan tetapi Pak,,kendala yang kami hadapi di daerah kami adalah peta ZNT itu sendiri. Untuk solusi pertama bahwa peta ZNT harus dibuat berdasarkan survey langsung saya setuju Pak,,tetapi di daerah kami ada lokasi yang susah untuk dicapai,,sehingga tidak mungkin melakukan survey. Oleh karena itu,,data yang tetap dipakai itu citra satelit. Jadi, selain melakukan survey lokasi ada baiknya juga tetap menggunakan citra satelit khusus daerah tertentu yang susah dijangkau Pak.
    sekian Pak pendapat dari saya.
    bungsu absar a.wajajo
    14232839/ B
    DIV

    BalasHapus
  96. Assalamu'alaykum. . . menanggapi betapa banyaknya komentar terkait problematika Zona Nilai Tanah, saya pribadi berpandangan sangat setuju jika permasalahan ini harus senantiasa menjadi bahan evaluasi kerja secara kontinu oleh Badan Pertanahan Nasional.
    Hal ini dikarenakan betapa pentingnya penertiban pengaturan Zona Nilai Tanah di Indonesia untuk berbagai macam tujuan diantaranya :
    1. Percepatan penyediaan informasi nilai pasar tanah
    2. Pembangunan dan pengembangan Sistem Informasi Manajemen Aset Pertanahan
    3. Pemberian pelayanan penilaian tanah secara profesional
    4. Pemeliharaan dan peningkatan mutu profesi penilai tanah internal dan eksternal
    5. Peningkatan kualitas dan kesejahteraan SDM
    Menjadi penting untuk menemukan sebuah konsep dan pengaturan yang menjadi bahan sinergitas baku antara Kementrian Agraria dan Tata Ruang ( Badan Pertanahan Nasional) beserta instansi pemerintah yang turut berkaitan dengan Penilaian Tanah seperti penentuan Nilai Jual Objek Pajak.
    Agar penetapan penilaian tanah tidak menjadi bahan yang ambigu dalam aplikasi di masyarakat. Yang terkadang imbasnya menyebabkan masyarakat menganggap pemerintah tidak serius dalam mengurusi pekerjaan ini.
    Terdapat sebuah penelitian yang kemudian ditulis menjadi sebuah Skripsi berjudul “Prospek Penerapan Peta Zona Nilai Tanah BPN Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota (Studi di Kabupaten Sleman)”.
    Dilatarbelakangi dengan adanya pemanfaatan Peta Zona Nilai Tanah oleh BPN dalam penghitungan tarif pelayanan pertanahan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak serta Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberi wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk mengelola PBB dan BPHTB. Penelitian tersebut bertujuan : (1)Mengetahui kehendak politik BPN dan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kerjasama dengan pemerintah Kabupaten/Kota dalam pengadaan dan pemanfaatan peta zona nilai tanah.
    (2) Mengetahui kemungkinan teknis pembuatan peta zona nilai tanah yang berskala besar dan berbasis bidang-bidang tanah.
    Dari penelitian tersebut menghasilkan beberapa kajian yang cukup penting dalam membangun perbaikan Zona NIlai Tanah. Yaitu Pembuatan peta zona nilai tanah tersebut dapat dilaksanakan
    dengan memanfaatkan teknologi dan sumber informasi yang ada serta menggunakan metode penilaian secara masal.
    Teknologi yang digunakan meliputi software ArcGIS, AutoCAD dan Microsoft Excel sedangkan sumber informasi yang ada meliputi Peta Pendaftaran, Peta Blok PBB, Peta Jaringan Jalan,
    Peta Administrasi dan Tempat Penting, serta Peta Penggunaan Tanah.

    KOKO SAPUTRO
    Mahasiswa D IV Tk.1 / kelas A / NIM.14232817

    BalasHapus
  97. Mohon izin untuk berpendapat pak, saya setuju dengan pendapat rekan-rekan diatas dan menambahkan bahwa sesuai amanat peraturan, sudah menjadi tugas dan fungsi BPN RI dalam penilaian tanah. Peta ZNT sebagai rujukan dalam penetapan nilai NJOP PBB sudah seharusnya selalu harus diperbarui dan menyesuaikan dengan keadaan atau kondisi saat ini. Tentang permasalahan mengenai nilai ZNT yang kadang bisa lebih atau kurang dari NJOP, sedikit demi sedikit dapat diselesaikan oleh BPN RI dalam perbaikan peta ZNT , baik cara pengambilan datanya, maupun update waktu peta tersebut. Perlu adanya koordinasi antara BPN RI dalam hal ini Kantor Pertanahan di Kabupaten/Kota dengan masing-masing Pemerintah Daerah setempat tentang penilaian tanah , perlu adanya kesamaan paham dalam penilaian tanah karena berhubungan dengan pendapatan negara, karena dalam hal ini negara juga tidak dirugikan dalam nilai nominal pendapatan tersebut. Setelah koordinasi yang baik, perda yang mengatur mengenai penilaian tanah akan berdasar dari peta ZNT akan mengakomodir dari BPN dan itu sejalan dengan keunginan pemerintah Pusat.
    Terima Kasih.
    Budi Prasetyo
    DIV Kelas B Semester 1

    BalasHapus
  98. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  99. Mohon ijin berpendapat dengan segala keterbatasan ilmu yang saya miliki.
    Menurut saya BPN harus memilih fokus pekerjaan antara Pendaftaran Tanah dengan Penilaian tanah, mengingat keterbatasan jumlah SDM yang dimiliki. Saya kurang setuju apabila Petugas Ukur harus dibebani pekerjaan lain sebagai Penilai Tanah, karena kedua pekerjaan tersebut membutuhkan konsentrasi yang tinggi untuk mengerjakannya. Sehingga lebih besar kemungkinan salah satu hasil pekerjaan tersebut tidak maksimal, bahkan bisa jadi hasil keduanya menjadi kurang baik. Sebagai Penilai Tanah harus memiliki ketrampilan dan keilmuan yang mencukupi. Penilai Tanah harus paham bagaimana penerapan ilmu alamiah dasar, ilmu survei dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan pertanahan. Diklat-diklat instan yang diadakan selama ini belum mencukupi bila ingin mencetak Penilai Tanah yang profesional oleh karena itu adanya Prodiksus Penilaian Tanah bisa menjadi solusi lebih baik. Kerja sama dengan lembaga survei kredibel juga perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara pengambilan sampel data yang benar. Lembaga survei tersebut dapat membantu dalam kontrol kualitas data. Peran serta PEMDA serta lembaga Pemerintah yang lain menjadi suatu keharusan. Perlu adanya penyamaan persepsi antara Instansi Pemerintah tersebut. Perbedaan Persepsi ini menjadi alasan mengapa terdapat perbedaan nilai tanah antara peta ZNT PBB dan peta ZNT BPN seperti yang diutarakan Mbak Monika. PEMDA bisa membantu dalam hal pendanaan karena sebetulnya hasil dari penilaian tersebut nantinya bisa menguntungkan daerah setempat. Bukan berarti mengesamping pekerjaan lain tetapi apabila ingin membuat Peta Zona Nilai Tanah yang betul-betul berkualitas BPN harus lebih fokus dalam memilih pekerjaannya.

    Florentinus Naceaji
    NIM. 14232844
    Kelas B
    DIV Semester 1

    BalasHapus
  100. Assalamu'alaikum,
    Mohon ijin berkomentar...
    Saya setuju dengan pendapat sdr Ikhlas bahwa ZNT produk BPN saat ini belum siap untuk digunakan sebagai acuan dalam menentukan besarnya PBB mengingat berskala kecil dan belum berbasis bidang. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya perbedaan nilai tanah dengan lokasi dan aksesbilitas yang berbedas seperti yang dikatakan oleh Bapak Sutaryono. Untuk itu masih perlu pembenahan pada Peta ZNT untuk mendapat keakuratan yang diharapkan.
    Selain itu saya juga meragukan data2 dalam pembuatan peta ZNT mengingat kecakapan dari petugas pada tiap tiap daerah. Apakah mungkin kualitas yang didapatkan bisa maksimal mengingat petugas yang ada hanya berbekal kursus atau diklat selama 5-10 hari?
    Kemudian menanggapi pendapat dari Sdri Latifah Candra. Saya kurang setuju apabila Petugas Ukur harus dibebani lagi dengan profesi sebagai Penilai Tanah. Memang terlihat bagus bila pekerjaan Pengukuran Batas Bidang dan Penilaian Tanah dapat beriringan tetapi coba kita pikir lagi. Dengan tugas yang hanya mengukur batas bidang saja masih banyak tunggakan tiap tahunnya. Bagaimana bila ditambah lagi pekerjaan Penilai Tanah?mungkin bisa tapi pasti kualitasnya pekerjaannya masih kurang memuaskan. Selain itu Juru Ukur dan Penilai Tanah itu 2 profesi yang berbeda. Yang perlu ditambah bukanlah keterampilan Petugas Ukur melainkan Tenaga Ahli Penilai Tanah. Dalam hal ini saya setuju dengan Bapak Sutaryono dengan dibukanya Prodiksus Penilai Tanah.

    Sebelum ZNT ditetapkan sebagai acuan dasar dalam penentuan PBB dan BPHTB ada baiknya kita benahi terlebih dahulu. Dan untuk membenahinya kita perlu bekerja sama dengan pihak Pemda terkait SDM ,Dana maupun payung hukumnya karena bila hanya dibebankan pada BPN pasti butuh waktu yang lama. Saya yakin pihak Pemda akan memberikan respon yang positif karena nantinya ZNT ini juga akan menguntungkan dan bermanfaat bagi Pemda terkait dengan pendapatan daerah.

    Hanggas Wirapradeksa
    DIV Sem.1 / 14232846 / B

    BalasHapus
    Balasan
    1. mohon ijin untuk mengomentari pendapat sdr Hanggas
      Saya setuju apabila petugas ukur jangan lagi dibebani dengan tugas sebagai Penilai Tanah,mengingat Penilaian Tanah memerlukan keahlian khusus.Jadi apabila memang petugas ukur akan diberikan tugas Penilaian Tanah hendaknya petugas ukur diberikan pelatihan khusus mengenai penilaiain harga pasaran tanah agar data yang diperoleh benar-benar valid dan bisa dipakai secara tepat.

      Dan untuk kerjasama dengan pihak Pemda,pengalaman dikantor saya Kantah Kab.Tanjung Jabung Timur pihak Dispenda cenderung tidak ingin bekerjasama dengan BPN karena mereka menentukan harga tanah sepihak.Untuk daerah yang harga tanahnya sudah tinggi contohnya dipinggir jalan perkantoran NJOP yang ditetapkan malah tidak bisa dipakai dengan alasan harga jual belinya lebih tinggi dari NJOP di PBB.Sehingga pihak BPN pun terkadang dituduh oleh pihak Dispenda memalsukan harga jual beli aslinya.Jadi jika memang ingin diadakan kerjasama dengan pihak Pemda mohon dikaji ulang dan benar-benar diatur cara penilaian agar tidak terjadi tudingan bahwa BPN memalsukan harga tanah.


      Bayu Adithiya Paramananda
      DIV Sem.1 / 14232837 / B

      Hapus
  101. Mohon ijin berkomentar
    Menanggapi komentar rekan-rekan diatas, saya juga setuju penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) ditentukan berdasarkan peta Zona Nilai Tanah (ZNT), dengan berbagai macam polemik yang ada, saya pikir saat ini lebih dulu perlu adanya aturan hukum yang kuat dan menegaskan bahwa BPN yang memiliki kewenangan dalam memberikan penilaian terhadap tanah, dengan adanya payung hukum yang kuat eksistensi BPN dalam peta ZNT tidak akan menjadi sia-sia dan pemerintah daerah juga akan konsisten dalam pemungutan pajak berdasarkan dengan peta ZNT yang telah dibuat BPN. Dengan adanya aturan dan kewenangan yang jelas tentu lebih membantu BPN dalam menerbitkan peta ZNT yang lebih falit, dalam artian dengan berbagai polemik yang ada, tentu akan sulit untuk membuat peta ZNT yang up date sesuai dengan real dilapangan, terlebih dengan menggunakan metode survey dilapangan yang mengikuti keinginan harga pasar yang ada dimasyarakat, untuk itu saya pikir diperlukan kewenangan BPN dalam menentukan harga nilai tanah setelah melakukan survey dilapangan tidak hanya mengikuti keinginan harga pasaran dari masyarakat itu sendiri.
    Terimakasih.

    MUHD ALIM HIDAYATULLAH
    NIM.14232856
    KELAS B
    D4 Tk1

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya setuju dengan pendapat abang Alim .. meskipun kita (BPN) sudah membuatka peta ZNT yang baik dan akurat, tetap saja dalam memutuskan nila nilai tanah ialah kewenangan pemda sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah berimplikasi pada semakin menguatkan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola pajak dan retribusi daerah. untuk saat ini, kita hanya bisa merekomendasikan daftar nilai tanah sesuai peta ZNT selebihnya merupakan kewenangan pemda dalam menetapkan besarnya NJOP.

      Ishak Riyadi
      14232847/ kelas B
      D4/tingkat I

      Hapus
    2. saya sangat setuju dengan pendapat ishak dan saudara Alim yaitu harus ada sinergi dan kerjasama yang baik antara BPN dengan pemerintah daerah, belum lagi antara BPN dengan Tim penilai independen. polemik diatas yang dikemukakan oleh Bapak Sutaryono menurut saya disebabkan belum adanya regulasi yang jelas menyebabkan produk yang dihasilkan tidak dapat dimanfaatkan dengan baik, Instansi BPN yang telah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah No 13 Tahun 2010 pasal 16 ayat 1, sudah mengamanatkan lembaga BPN untuk melakukan penilaian tanah dalam hal ini membuat peta Zona Nilai Tanah (ZNT). sehingga peta ZNT ini bukan lagi sekedar rujukan melainkan peta yang harus diikuti oleh pemda setempat dalam menetapkan PBB atau BPHTB, karena dalam hal ini Instansi BPN lebih mengetahui seluk beluk permasalahan pertanahan.

      Amran AS Wahidin
      14232834
      D4 Tk 1

      Hapus
  102. Dalam pelaksanaan ZNT oleh Kementrian Agraria dan Tata Ruang / BPN masih terdapat kendala kendala baik dari dalam BPN sendiri maupun dari luar BPN hal ini merupakan pekerjaan rumah ( PR ) BPN agar program ZNT dapat terlaksana dengan lancar,menurut pendapat saya adapun kendala tersebut adalah sebagai berikut:
    1. Secara Umum penilaian tanah dilakukan dengan suatu pendekatan antara nilai ekonomi,fasilitas umum yang ada,harga transaksi jual beli,harga pasar,serta NJOP PBB tahun berjalan,BPN dalam melakukakn penilaian hendaklah bekerja sama antara pihak pemerintah daerah setempat, mulai dari tingkat kelurahan/desa,kecamatan hingga dinas dinas terkait,juga hendaklah BPN mempertimbangkan nilai agunan yang dapat diambil datanya dari pihak notaris/ppat maupun pihak bank,serta pelaku bisnis property hal ini sangat diperlukan dalam pengambilan sampel data yang kebanyakan tidak dilakukan dikarenakan kendala waktu dan tenaga sehingga dalam pengambilan sampel solusi lain dapat dilakukan dengan cara menggunakan pihak ketiga yang tetap dikoordinasikan dari pihak BPN sehingga dapat menghemat tenaga yang ada dimana dipihak BPN sendiri kekurangan tenaga SDM merupakan masalah klasik yang masih menjadi perhatian dari pihak BPN sendiri
    2.Harus adanya suatu kesepahaman dan unifikasi harga dalam penentuan BPHTB dan NJOP antara BPN dan Pemda setempat sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan.karena masih banyak terjadi permasalah dalam hal pembebasan lahan untuk pembangunan dimana tidak adanya kesepakatan masalah ganti rugi,selama ini pihak Pemda masih melakukan penilaian harga tanah secara sepihak tanpa melibatkan pertimbangan penilaian tanah berdasar ZNT BPN yang ada.
    3.kualitas peta pendaftaran yang ada di BPN harus ditingkatkan secara intensif dan berkelanjutan dimana masih banyak daerah yang memiliki kualitas pendaftarana tanah nya masih kurang,dimana bidang tanah yang terpetakan banyak yang belum terintegrasikan antara data tekstual dan data spasialnya seharusnya dalam informasi data yang ada peta ZNT dan peta pendaftaran harus saling berkaitan sehingga updating harga dan nilai tanah dapat terdeteksi dari kegiatan pemeliharan data di BPN
    demikian pendapat saya dalam problematika ZNT semoga bermanfaat.

    Sandy Irawan
    14232866
    kelas B

    BalasHapus
  103. Senada dengan pendapat teman-teman sebelumnya, saya berpendapat Peta ZNT dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya jika dibuat dengan pengambilan sampel yang lebih teliti dan dilakukan oleh SDM yang berkompeten dibidang tersebut. Dalam pembentukan SDM yang berkompeten tersebut perlu dilakukan pelatihan-pelatihan yang rutin dilaksanakan.

    Raden Dani Fauzan
    NIM : 14232824
    Kelas : A

    BalasHapus
  104. ZNT sebagai dasar untuk penentuan PBB dan BPHTB sangat baik apabila diterapkan dengan peta ZNT, diharapkan agar penerimaan Negara dari sektor bukan pajak akan meningkat. Dalam hal ini peta ZNT masih berbasis zona. Selain itu belum ada payung hukum yang mengatur mengenai hal tersebut. Peta ZNT yang berbasis zona pengambilan sampel hanya minimal 3 bidang disetiap zonanya. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada tingkat keakuratan informasi yang akan dihasilkan dari peta ZNT ini. Dalam penentuan PBB dan BPHTB basisnya adalah bidang, oleh karena itu peta ZNT yang berbasis zona harus disempurnakan lagi menjadi peta ZNT berbasis bidang yang menyediakan informasi mengenai harga tanah pada tiap-tiap bidang tanah. Untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah, perlu usaha yang keras untuk merealisasikannya sehingga diperlukan sumber daya manusia yang handal, terampil dan mampu. BPN dalam hal ini perlu mengadakan semacam pelatihan atau kursus dalam rangka meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan dari para pegawai BPN sendiri dalam hal penilaian bidang. Selain itu juga diperlukan kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah.
    Nama : Helga Noor Angela. F
    NIM : 14-23-2809
    Kelas : A/ Diploma IV Tk. I

    BalasHapus
    Balasan
    1. kerjasama dan koordinasi dengan instansi terkait seperti Pemerintah Daerah yang dsampaikan oleh Mbk Helga telah dlakukan di daerah seperti pertemuan antara BPN dan PEMDA untuk membahas acuan kedepannya. Dalam pertemuan tersebuat PEMDA mengatakan sekarang ini sedang berbenah untuk meningkatkan kualitas peta yang mereka hasilkan karena peta yang sekaang ini mereka buat sebagian besar dari hasil digitasi peta di atas meja kemudian pengecekan dilapangan yang tidak maksimal. Sebaga tuntutan atas keluarnya peraturan perundangan yang meminta agar acuan NJOP haruslah berbasis pasar. Hal inilah yang membuat posisi BPN diperhitungkan karena Peta ZNT yang dihasilkan dengan acuan pendekatan harga pasar. Memang diakui Peta ZNT BPN lebih mendekati harga pasar dibandingkan dengan peta milik Dirjen Pajak. Yang membedakan ialah adjustment yang dimiliki oleh BPN dan Pemda yang berbeda. Sedangkan untuk pengecakan lapangan hamper sama.
      Untuk selanjutnya adalah perlunya musyawarah dan pengambilan kebjakan yang disegerakan agar tidak terjadi pekerjaan yang tumpang tindik yang mengakibatkan pemborosan atas pembiayaan Negara.
      Demikian pendapat yang dapat disampakan dari saya yang dhoif ini…
      Terimakasih atas kesempatannya…

      Mahathir
      D IV – Smtr. I
      Kelas B
      14232849

      Hapus
  105. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  106. Assalamualaikum Wr. Wb
    Mengomentari artikel bapak,saya ingin berpendapat
    1. sebaiknya antara BPN dan Pemerintah daerah melakukan koordinasi mengenai ZNT yang diajadikan acuan dalam Penetapan PBB dan BPHTB tidak memunculkan persoalan seperti diatas.
    2. Menyamakan data yang ada di BPN dengan data yang ada di kantor pajak, serta selalu melakukan pembaruan data peta ZNT ketika terjadi transaksi jual beli yang baru di lakukan.
    3. Untuk Mengatasi persoalan tenaga ahli di bidang penilai tanah apa alangkah baiknya kita (BPN) dengan STPN sebagai Sekolah Tinggi yang mencetak ahli pertanahan, juga mempersiapkan tenaga ahli yang bisa menguasai kegiatan penilaian tanah ini, seperti pendapat teman-teman diatas dengan membuat Program pendidikan khusus, atau menambahkan kurikulum tentang penilaian tanah ke program Diploma 1.
    4. Untuk memfokuskan pekerjaan, alangkah baiknya di buatkan jabatan fungsional penilai tanah sampai ke tingkat Kantor Pertanahan, sehingga pegawai yang diberi jabatan tersebut memiliki rasa tanggung jawab.
    5. Menguatkan instrumen hukum yang bukan hanya mengikat BPN tetapi juga oleh Pemerintah Daerah.
    Demikian Pendapat dari saya. Kurang lebihnya mohon maaf.
    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Nama : Hanang Dewantoro
    Nim : 14232845
    Kelas : B

    BalasHapus
  107. Mohon Ijin menanggapi
    Saya rasa kita memang tidak boleh menutup mata terhadap problematika Peta Zona Nilai Tanah (ZNT) ini. Sudah saatnya kita tidak hanya jalan di tempat dan dapat memberikan inovasi-inovasi baru dan ZNT menurut saya adalah salah satunya. Terkait dengan banyak sekali problematika dan masalah serta kendala yang dihadapi harus dihadapi dengan arif dan bijak. Menanggapi persoalan yang bapak bahas tentang metode sampling yang minimalis yang dirasa masih belum cukup “memuaskan” atau secara ekstrim dianggap “meragukan” sehingga dirasa perlu dilakukannya peninjauan kembali menurut pendapat saya itu memang benar. Ketika saya mengikuti OJT Zona Nilai Tanah di Kanwil Kalimantan Tengah pada tahun 2011 dan 2012 dan ikut terlibat dalam pembuataan peta Zona Nilai Tanah ini kami menggunakan data quisoner yang disebarkan dan melakukan survei secara langsung ke lapangan. Data yang dihasilkan biasanya terjadi perbedaan yang relatif cukup signifikan antara tanah yang satu dengan yang lainnya padahal berada dalam area yang realtif berdekatan. Kita juga mengalami kesulitan manakala mengambil informasi secara langsung dari masyarakat karena terkadang masyarakat hanya melakukan penentuan harga secara sepihak dan semaunya sendiri, apalagi terhadap bidang-bidang tanah yang dimiliki oleh masyarakat kelas atas seperti pejabat dan pengusaha-pengusaha sudah dipastikan akan memberikan harga tanah yang diatas rata-rata. Hal inilah yang kemudian menurut saya “merusak” sampel-sampel data yang lain dan mungkin hal-hal semacam inilah yang akan menimbulkan ketidakvalidan data. Saya rasa perlu dipertimbangkan bahwa sebaiknya untuk pengambilan data dan informasi terkait harga tanah disuatu area atau daerah ini melibatkan elemen pemerintahan, misalnya saja kelurahan atau perangkat desa karena sejatinya mereka inilah yang selalu berinteraksi dan berhubungan langsung dengan masyarakat dan mengetahui betul seluk-beluk daerahnya. Namun sekali lagi tentunya hal ini memerlukan kerjasama yang baik antara BPN dan Pemerintah Daerah setempat. Pemerintah Daerah dalam hal ini dapat menjadi pemegang kontrol atas harga tanah yang ada di daerah mereka, sehingga jika ditemukan data harga tanah yang tidak sesuai dapat dilakukan peninjauan dan penyesuaian. Memang ini hanya sebatas pendapat dan saran, namun menurut saya jika sebuah kerjasama yang baik dapat terbentuk antara BPN dan Pemerintah Daerah saya yakin dan percaya bahwa Peta ZNT yang dibuat berdasarkan informasi yang tidak hanya sepihak dari masyarakat namun juga didukung dan disupport dari data yang diberikan oleh Pemerintah Daerah akan menghilangkan ketidakpuasaan dan keraguan yang selama ini terjadi.
    Nama : Remon Naohan
    NIM : 14232860
    DIV semester I Kelas B

    BalasHapus
  108. Mohon izin berkomentar

    pencarian solusi terkait problematika ZNT haruslah berpedoman pada keefektifan, efesiensi dan kemanfaatan solusi tersebut..telah banyak disampaikan dalam komentar komentar sebelumnnya tentang hal itu yang pada pokoknya fokus pada Kompetensi Penilai, hubungan PEMDA dan BPN Serta pemetaan ZNT yg baik..
    ke tiga hal itulah yang harus terus dikaji serta diteliti untuk mendapatkan gagasan yang lebih baik.

    ARDI SAPUTRA SINAGA
    14232836/Kelas B
    D4 Tk. 1

    BalasHapus
  109. Ok, Terimakasih respon teman2...Sukses slalu untuk anda semua

    BalasHapus
  110. Soal ini sebenarnya dimulai dari mana? Kalau logika pemerintah hanya menarik sebanyak2nya pajak dari masyarakat apa bedanya dengan zaman penjajahan? Faktanya, sampai 2017 sekarang ini problem itu masih menggantung! Tidak ada acuan yang jelas! Yang dirugikan adalah masyarakat umum karena sikap pemerintah itu sendiri yang seperti spekulan tanah. Tidak jelas acuannya ya sama dengan spekulasi alias spekulan karena kerjanya berdasarkan kira2. NJOP, ZNT, atau suka2 pemerintah (pejabat) daerah? Cobalah tengok kasus di banyak daerah, pajak tanah pertanian tadah hujan digeneralisir dengan tanah pertanian yang irigasinya bagus, tanah di gang kecil digeneralisir dengan tanah berjalan mulus, dll, dst. Daripada muluk2 nggak karuan, mending BPN adakan program yang logis2 aja deh, misalnya program wajib pengadaan jalan kampung, biar yang mau digeneralisir itu punya nilai yang hampir sama dulu.

    BalasHapus
  111. Terimakasih atas responnya....gagasan anda salah alamat, pengadaan jalan kampung bisa (dan sudah dilakukan)dikerjakan oleh warga setempat dg local wisdom-nya, ga perlu negara terlibat. Adapun zoning nilai tanah perlu dilakukan untuk mengantisipasi spekulan2 yg ga mau bayar pajak. Kebijakan ini mesti diikuti dengan kebijakan insentif dan disinsentif oleh Pemda. Misal, satu bidang tanah milik petani dan diusahakan utk pertanian tetapi berada pada zona nilai yg tinggi, berikan insentif...bebas pajak. Jadi rakyat ga dirugikan.
    Salam

    BalasHapus